Advertisement

Jutaan Gagak Harus Enyah dari Kenya

Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja, Ahmad Djauhar
Senin, 09 September 2024 - 15:17 WIB
Arief Junianto
Jutaan Gagak Harus Enyah dari Kenya Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja, Ahmad Djauhar. - Harian Jogja/Hengky Kurniawan

Advertisement

Malang benar nasib burung gagak rumahan India (Corvus splendens) di negeri Kenya, Afrika Timur. Pemerintah dan masyarakat setempat sudah kehilangan kesabaran mereka terhadap spesies gagak tersebut, dan mereka menargetkan sedikitnya 1 juta ekor burung jenis tersebut harus musnah akhir tahun ini. Sebuah bencana ekologi di abad modern.

Tapi, kalau ditilik ceritanya beberapa tahun terakhir, kesewotan pemerintah dan warga Kenya terhadap kawanan gagak yang sebenarnya belum seabad bermigrasi dari ranah Asia Selatan ke negeri tersebut memang super-njèngkèlké alias menyebalkan benar. Betapa tidak. Burung yang bagi masyarakat tertentu dianggap sebagai simbol kesialan tersebut tidak jarang menyerbu rumah penduduk dan melahap apaun yang mereka jumpai di rumah itu.

Advertisement

Burung gagak di Pantai Timur Afrika itu umumnya berasal dari Asia Selatan dan Tenggara. Burung ramping berwarna hitam mengkilap yang tumbuh sekitar 40cm itu memiliki paruh besar dan “kerah” atau lingkarandi leher berwarna abu-abu terang. Populasi mereka menyebar lebih jauh, baik sebagai ‘penumpang gelap’ kapal, atau dengan sengaja diperkenalkan dengan keyakinan bahwa mereka akan membantu mengendalikan hewan pengerat dan sampah.

Seperti digambarkan oleh The Telegraph, sebuah koran di Inggris, di teras sebuah restoran salah satu hotel paling eksklusif di Mombasa, kota pantai 800 km dari Nairobi, ibu kota Kenya, sejumlah penjaga bersenjata menunggu kawanan ‘perampok’ mendekat.

Namun para penjaga yang ditempatkan di titik-titik strategis di sekitar Hotel Voyager, hotel eksklusif tersebut, atau yang berpatroli di restoran dan pekarangannya, tidak dipersenjatai dengan senapan, melainkan ketapel.

Misi mereka adalah untuk melindungi para tamu dari kawanan burung gagak India yang berani dan selalu siap mencuri atau merampok makanan dari piring pengunjung hotel yang hendak bersantap. Pemandangan seperti itu terjadi di pelbagai Lokasi dan dianggap sudah pada taraf mengganggu kota pelabuhan Kenya tersebut.

Burung gagak telah menjadi bagian dari struktur kota itu sejak mereka pertama kali tiba beberapa dekade yang lalu, namun jumlah mereka terus bertambah dengan cepat, seiring meningkatnya populasi mereka di seluruh negeri yang diperkirakan mencapai hingga 2 juta ekor. “Restoran model luar ruangan kini dalam bahaya,” kata Wasike Wasike, manajer operasi grup jaringan Heritage Hotels yang mencakup Voyager. “Saat orang makan di luar, mereka seperti bersaing dengan burung-burung ini. Menjadi kontraproduktif untuk berinvestasi di hotel bintang lima ketika Anda akan diserang oleh burung.”

Warung kecil penjual ikan di pasar Vikwatani pun menghadapi permasalahan serupa. Seorang pedagang ikan, misalnya, terpaksa harus membayar seorang joki dari pendapatan hariannya yang sedikit untuk mengusir spesies gagak yang sangat invasif itu. Karena, begitu si pedagang meleng sedikit saja, “kawanan burung tersebut akan menukik dan memangsa ikan di lapak jualannya.” Atau, keluh si pedagang tadi, burung gagak itu kadang berak di dagangan. Setelah begitu, mana ada yang mau beli ikannya.

Tidak takut manusia

Para pemilik restoran, pelaku bisnis perhotelan, dan pemilik toko di Mombasa terus berupaya melakukan perlawanan terhadap kawanan burung tersebut. Ketika dikejar pun, mereka bahkan tidak beranjak jauh dari tempat semula. Mereka Cuma hinggap di atap sebelah dan tiba-tiba muncul kembali untuk mengambil ikan dan menyerang. Mereka tidak takut lagi kepada manusia. “Mereka, kawanan gagak itu, kadang nekat dan kejam. Terkadang mereka menyerang saya untuk merebut ikan jualan saya.”

Para aktivis lingkungan hidup dan pakar kesehatan masyarakat mengatakan keberadaan hewan pemakan bangkai yang rakus tersebut sudah sampai taraf mengganggu. Burung gagak bersaing dengan kejam di antara mereka atau bahkan memangsa spesies burung lokal dan kawanan gagak ini juga membawa penyakit. Mereka bahkan bergerak maju ke wilayah pedalaman dari basis mereka di pesisir Samudera India, mengikuti gelombang urbanisasi yang pesat di Kenya yang menghasilkan timbunan sampah. Oleh kawanan gagak tersebut, sampah tadi diusung ke sarang tempat mereka berkembang.

Solusi pemerintah Kenya untuk mengatasi masalah ini adalah pemusnahan massal burung gagak tersebut. Pemerintah berencana membunuh satu juta burung pada akhir tahun ini, sebelum penyebarannya lebih luas. Awal Agustus lalu, para pejabat memulai kampanye peracunan dengan menggunakan umpan yang dicampur dengan senyawa khusus yang bekerja lambat. Umpan yang disebut sebagai Starlicide itu sangat beracun bagi burung gagak, jalak, dan sebangsanya, namun kurang beracun bagi burung dan hewan lain.

Diperkirakan sekitar dua juta burung gagak rumahan India tinggal di sepanjang pantai Kenya dan mereka bermigrasi lebih jauh ke pedalaman negara tersebut. Negara-negara tetangga Kenya di Afrika Timur dan sekitarnya juga terkena dampak dari spesies ini, dan beberapa diantaranya menggunakan racun.

“Sudah saatnya spesies invasif ini dibasmi untuk menghentikan dampak negatif kumulatif terhadap ekologi dan sosial dari spesies ini di sepanjang pantai Afrika timur,” kata John Musina, ahli burung dan konservasionis di Museum Nasional Kenya.

Pejabat satwa liar Juni lalu menggambarkan burung gagak sebagai “burung asing invasif yang telah mengganggu masyarakat selama beberapa dekade, secara signifikan mempengaruhi populasi burung lokal dengan mengusir mereka dari habitat aslinya”.

Agresif dan oportunistik

Burung-burung gagak tersebut dibawa ke pulau terdekat, Zanzibar, pada 1890-an untuk membantu mengatasi masalah sampah yang kian meningkat di wilayah yang saat itu merupakan protektorat Inggris. Mereka kemudian menyebar di sepanjang pantai dan pertama kali tercatat di Mombasa sekitar 1947.

Secara keseluruhan, mereka diperkirakan telah menemukan jalan ke 36 negara di luar daerah asal mereka. Di Asia, populasi mereka ‘terkendalikan’ oleh berbagai predator penyusun rantai makanan seperti monyet, ular, burung pemangsa, dan spesies gagak pesaingnya. Di wilayah baru itu, menurut Global Invasive Species Database (GISD), mereka tampaknya tidak memiliki predator alami.

Para pegiat lingkungan hidup menyalahkan kawanan burung gagak tersebut karena secara signifikan mengurangi jumlah burung kecil asli, seperti burung penenun dan burung waxbill. Gagak tersebut mengoyak sarang burung-burung tadi untuk mereka jarah telur dan piyik/si anak burung.

Menurut Mwenda Mbaka, pakar kesehatan masyarakat veteriner dan pengendalian hama, “Gagak India adalah pemakan yang agresif dan oportunistik. Mereka memakan telur, anak ayam, dan bahkan burung dewasa dari spesies asli, sehingga menyebabkan penurunan populasi burung lokal. Keberlangsungannya didukung oleh kemudahan akses terhadap sampah dan limbah lainnya. Selain itu, burung ini merupakan burung yang agresif dan cerdas, bersifat omnivora dan hanya menghadapi sedikit ancaman alam di lingkungan setempat.”

Binatang kecil berupa reptil, mamalia, dan invertebrata juga menjadi korban burung gagak tersebut. Kebiasaan mereka memangsa segala jenis satwa tersebut juga telah mencapai taraf mengganggu para peternak unggas, karena mereka dapat bebas memangsa anak ayam dan telurnya. Gagak India juga membawa setidaknya delapan penyakit pada manusia di ususnya, meskipun GISD mengatakan bahwa hubungannya dengan penularan ke manusia belum diketahui. Penyakit yang berhubungan dengan burung gagak dan kotorannya antara lain flu burung, virus West Nile, dan beberapa infeksi parasit, bakteri, dan jamur.

Untuk membuat pemusnahan seefektif mungkin, dan juga untuk mengurangi kemungkinan terbunuhnya burung lain, burung gagak secara bertahap dipancing ke tempat mereka akan dibasmi. Sebelumnya, selama berbulan-bulan, para pemburu gagak itu menyisakan daging untuk mendorong mereka berkumpul di tempat tertentu di dekat tempat bertengger mereka. Ketika kawanan gagak hadir dalam jumlah besar, racunnya akan menyebar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Indeks Kualitas Konseling KB Masih Rendah, BKKBN Bekali Bidan Baru dan Calon Bidan

Jogja
| Selasa, 17 September 2024, 15:29 WIB

Advertisement

alt

Glamor! Ini Deretan Selebritas Terkaya

Hiburan
| Jum'at, 13 September 2024, 21:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement