Advertisement

NGUDARASA: Maraknya Penipuan Pembelian Online

Ahmad Djauhar, Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja
Minggu, 05 Januari 2025 - 22:37 WIB
Arief Junianto
NGUDARASA: Maraknya Penipuan Pembelian Online Ahmad Djauhar - JIBI

Advertisement

Bagaimana rasanya ditipu dan/atau tertipu saat kita membeli barang secara online? Mangkelke dan nganyelke tenan ya kan? Saya telah mengalami penipuan tersebut. Sebagian dari Anda, sidang pembaca yang terhormat, mungkin juga mengalaminya. Apakah dengan demikian kita kapok membeli barang secara online? Tentu tidak kan?

Beberapa kali pembelian secara online tapi tanpa pernah menerima barangnya juga saya alami. Tapi, itu terjadi semata-mata karena keteledoran saya untuk tidak memverifikasi secara saksama apa yang saya beli, dari situs e-commerce mana, dan harga barangnya masuk akal atau tidak. Karena tidak sedikit ternyata yang melakukan praktik jualan too good to be true.

Advertisement

Semula, ketika mulai gemar membeli secara daring itu, saya ber-khusnudzdzan saja, karena mengira banyak orang masih memiliki hati nurani yang baik dan jujur. Karena sebelum-sebelumnya, ketika membeli produk/barang secara online, senantiasa puas sesuai yang dijanjikan.

Mengingat kepraktisan dan keragaman produk yang ditawarkan secara online membuat kita senantiasa akan dan akan berbelanja secara daring itu. Karena, ketika ingin membeli suatu barang—terutama benda remeh temeh—yang kita angankan, dan tidak segera dilakukan atau ditunda kalau nanti sempat, biasanya tidak kunjung kelakon.

Lain halnya bila rencana pembelian sesuatu itu dilakukan secara daring, dapat dilakukan seketika, melalui online, saat kita sedang memegang hape atau berselancar di Internet. Tapi ya itu tadi, ternyata banyak pedagang barang secara online adalah calon penghuni neraka. Lha mereka itu tidak takut menipu. Tidak takut dosa.

Kalau kita lacak, ‘budaya’ menipu pembeli ini sama tuanya dengan kebudayaan umat manusia. Alkisah, Ea Nasir dari Sumeria terlibat dalam kasus penipuan pesanan barang/karya kriya dari bahan tembaga. Ini adalah salah satu kasus penipuan tertua yang tercatat dalam sejarah, dikenal sebagai “Complaint tablet to Ea-nāṣir”.

Kisah ini terjadi sekitar tahun 1750 SM di Kota Ur, Sumeria. Ea Nasir adalah seorang pedagang tembaga yang terkenal dengan praktiknya yang kurang etis. Salah satu pelanggan Ea Nasir, seorang pria bernama Nanni, memesan tembaga berkualitas tinggi, tetapi yang dikirim adalah tembaga berkualitas rendah yang banyak bercacat. Nanni sangat kecewa dan menulis sebuah tablet tembaga berisi keluhan yang ditemukan oleh arkeolog Sir Leonard Woolley di Ur.

Nanni mengeluhkan bahwa pesanan produk kriya dari tembaga yang dikirim tidak sesuai dengan janji, dan juga mengkritik perlakuan buruk terhadap utusannya. Tablet ini diakui sebagai Oldest Customer Complaint oleh Guinness World Records.

Kasus penipuan zaman kuno yang juga tertulis kali dalam sejarah terjadi pada abad ketiga Sebelum Masehi. Dua pedagang Yunani, Hegestratos dan Zenosthemis, merancang rencana untuk mengambil keuntungan dengan mengambil asuransi pada kapal dan muatan mereka.

Mereka berjanji untuk membayar kembali uang yang dipinjam dengan menjanjikan bunga setelah berhasil menjual barang-barang mereka. Namun, mereka memutuskan untuk menghanyutkan kapal mereka tersebut agar dapat mengambil uang yang dipinjam dan menjual muatan secara terpisah. Akhirnya, rencana mereka terbongkar, dan Hegestratos meninggal saat mencoba melarikan diri, sementara Zenosthemis diadili di pengadilan Athena.

Kisah-kisah tersebut menunjukkan bahwa penipuan dan keluhan pelanggan sudah muncul sejak ribuan tahun yang lalu, dan meskipun teknologi telah jauh berkembang, isu-isu seperti ini masih relevan hingga hari ini.

Sumeria adalah salah satu peradaban tertua di dunia, yang berkembang di wilayah Mesopotamia selatan (kini bagian tengah Irak) sekitar tahun 5500-1800 SM. Sementara itu, kebudayaan Yunani mulai berkembang pada masa Minoa dan Mikena, sekitar 3000-1450 SM, dan berkembang lebih lanjut selama masa Klasik Yunani yang dimulai sekitar 800 SM.

Mesopotamia dikenal sebagai salah satu peradaban awal yang maju, dengan sistem hukum yang terdokumentasi dalam Kode Hammurabi, yang mencakup berbagai aturan tentang perdagangan dan kecurangan.

Bukan Cuma di Indonesia

Fenomena maraknya kasus penipuan pembelian barang secara online seperti yang saya alami di atas bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga menjadi masalah global yang semakin sering terjadi di banyak negara. Fenomena mengirimkan barang yang berbeda dari yang dipesan (misalnya mengirim barang Y saat yang dipesan adalah barang X) adalah salah satu jenis penipuan online yang umum. Ini sering disebut sebagai bait and switch atau substitution fraud.

Hal itu terjadi karena pertumbuhan pesat e-commerce membuat transaksi online semakin mudah dan cepat. Namun, di sisi lain, hal ini juga membuka peluang bagi penipu untuk melancarkan aksinya secara lintas negara.

Selain itu, peraturan dan standar perlindungan konsumen di setiap negara berbeda-beda. Hal ini membuat penipu lebih mudah mencari celah hukum untuk melakukan tindakan penipuan. Transaksi online sering kali dilakukan secara anonim, sehingga sulit untuk melacak identitas pelaku penipuan, terutama jika mereka beroperasi di negara yang berbeda.

Apesnya, tidak semua konsumen memiliki kesadaran yang tinggi terhadap risiko penipuan online, sehingga mudah terjebak dengan penawaran yang terlalu bagus untuk dilewatkan.

Berbagai modus penipuan online yang sering terjadi adalah menjual barang tiruan atau palsu dengan mengklaimnya sebagai barang asli. Selain itu, juga acap kali terjadi pengiriman barang yang sudah rusak atau cacat dengan menyembunyikan kondisinya. Penjual juga tidak segan-segan mengklaim telah mengirimkan barang, tetapi sebenarnya barang tidak pernah dikirim.

Untuk meminimalkan risiko menjadi korban pembelian secara daring tersebut, ada baiknya kita mengikuti beberapa langkah berikut, yakni memilih platform belanja daring terpercaya. Penting bagi kita untuk, misalnya, memperhatikan ulasan pengguna, dengan cara selalu baca ulasan dari pengguna lain sebelum membeli. Perhatikan apakah ada banyak keluhan terkait dengan produk atau layanan penjual.

Memastikan platform belanja online tersebut memiliki sistem verifikasi akun yang ketat dan menari tahu apakah platform tersebut menyediakan program proteksi pembeli yang menjamin uang kembali jika terjadi masalah.

Selain itu, kita juga perlu memerhatikan detail foto produk. Jika terlihat terlalu sempurna atau tidak natural, bisa jadi itu adalah foto yang diedit atau diambil dari produk berbeda. Kita juga perlu membaca deskripsi produk secara lengkap serta memastikan tidak ada informasi yang janggal atau tidak masuk akal.

Melakukan perbandingan harga produk dengan produk serupa di toko lain juga pelu dilakukan. Jika harganya jauh lebih murah, sebaiknya waspada. Jika penjual memberikan diskon terlalu besar atau tidak masuk akal, sebaiknya kita perlu waspada, jangan langsung tergiur. Hati-hati pula dengan penawaran barang langka dengan harga sangat murah.

Dalam bertransaksi secara daring, kita sebaiknya menggunakan metode pembayaran yang aman, yakni menghindari transfer uang langsung ke rekening pribadi penjual. Paling bijak adalah menggunakan metode pembayaran online yang menyediakan perlindungan pembeli. Jangan lupa untuk melakukan verifikasi terhadap si penerima pembayaran, dengan cara memastikan nama penerima pembayaran sesuai dengan nama penjual.

Sebagai upaya untuk melindungan data pribadi kita, sebaiknya jangan memberikan informasi pribadi yang tidak diperlukan, seperti nomor KTP atau nomor kartu kredit. Ada baiknya, kita muat kata sandi yang kuat dan unik untuk setiap akun online yang digunakan.

Jangan enggan untuk memeriksa ulang sebelum melakukan pembayaran, dengan cara memastikan semua detail pesanan sudah benar, termasuk alamat pengiriman dan jumlah pembayaran. Penting juga bagi kita untuk menyimpan semua bukti transaksi sebagai bukti jika terjadi masalah di kemudian hari.

Kita juga dituntut untuk waspada terhadap praktik phishing yang kian marak, dengan cara tidak meng-klik link pada email atau pesan yang mencurigakan, terutama jika meminta Anda untuk memasukkan informasi pribadi. Pastikan alamat website yang Anda kunjungi benar dan aman.

Kita juga hendaknya tidak segan-segan melaporkan jika mengalami peristiwa penipuan. Namun, sering kali ketika ingin melaporkan kasus tersebut, kita sering terjebak pada pemikiran bahwa dengan langkah tersebut akan terlihat kebodohan kita. Tapi, sebaiknya kita harus melaporkan kejadian penipuan kepada platform belanja online tempat kita bertransaksi. Terlebih jika kerugian yang kita alami cukup besar, laporkan ke kepolisian.

Hal lain yang juga kita sering malas melakukannya adalah merekam—dalam bentuk video—ketika membuka kiriman barang pesanan (unboxing). Ada baiknya juga, kita membaca cerita atau pengalaman orang lain yang pernah menjadi korban penipuan online, padahal dari cerita tersebut kita dapat belajar untuk tidak tertipu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

948 Ternak Kena PMK, Dinas Pertanian Dorong Vaksin Mandiri

Jogja
| Selasa, 07 Januari 2025, 21:37 WIB

Advertisement

alt

Ini Deretan Penyanyi K-Pop yang bakal Merilis Album tahun ini

Hiburan
| Selasa, 07 Januari 2025, 21:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement