Advertisement
OPINI: Ekonomi Hidrogen
Advertisement
Pertengahan Desember 2023, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konversi Energi, Kementerian ESDM mengeluarkan beleid berupa Strategi Hidrogen Nasional. Salah satu tujuan dikeluarkannya beleid tersebut yakni terwujudnya ekonomi hidrogen yang berkontribusi pada transisi energi dan berperan penting dalam dekarbonisasi sistem energi global.
Beleid tersebut menerangkan tiga pilar pengembangan hidrogen nasional. Pertama, Indonesia akan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil untuk menjamin kedaulatan dan ketahanan energi. Kedua, Indonesia akan mengejar target dekarbonisasi dengan mengembangkan pasar hidrogen domestik. Ketiga, Indonesia akan mengekspor hidrogen dan turunannya ke pasar global dengan memanfaatkan keunikan sebagai negara maritim.
Advertisement
Sebelumnya, Kementerian PPN/Bappenas mengisyaratkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan skenario NZE (net zero emission) bisa mencapai 5,95%—6,20% pada 2021—2070. Jika digunakan pendekatan biasanya maka pertumbuhannya sekitar 4,16% pada periode yang sama.
Karena itu, NZE merupakan salah satu prioritas utama di mana Indonesia menargetkannya untuk bisa dicapai pada 2060 atau lebih cepat selaras dengan Paris Agreement. NZE merupakan kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap Bumi.
Beberapa cara bisa ditempuh untuk mencapai NZE, satu di antaranya mengganti/mengurangi pemakaian bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi gas rumah kaca (terutama gas CO2) dengan hidrogen yang ramah lingkungan.
Berbasis Hidrogen
Mengapa harus ekonomi berbasis hidrogen? Perekonomian hidrogen merupakan perekonomian dengan mengandalkan hidrogen sebagai bahan bakar komersial dan industri yang akan menghasilkan sebagian besar energi, barang dan jasa suatu negara.
Visi ini dapat menjadi kenyataan jika hidrogen dapat diproduksi dari sumber energi dalam negeri secara ekonomis dan ramah lingkungan. Perekonomian hidrogen memiliki rangkaian kegiatan yang panjang dengan nilai investasi dan transaksi sangat besar. Rentangnya dimulai dari proses produksi, lalu konversi, dilanjutkan dengan transportasi serta rekonvensi dan penggunaan.
Hidrogen Council, McKinsey & Company (updated Januari 2024) memprediksi kebutuhan hidrogen dunia mencapai 375 juta ton pada 2050. Total investasi yang diperlukan untuk membangun ekosistem hidrogen pada tahun tersebut mencapai US$8 triliun di mana US$70 miliar di antaranya untuk moda transportasi.
Sementara itu, menurut Kementerian ESDM, pada 2023 kebutuhan hidrogen Indonesia mencapai 1,75 juta ton dengan nilai sekitar US$6 miliar. Pada 2061 diprediksi naik hingga lima juta ton. Saat ini, lebih dari 99% hidrogen di Indonesia diproduksi dari gas alam menghasilkan hidrogen abu-abu. Jenis produk ini menghasilkan emisi karbon tinggi (12 ton CO2 per ton hidrogen).
Ke depannya, emisi CO2 tersebut akan jauh berkurang melalui metode carbon capture, utilisation and storge (CCUS) sehingga dihasilkan karbon biru (rendah karbon). Karbon hijau di sisi lain, dalam tahap produksinya sama sekali tidak menghasilkan emisi CO2. Untuk memudahkan distribusi, gas hidrogen dikonversi menjadi gas termampatkan (700 bar), cair (-253 oC), padatan (logam hidrida) atau senyawa hidrogen (amonia dan metanol). Langkah ini membuat transportasi hidrogen jadi lebih mudah dan murah.
Setelah tiba di tempat pemakai akhir, hidrogen tersebut bisa dipakai langsung atau direkonversi sesuai penggunaan. Penggunaan hidrogen dan derivatifnya meliputi beragam pemakaian antara lain industri pupuk, petrokimia, oleokimia, metalurgi, mobil listrik berbahan hidrogen (HFC-EV), pembangkit listrik, bahan bakar untuk kapal laut, pesawat terbang dan lainnya.
Penggunaannya sama sekali tidak menghasilkan emisi CO2 atau gas rumah kaca lainnya. Untuk persaingan global agar Indonesia bisa mengekspor, di samping kapasitas produksi yang lebih menentukan lagi adalah biaya produksi. Kementerian ESDM memprediksi pada 2050, biaya produksi hidrogen di Indonesia bervariasi antara US$1,9—US$3,9/kg hidrogen. Pada periode yang sama, menurut Hydrogen Council, lebih dari setengah produser hidrogen dunia memiliki biaya produksi di bawah US$2,5/kg. Beberapa negara di antaranya bisa mendekati US$1,50/kg bahkan US$1,20/kg. Hidrogen dapat diproduksi hampir di mana saja, tetapi daya saingnya bervariasi antarwilayah dan pasar. Potensi pasokan komersial dan perdagangan dapat dipengaruhi oleh tiga faktor utama.
Pertama, rerata biaya produksi (levelized cost of hydrogen, LCOH). Untuk hidrogen hijau, LCOH terutama ditentukan oleh biaya listrik bersumber EBT, besarnya potensi EBT dan efisiensi elektroliser penghasil hidrogen. Sedangkan untuk hidrogen biru ditentukan oleh biaya lokal, ketersediaan metana dan sarana CCUS serta penetapan harga emisi. Kedua, penerapan CCUS untuk mempercepat produksi hidrogen biru yang rendah karbon.
CCUS dapat dianggap sebagai faktor yang lebih penting dalam menentukan potensi komersial hidrogen rendah karbon dibandingkan harga gas. Ketiga, mencakup unsur-unsur yang dapat memengaruhi daya tarik investasi suatu wilayah. Hal ini mencakup efisiensi pasar, kemampuan industri, ketersediaan tenaga kerja, dan penerimaan masyarakat lokal terhadap pembangunan infrastruktur baru.
Jika Indonesia bisa bersaing untuk ketiga faktor tersebut, ekonomi hidrogen bisa memberikan nilai lebih bermakna bagi negara, investor, masyarakat dan lingkungan. Jika tidak, maka menurut prediksi Hydrogen Council, pada 2050 kebutuhan hidrogen Indonesia lebih besar dari kapasitas produksinya (net impor). Bersiagalah agar sejarah mengimpor BBM tidak terulang lagi untuk hidrogen.
Arif S. Tiammar
Dewan Penasihat AsosiasiProfesi Metalurgi Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Gratifikasi dan Ketidakjujuran Akademik Masih Membayangi Dunia Pendidikan
- HIKMAH RAMADAN: Tasamuh Sesama Muslim dalam Perbedaan Gerakan Salat
- HIKMAH RAMADAN: Merangkul Duka, Menemukan Cahaya
- HIKMAH RAMADAN: Meningkatkan Keterampilan Regulasi Emosi Anak saat Ramadan
- HIKMAH RAMADAN: Lansia Sehat, Berilmu, Bertaqwa, dan Bahagia
Advertisement

Hore! Petani Kulonprogo Mendapat Bantuan Alsintan Traktor dan Pompa Air
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement