Advertisement

OPINI: Loyalitas Karyawan, Apresiasi atau Eksploitasi?

Bartolomeus Galih Visnhu Pradana
Jum'at, 23 Februari 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Loyalitas Karyawan, Apresiasi atau Eksploitasi? Bartolomeus Galih Visnhu Pradana - Dok. Pribadi

Advertisement

Di tengah gemuruh dunia korporasi yang terobsesi dengan produktivitas dan keuntungan, sebuah paradoks sering terabaikan: kesetiaan karyawan, permata langka di era fleksibilitas kerja, berisiko menjadi rantai eksploitasi yang tak terlihat.

Dalam lingkungan kerja yang ideal, kesetiaan dihargai sebagai aset berharga, dengan karyawan setia dipandang sebagai pilar stabilitas dan dedikasi. Namun, ironisnya, penelitian terbaru mengungkap sisi gelap dari kesetiaan ini. Karyawan yang paling loyal seringkali menjadi sasaran eksploitasi paling selektif.

Advertisement

Mari kita selami kisah ironis ini, di mana dedikasi berubah menjadi derita, menggali lebih dalam tentang bagaimana penghargaan atas kesetiaan bisa berubah menjadi eksploitasi yang halus dan merusak.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Stanley et al pada 2023, terdapat suatu ironi mencolok di mana karyawan yang menunjukkan kesetiaan tinggi cenderung dianggap lebih mudah untuk dieksploitasi. Asumsi ini muncul karena loyalitas sering kali diartikan sebagai kesediaan untuk melakukan pengorbanan pribadi demi kepentingan perusahaan atau atasan. Dalam konteks Indonesia, nilai kesetiaan dan hormat terhadap atasan sangat dihargai, fenomena ini bisa menjadi lebih kompleks.

Pertama, kita perlu memahami bagaimana kesetiaan diartikan dalam budaya kerja Indonesia. Kesetiaan sering dihubungkan dengan kerelaan untuk bekerja ekstra, menunjukkan komitmen di luar jam kerja normal, dan menerima tugas tambahan tanpa kompensasi yang setimpal.

Hal ini, meskipun terlihat sebagai dedikasi, sebenarnya bisa membuka pintu bagi praktik eksploitasi oleh manajemen. Ironisnya, karyawan yang loyal ini bukannya mendapat perlindungan atau penghargaan lebih, melainkan menjadi sasaran eksploitasi, seperti bekerja lembur tanpa kompensasi yang memadai, atau diharapkan untuk selalu tersedia, mengorbankan keseimbangan kehidupan pribadi dan pekerjaan mereka. Hal ini menciptakan sebuah lingkaran setan. Semakin loyal seorang karyawan, semakin besar kemungkinan mereka untuk dieksploitasi, dan semakin mereka dieksploitasi, semakin loyal mereka dianggap.

Situasi ini menimbulkan beberapa pertanyaan penting. Apakah wajar mengorbankan kesejahteraan karyawan demi kesetiaan kepada perusahaan? Bagaimana seharusnya perusahaan menghargai kesetiaan yang sebenarnya dari karyawan mereka? Jawabannya terletak pada kebutuhan mendesak untuk mereformasi cara pandang kita terhadap kesetiaan di tempat kerja.

Perusahaan perlu mengembangkan budaya yang menghargai kesetiaan karyawan tidak hanya melalui pengorbanan pribadi mereka, tetapi melalui pengakuan, penghargaan yang adil, dan kesempatan untuk pertumbuhan profesional.

Bukan Alat Eksploitasi

Kesetiaan tidak boleh dijadikan alat untuk eksploitasi, melainkan sebagai dasar untuk membangun hubungan kerja yang lebih sehat dan simbiosis. Pemimpin perusahaan harus menyadari bahwa eksploitasi karyawan loyal tidak hanya merugikan individu tersebut, tetapi juga bisa berdampak negatif pada moral karyawan secara keseluruhan dan pada akhirnya merugikan perusahaan itu sendiri.

Kesetiaan harus diimbangi dengan pemahaman bahwa karyawan juga memiliki hak untuk dihargai, dilindungi, dan diberi kesempatan untuk berkembang. Dengan demikian, kesetiaan bisa menjadi kekuatan yang mempererat ikatan antara karyawan dan perusahaan, bukan sebagai beban yang memperberat satu pihak.

Di akhir perjalanan kita menyelami paradoks kesetiaan ini, terungkaplah bahwa kunci harmoni bukanlah eksploitasi, melainkan apresiasi dan keseimbangan. Saatnya bagi dunia korporasi, terutama di Indonesia, untuk melepaskan pandangan sempit tentang loyalitas sebagai alat eksploitasi dan mulai menghargai karyawan sebagai pilar pertumbuhan bersama.

Dengan mendorong budaya kerja yang sehat dan simbiosis, kita tidak hanya melindungi hak dan kesejahteraan karyawan, tetapi juga menanam benih untuk kemajuan berkelanjutan. Dalam genggaman kita, kesetiaan bisa menjadi jembatan menuju masa depan yang lebih cerah, di mana karyawan dan perusahaan bersama-sama tumbuh dalam rasa saling menghargai dan mendukung.

Bartolomeus Galih Visnhu Pradana
Dosen Program Studi Akuntansi, Fakultas Bisnis dan Ekonomika, Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dua Gol Persebaya Dianulir Wasit, PSS Menang 3-1

Sleman
| Sabtu, 11 Januari 2025, 18:47 WIB

Advertisement

alt

Sinopsis Film Horor Baru Pabrik Gula, Panen Kritikan di Media Sosial

Hiburan
| Kamis, 09 Januari 2025, 21:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement