Advertisement

OPINI: Membangun KIH Unggul

Afdhal Aliasar, Direktur Industri Produk Halal Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah
Selasa, 07 Desember 2021 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Membangun KIH Unggul Kawasan Industri Terpadu Batang di Ketanggan, Kabupaten Batang, Jawa Tengah./Antara - Harviyan Perdana Putra

Advertisement

Pengembangan industri produk halal memasuki babak baru dengan telah lahirnya Kawasan Industri Halal (KIH). Permenperin No. 17 Tahun 2020 telah membuka harapan besar bagi pengembang kawasan industri untuk menjadikan halal sebagai salah satu nilai tambah yang diharapkan dapat mengangkat investasi dan akselerasi industri nasional, khususnya di sektor-sektor yang memang menjadi andalan produk halal, yaitu makanan dan minuman.

Setidaknya sudah ada tiga KIH di Indonesia yaitu Modern Halal Valley di Cikande, Banten, Halal Industrial Park di Sidoarjo, dan Bintan Inti Halal Hub di Bintan, Kepulauan Riau. Kemudian ada belasan calon KIH lainnya yang juga sedang berproses untuk mendapatkan pengakuan statusnya. Sebagai perbandingan, untuk KIH negara jiran Malaysia sudah memulainya beberapa tahun lalu.

Advertisement

Kawasan industri yang berkonsep halal ini memang menyediakan dirinya comply dengan halal assurance atau standar halal yang ditetapkan dalam proses memproduksi produk halal. Misalnya, menjaga agar tidak terkontaminasi dengan bahan non-halal, termasuk juga material yang tadinya halal tetapi karena tidak memenuhi standar kemudian menjadi tidak halal.

Standar halal juga diterapkan pada sumber air yang digunakan. Intinya pengelola kawasan harus terlebih dulu memiliki rencana induk kawasan industri yang di dalamnya terdapat model pengelolaan sistem jaminan produk halal yang berlaku bagi kawasan dan pelaku industri di dalamnya.

Sistem jaminan produk halal ini bukan hal baru yang menyulitkan kalangan industri, karena pada dasarnya mereka sudah menerapkannya sebagai bagian dari proses sertifikasi halal produk selama lebih dari 30 tahun di Indonesia. Melalui KIH penerapan sistem jaminan halal tersebut akan lebih terarah dan memperkuat nilai tambah produk, termasuk juga potensi investasinya.

Dengan tiga KIH yang sudah ada dan penambahan lebih banyak lagi ke depannya menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dan pengelola kawasan industri untuk bisa mengisinya segera. Setidaknya terdapat tiga sasaran pemasaran kawasan untuk KIH ini. Pertama, menarik investasi dari luar negeri.

Bagi investasi baru, berbagai fasilitas seperti pengurangan pajak (tax holiday), insentif/fasilitas pajak (tax allowance), pembebasan PPN/PPN dan PBM, pembebasan bea masuk/BM, pembebasan cukai, peniadaan pungutan PPh 22 impor, relaksasi lartas (larangan dan pembatasan), akan sangat dibutuhkan untuk dapat menyakinkan investor akan daya saing dan keuntungan investasi jangka panjang.

Dalam hal ini konsep KIH tidak dimaknai hanya sebagai skema kawasan industri saja. Namun bisa dalam bentuk kawasan industri, kawasan berikat, pusat logistik berikat, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, serta kawasan ekonomi khusus.

Sasaran kedua yaitu pada sektor UMKM. Klasterisasi UMKM industri produk halal dan relokasi ke dalam KIH diharapkan dapat meningkatkan kualitas produksi, kapasitas dan juga kelangsungan produksi secara berkelanjutan.

Dengan berada di dalam KIH, UMKM akan bisa menyelesaikan permasalahan klasiknya seperti perizinan, keamanan, pencemaran dan polusi, sumber daya air, pasokan energi, dan juga transportasi untuk kemudahan rantai pasok, khususnya produk berorientasi ekspor. Peran pemerintah akan sangat menentukan keberhasilan relokasi ini.

Contohnya, Gubernur Jawa Timur yang menggiring UMKM masuk ke KIH HIPS Sidoarjo dengan mengandeng lembaga perbankan syariah. Upaya ini patut diapresiasi dan dijadikan contoh bagi daerah lain.

Sasaran ketiga adalah industri menengah dan besar yang sudah berkembang di Indonesia dan membutuhkan perluasan lahan industri untuk produk halalnya. Faktor kedekatan dengan bahan baku serta posisi lokasi yang strategis secara bisnis, baik untuk tujuan ekspor maupun untuk distribusi rantai pasok pasar dalam negeri, menjadi kebutuhan utama dalam menentukan pilihan pengembangan, selain tentunya harga lahan di KIH.

KIH juga dapat diarahkan menjadi hub atas bahan baku halal Indonesia yang sangat dibutuhkan oleh industri produk halal dunia. Hub untuk berbagai produk pertanian dan perkebunan seperti halnya kopi, teh, kakao, sawit, cengkeh dan tanaman perkebunan/pertanian lainnya. Termasuk juga produk segar dan olahan laut dan air tawar lainnya. Skema ini akan meningkatkan peran Indonesia dalam global value chain produk halal dunia.

Meniru konsep pengembangan produk keuangan dalam industri perbankan, melalui fungsi account officer yang mampu menerjemahkan produk perbankan yang kompleks kepada nasabahnya, KIH sepertinya juga sangat memerlukan tenaga piawai yang mampu menerjemahkan segala regulasi, fasilitas dan insentif dari pemerintah menjadi senjata pemasaran yang andal. Upaya ini perlu segera dieksekusi oleh para pengelola kawasan.

Sudah saatnya pengelola kawasan industri tidak lagi hanya berpikir untuk menjual lahan kawasan seperti model yang pernah ditempuh pengembang properti.

Justru yang diperlukan adalah penguatan ekosistem industri dan klasterisasi produk, termasuk digitalisasi. Inilah harapan menuju ekosistem industri nasional yang lebih unggul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Syawalan ke Ponpes dan Panti Asuhan, Pj. Bupati Kulonprogo Salurkan Bantuan

Kulonprogo
| Kamis, 18 April 2024, 22:47 WIB

Advertisement

alt

Film Korea Selatan Terbaru, Jo Jung Suk Tampil sebagai Pilot Cantik

Hiburan
| Rabu, 17 April 2024, 23:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement