Advertisement

OPINI: Risiko Penerbitan Rupiah Digital

Agus Herta Sumarto
Sabtu, 28 Januari 2023 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Risiko Penerbitan Rupiah Digital Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam acara Pertemuan Tahunan BI 2022 mengenalkan peta desain rupiah digital. - tangkap layar

Advertisement

Beberapa waktu lalu pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah me­nyepakati penerbitan Undang-Undang Pengem­bangan dan Penguatan Sistem Keuangan (P2SK). Undang-undang (UU) yang disusun secara omnibus ini menyatukan 15 UU yang berkaitan dengan seluruh ekosistem sistem keuangan di Indonesia termasuk di dalamnya tentang pengaturan mata uang rupiah.

Dalam UU P2SK, jenis mata uang rupiah tidak hanya uang kertas dan uang logam sebagaimana terdapat dalam UU No. 7/2011 tentang Mata uang. Pemerintah bersama DPR telah bersepakat untuk menambah jenis mata uang rupiah yang baru dalam bentuk mata uang digital. Terbitnya jenis mata uang rupiah digital ini menandai era baru dari mata uang rupiah.

Advertisement

Di tengah digitalisasi ekonomi yang mengubah pola pikir dan pola perilaku ekonomi masyarakat, penerbitan rupiah digital merupakan suatu keniscayaan. Bahkan saat ini sudah marak muncul mata uang bayangan (shadow currencies) yang perlahan mulai menggantikan peran dan fungsi uang fisik yang diterbitkan oleh negara. Jika peran dan fungsi uang fisik ini terus terkikis oleh mata uang digital maka tidak menutup kemungkinan mata uang fisik yang diterbitkan negara hanya tinggal cerita. Bersamaan dengan proses hilangnya fungsi mata uang fisik, keberadaan bank sentral sebagai penerbit mata uang pun akan tergantikan dengan lembaga-lembaga penerbit mata uang digital yang saat ini sudah mulai berperan sebagai bank sentral bayangan (shadow central banking).

Oleh karena itu, langkah yang sangat berani dari pemerintah bersama DPR dengan menambah mata uang digital ke dalam salah satu jenis mata uang rupiah harus mendapat apresiasi.

Namun, sepertinya jalan cerita penerbitan uang rupiah digital ini masih akan sangat panjang dan berliku. Di dalam UU P2SK tidak dijelaskan secara jelas dan perinci apa yang dimaksud dengan rupiah digital tersebut. Seolah-olah penambahan jenis rupiah digital tersebut baru sebatas ide yang belum matang dan perlu dikaji secara mendalam.

Sebagaimana kita ketahui bersama, dunia digital ibarat hutan belantara yang belum terjamah manusia. Salah memahami arah dan mengambil jalan maka risikonya akan sangat fatal, tersesat dan tidak tahu jalan pulang. Apalagi jika memasuki hutan belantara tersebut pada tengah malam dan tanpa alat penerangan, sudah pasti hasilnya kita akan tersesat makin dalam.

Oleh karena itu, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral harus segera mengeluarkan peraturan turunan dari UU P2SK tersebut yang membahas secara jelas apa yang dimaksud dengan rupiah digital tersebut dan bagaimana mengatur dan mengelolanya supaya tidak menjadi senjata makan tuan. Pemerintah harus bisa memitigasi berbagai kemungkinan risiko dari terbitnya rupiah digital tersebut.

Namun, sejauh ini baik BI maupun pemerintah belum memastikan apa yang dimaksud dengan rupiah digital tersebut. Apakah rupiah digital hanya sebatas perpindahan bentuk saja dari yang tadinya berbentuk fisik menjadi bentuk virtual dengan penanda deretan kode angka elektronik yang tersimpan di dalam jaringan internet.

Jika rupiah digital hanya sebatas perubahan bentuk dari fisik menjadi virtual maka sejatinya rupiah tidak mengalami perubahan radikal. Rupiah hanya mengalami peralihan bentuk tanpa mengubah fungsi dan peran sebelumnya. Rupiah hanya mengalami perubahan dalam cara dan sistem pembayaran. Tidak menambah jumlah uang beredar dan tidak menambah fungsi, tidak juga mengubah karakteristik dari mata uang rupiah selama ini.

Namun, memilih opsi kedua dengan terjun ke dalam ekosistem uang kripto juga memiliki risiko yang tidak kalah besar. Sejauh ini konsep uang digital dengan uang kriptonya masih jauh dari kata matang dan mapan. Konsep uang kripto masih mencari bentuk yang ideal yang dapat digunakan dalam seluruh aktivitas perekonomian di dunia ini secara cepat dan mudah namun tetap aman.

Melihat berbagai risiko tersebut, rasanya pemerintah bersama BI tidak boleh terburu-buru untuk menerbitkan rupiah digital. Perlu kajian yang sangat mendalam yang mungkin membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memitigasi profil risiko yang dimiliki oleh rupiah digital tersebut. Mitigasi dan pengelolaan risiko harus benar-benar bisa dilakukan secara sempurna.

Faktor keamanan, pertahanan, serta kedaulatan sistem keuangan nasional harus menjadi dasar utama penerbitan rupiah digital ini. Sabar dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan menjadi salah satu kunci kesuksesan penerbitan rupiah digital. Tidak perlu tergesa-gesa karena sampai saat ini negara yang benar-benar menggunakan uang kripto sebagai mata uang negaranya bisa dihitung dengan jari satu tangan saja dan negara-negara tersebut tidak termasuk ke dalam jajaran negara dengan sistem ekonomi yang besar dan kuat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Duh, Desentralisasi Sampah DIY Mundur Lagi Menjadi Mei 2024

Jogja
| Jum'at, 19 April 2024, 16:07 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement