Ramadan dan Budaya Kewargaan Digital
Advertisement
Saat ini umat muslim di seluruh dunia menyambut suka cita datangnya bulan Ramadan 1444 H/2023 M. Ramadan sebagai bulan penuh ampunan, seyogyanya dapat menjadi ruang bagi umat muslim untuk mencipta ruang digital yang aman dan nyaman dengan konten-konten yang produktif. Termasuk mendukung peribadatan di ruang digital.
Ramadan hanya satu bulan dalam setahun. Waktu yang sesungguhnya sangat pendek, meski pun bagi yang tidak mengimani dirasakan sangat lama. Terlebih menahan diri untuk tidak tergoda makan, minum, berhubungan badan bagi suami istri di siang hari, maupun menahan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Termasuk untuk menahan diri dari mengunggah konten di kanal Youtube maupun di media sosial: Instagram, Twitter, TikTok, yang tidak mendidik, yang berisi ujaran kebencian, terlebih hoaks. Sehingga bulan Ramadan ini diharapkan dapat menjadi arena bagi warganet untuk sharing tentang hal-hal yang produktif, inovatif, dan konten positif, serta inspiratif.
Advertisement
Dunia digital memberikan ruang yang sangat terbuka bagi siapa pun. Dunia digital telah memberi ruang seluas-luasnya kesempatan kepada semua orang untuk menampilkan ekspresi politik, preferensi gaya hidup bahkan sekadar mendapatkan atensi publik untuk disebut digital influencer. Pun dengan tata cara beragama yang baru di era media baru, hal ini mesti menjadi perhatian bersama oleh mereka yang berperan sebagai pendidik, di berbagai kampus, termasuk oleh para para penceramah agama.
Beberapa gagasan yang juga muncul karena adanya ruang digital adalah permasalahan kewarganegaraan digital, dan budaya partisipasi. Partisipasi sipil dapat beroperasi di semua tingkat komunitas dan dalam konteks komunitas apa pun. Tingkat partisipasi dapat berkisar dari kesadaran melalui keterlibatan hingga memberi pengaruh.
Tiga sub-domain partisipasi sipil menurut (Schulz et al., 2016) antara lain 1) pengambilan keputusan, 2) memengaruhi, 3) partisipasi komunitas. Inilah arena yang dapat dimaksimalkan oleh para agamawan serta akademisi untuk melakukan transformasi pendidikan maupun spiritualitas secara tepat kepada audiens.
Kewargaan digital dapat dipahami sebagai individu yang mengembangkan keterampilan dan pengetahuan untuk menggunakan internet dan teknologi digital secara efektif. Individu yang menggunakan teknologi digital dan Internet dengan cara yang tepat dan bertanggung jawab untuk terlibat dan berpartisipasi dalam masyarakat dan politik secara efektif. Oleh karena itu kewargaan digital dapat juga bermakna siapa pun yang menggunakan teknologi digital modern dapat dianggap sebagai warga digital.
Namun tanggung jawab dan “kesadaran” dalam menggunakannya menjadi garis bawah penting dalam penyebutan kewargaan digital. Ramadan sebagai bulan penuh rahmat, ampunan, ini digunakan untuk membangun spirit meningkatkan budaya kewargaan digital agar dunia digital semakin mencerahkan bagi umat dan bangsa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Yura Yunita Umumkan Bakal Menggelar Konser Tunggal Februari 2025
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement