Advertisement

OPINI: Mengurai Kredit Macet UMKM

Adelia Pratiwi
Sabtu, 14 Oktober 2023 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Mengurai Kredit Macet UMKM Adelia Pratiwi - JIBI

Advertisement

Pada Juli 2023, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kabinetnya untuk meningkatkan akses pembiayaan bagi usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) melalui ke bijakan hapus buku dan hapus tagih kredit macet UMKM.

Arahan tersebut menyasar kredit UMKM pada lembaga keuangan milik pemerintah baik bank maupun non-bank sebagai mana diamanatkan UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).

Advertisement

Urgensi kebijakan ini cukup tinggi, mengingat banyaknya UMKM yang bermasalah dengan kredit perbankan. Di masa pandemi Covid-19 misalnya, debitur UMKM yang kreditnya macet sehingga diberikan fasilitas keringanan melalui program restrukturisasi mencapai 5,5 juta debitur. Meski kini sudah berkurang signifikan yaitu sekitar 50%, jumlah debitur UMKM dalam kesulitan pembayaran masih tinggi. Pemberian akses kredit bagi UMKM yang masih memiliki status kredit macet akan sangat sulit dilakukan oleh lembaga keuangan karena terikat dengan regulasi mengenai penyaluran kredit yang dilakukan dengan prinsip kehati-hatian.

Terlebih apabila lembaga keuangan tersebut modalnya berasal dari penanaman modal negara yang berasal dari APBN. Hapus buku dan hapus tagih sebagai satu paket kebijakan dapat menjadi solusi bagi status kredit UMKM.

Namun, ada dampak yang berbeda dari kebijakan ini bagi lembaga keuangan. Hapus buku tidak terlalu berpengaruh karena merupakan tindakan internal bank untuk mencatat kredit macet sebagai kerugian. Namun, hapus buku tidak menghapus kewajiban debitur untuk melunasi maupun hak bank untuk menagih, sedangkan hapus tagih sebaliknya.

Sehingga apabila kelak dengan upaya penagihan kredit yang telah dihapus buku tersebut dapat dipulihkan, itu akan menjadi pendapatan pemulihan utang (debt recovery) bank. Bank tidak ingin kredit yang disalurkannya menjadi macet, tetapi saat kreditnya sudah macet perlu ditangani dengan baik agar tidak 100% menjadi kerugian. Untuk bank di negara berkembang seperti Indonesia, penanganan kredit macet umumnya belum optimal karena belum memiliki pasar dengan NPL yang baik. Negara lain seperti Korea dan Eropa misalnya memiliki opsi penjualan ke lembaga manajemen aset, sekuritisasi, dan bahkan memiliki marketplace untuk kredit macet.

Untuk negara yang belum memiliki berbagai instrumen ini, regulasi hapus buku dan hapus tagih bisa menjadi opsi kepastian penanganan. Bank Dunia (2019) menemukan bahwa kebijakan hapus buku membawa manfaat bagi bank. Pertama, bank menjadi lebih fokus untuk mencari peluang pendanaan baru, dibandingkan melakukan penagihan yang tidak strategis untuk kredit macet yang pada kenyataannya sulit dipulihkan. Kedua, bank dapat memiliki rasio NPL yang rendah karena kredit macet tersebut diha-puskan dari pembukuannya. Ketiga, kebijakan tidak berdampak terhadap keuangan bank, apalagi jika kerugian kredit tersebut sudah diserap dengan penyisihan kerugian kredit di awal sebesar 100%.

Tidak Tanpa Biaya
Dari laporan masing-masing bank, terlihat bahwa hapus buku adalah biaya yang mampu diserap oleh bank. Terbukti, meskipun bank BUMN seperti BRI, Bank Mandiri, dan BNI memiliki riwayat hapus buku pada 2022 masing-masing senilai Rp22,1 triliun, Rp16,9 triliun dan Rp9,8 triliun dan pada 2021 masing-masing senilai Rp17,7 triliun, Rp15,9 triliun dan Rp9,5 triliun, penghapusan tersebut tidak memengaruhi kondisi keuangan bank.

Hal ini berkat kuatnya pencadangan kerugian dan permodalan bank-bank BUMN ini. Kendati demikian, pada laporan keuangan bank 2022, terlihat sebagian utang yang telah dihapusbuku akhirnya dapat ditagih. Namun, perkiraan utang yang dapat dipulihkan per tahun bervariasi antarbank yakni BRI Rp13 triliun, Mandiri Rp8 triliun, BNI Rp4 triliun.

Jumlah inilah yang akan memengaruhi kondisi keuangan bank BUMN ke depan, berupa potensi pendapatan yang hilang (revenue forgone). Untuk mendorong hapus buku dan hapus tagih yang ternyata tidak tanpa biaya, diperlukan kriteria.

Berdasarkan praktik yang berlaku di negara-negara lain, kredit yang wajar untuk dihapus buku adalah kredit yang sudah jelas macet dan kecil kemungkinan tertagih dalam waktu dekat. Indikator dari tidak tertagih ini secara umum adalah tidak adanya pembayaran baik pokok maupun bunga selama 180 hari. Selain itu, besarnya bantalan cadangan kerugian juga menjadi syarat hapus buku di negara lain.

Apabila cadangan sudah dialokasikan secara gradual dari awal dan mencapai 100%. Ketika kredit itu macet dapat langsung dihapus buku. Selanjutnya, hapus tagih dapat dilakukan dengan kriteria yang lebih ketat karena menyangkut pendapatan debt recovery yang hilang.

Untuk membatasi jumlahnya, tentunya diperlukan kriteria yang terkait dengan debitur. Debitur seperti apa yang akan diberikan fasilitas ini, sebenarnya telah diamanatkan dalam Pasal 250 dan 251 UU P2SK.

Pasal-pasal tersebut membatasi kebijakan hanya berlaku bagi debitur (i) yang utangnya telah direstrukturisasi sebelumnya, (ii) debitur yang mempunyai “iktikad baik”, dan (iii) debitur yang telah diterapkan “penagihan optimal” namun tetap tidak dapat membayar pokok kredit dan bunganya.

Kriteria pertama tentang restrukturisasi sangat relevan karena dengan demikian kebijakan ini hanya diperuntukkan bagi UMKM yang kreditnya macet karena faktor eksternal seperti bencana Covid-19.

Kriteria kedua tentang ‘iktikad baik’ juga adil, karena tentunya kebijakan ini ingin mengecualikan debitur yang memiliki riwayat penipuan (fraud). Terakhir, ‘penagihan optimal’ juga sangat relevan karena kriteria ini menjadikan hapus buku dan hapus tagih sebagai opsi terakhir bagi bank.

Agar terdapat kepastian hukum, pemerintah bisa mempertimbangkan kajian Bank Dunia (2019) yang menemukan bahwa penagihan optimal adalah sekitar tiga tahun setelah kredit tersebut dihapus buku. Ini mengacu ke praktik di Eropa, untuk mendorong kepastian hukum status kredit debitur, apabila dalam tenggat waktu tersebut bank tidak melakukan tindakan apa pun untuk memulihkan kreditnya. 

Adelia Pratiwi
Analis Kebijakan di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadi Korban Gendam Seorang Bule, Pedagang di Pasar Playen Rugi Jutaan Rupiah

Gunungkidul
| Rabu, 18 Juni 2025, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Aktor Arbani Yasiz Resmi Bertunangan dengan Raissa Ramadhani

Hiburan
| Selasa, 17 Juni 2025, 14:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement