Advertisement
OPINI: Stagnasi Pertumbuhan Ekonomi
Advertisement
Kondisi perekonomian nasional pada 2024 diprediksi belum terlalu menggembirakan. Bahkan, sejumlah lembaga internasional memproyeksikan ekonomi Indonesia akan cenderung stagnan. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 sebesar 5,0% (year-on-year/YoY).
Sementara itu, Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2024 juga berada di kisaran 5,0% YoY. Menjelang tahun politik, diperkirakan kinerja investasi akan terhambat karena mereka menunggu kepastian situasi politik dan siapa kandidat yang terpilih. Dalam RPJMN 2020—2024, target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang direncanakan sesungguhnya sekitar 6%.
Advertisement
Tetapi, melihat berbagai kondisi internal maupun global—seperti perang Rusia vs Ukraina yang tak kunjung usai dan juga konflik antara Israel vs Palestina yang baru saja pecah—, maka bisa dipastikan Indonesia makin sulit keluar dari jebakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%.
Faktor Penyebab
Presiden Joko Widodo dalam Pidato pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2024 pada 16 Agustus 2023 menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 sebesar 5,2%. Di tengah situasi perlambatan ekonomi global dan resesi ekonomi di banyak negara, ada risiko target itu sulit dicapai dan bahkan mungkin lebih kecil dari 5%. Selama setahun terakhir, proses pemulihan ekonomi Indonesia tergolong baik.
Bila dibandingkan benyak negara maju lain, kondisi perekonomian nasional masih lebih menggembirakan. Upaya pemulihan ekonomi Indonesia pasca-pandemi Covid-19, diakui atau tidak banyak terbantu oleh tingginya harga sejumlah komoditas unggulan, seperti batubara, nikel, kelapa sawit, dan sejumlah komoditas lainnya.
Masalahnya adalah ketika kenaikan harga berbagai komoditas itu mulai turun. Sekitar pertengahan 2023, kita bisa melihat bahwa harga dari berbagai komoditas penunjang proses pemulihan ekonomi Indonesia dilaporkan mulai mengalami penurunan. Indonesia tidak lagi bisa menikmati kenaikan harga komoditi unggulannya, karena harga di pasaran pelan-pelan mulai tertata. Sementara itu, di sisi yang lain, kebijakan penghilran yang dikembangkan ternyata belum memperlihatkan hasil seperti yang diharapkan.
Alhasil, pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan diperkirakan akan mengalami perlambatan. Sejumlah faktor yang menghambat peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah: Pertama, berkaitan dengan kualitas regulasi yang belum berjalan seperti yang diharapkan. Meski pemerintah telah melakukan transformasi politik dan tata kelola negara, meskipun demikian kualitas kebijakan regulasi Indonesia harus diakui masih jauh tertinggal di bawah Singapura, Malaysia, dan Thailand.
Kedua, berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia. Berbeda dengan negara maju yang memiliki angkatan kerja yang mumpuni, di Indonesia kualitas SDM yang ada umumnya masih jauh dari layak. Baik dalam penguasaan keterampilan dan pendidikan, sebagian besar angkatan kerja yang ada masih kurang dan mismatch dengan kebutuhan dunia industri. Ketiga, berkaitan dengan inefisiensi kinerja aparatur birokrasi di Tanah Air. Pengalaman telah banyak memperlihatkan ketika birokrasi masih rawan terkontaminasi praktik korupsi dan memperpanjang rantai birokrasi, maka risikonya aktivitas ekonomi menjadi berbiaya tinggi.
Tidak sedikit investor yang enggan menanamkan modalnya di Indonesia karena harus menghadapi kerja birokrasi yang berbelit. Keempat, berkaitan dengan peran APBN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Kalau menurut kalkulasi Kementerian PPN/Bappenas, seharusnya setiap peningkatan anggaran belanja kementerian atau lembaga sebesar 1% akan memberikan dampak bagi angka pertumbuhan ekonomi sebesar 0,06%. Tetapi, dalam praktik apa yang terjadi justru sebaliknya. Pada 2018—2019, misalnya tercatat terjadi peningkatan anggaran belanja Pemerintah Pusat sebesar 2,8%, tetapi dampaknya pada pertumbuhan ekonomi justru negatif 0,20%.
Secara potensi, pada 2018 sampai 2019, dengan peningkatan anggaran belanja Pemerintah Pusat, dampak pada pertumbuhan ekonom nasional seharusnya 0,17%, tetapi faktanya justru negatif 0,20%. Inilah bukti bahwa peran APBN ternyata belum seperti yang diharapkan.Untuk mendongkrak investasi dan memacu pertumbuhan ekonomi sesuai target. Pemerintah selama ini sudah berusaha memangkas berbagai aturan agar menciptakan iklim kemudahan berusaha dan investasi. Selain itu, pemerintah juga telah berupaya untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi dalam tata kelola belanja negara, sehingga peran anggaran pembangunan yang dikucurkan ke masyarakat akan dapat berdampak positif bagi pertumbuhan ekonomi.
Memastikan berbagai upaya yang dilakukan benar-benar menghasilkan manfaat seperti yang diharapkan, kuncinya tak pelak adalah komitmen dan konsistensi dalam pelaksanaannya. Percuma berbagai aturan disederhanakan jika dalam praktik masih ada oknum aparatur birokrasi yang menyimpang.
Pelibatan masyarakat, pers dan stakeholder terkait dalam pengawasan pelaksanaan proses transformasi ekonomi harus benar-benar diwujudkan agar praktik-praktik moral hazard dapat dieliminasi. Tanpa ada kesungguhan dan pengawasan yang kuat, jangan harap ekonomi Indonesia pada 2024 bisa tumbuh sesuai target yang telah dipatok.
Bagong Suyanto
Guru Besar Sosiologi Ekonomi Fisip Universitas Airlangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Gratifikasi dan Ketidakjujuran Akademik Masih Membayangi Dunia Pendidikan
- HIKMAH RAMADAN: Tasamuh Sesama Muslim dalam Perbedaan Gerakan Salat
- HIKMAH RAMADAN: Merangkul Duka, Menemukan Cahaya
- HIKMAH RAMADAN: Meningkatkan Keterampilan Regulasi Emosi Anak saat Ramadan
- HIKMAH RAMADAN: Lansia Sehat, Berilmu, Bertaqwa, dan Bahagia
Advertisement

Polisi Selidiki Video Viral Pengendara Diduga Diancam Sajam di Jalan Jogja-Wonosari
Advertisement
Advertisement
Advertisement