Advertisement
HIKMAH RAMADAN: Merasakan Kelezatan Ramadan

Advertisement
Ramadan bukanlah bulan yang semata-mata untuk menguji manusia dengan berbagai ibadah di dalamnya apalagi untuk menyulitkan. Namun sesungguhnya ia adalah bulan di mana umat Islam dirancang untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Hanya saja sebagian umat Islam masih melihatnya sebagai beban atau hanya merupakan rutinitas ritual semata. Padahal jika dijalani dengan ikhlas dan pemahaman yang benar, ibadah di bulan Ramadan memiliki target atau tujuan mulia bagi semua kalangan generasi dari umat Islam utamanya adalah aspek ketakwaan.
Advertisement
Untuk meraih tujuan mulia itulah, Allah SWT melakukan beberapa pendekatan agar ada pengondisian jiwa sehingga manusia menerimanya dengan rida.
Sebagaimana seruan Allah SWT dengan, “Yaa ayyuhalladziina aamanu”. Hal ini merupakan panggilan kasih sayang Allah SWT kepada orang-orang beriman secara khusus, karena dengan panggilan tersebut orang beriman akan merespons dengan sami’na wa atha’na sebagai ungkapan ketulusan dan kepatuhan, sehingga jiwa merasa ringan bahkan senang dalam melaksanakan kewajiban.
Maka jika jiwa sudah tunduk dengan keimanan akan menjadi energi untuk melaksanakan kewajiban menuju targetnya.
Allah SWT juga memberikan motivasi bagi orang-orang beriman dengan pendekatan sejarah, sebagaimana firmanNya, “Kama kutiba ‘alalladzina min qablikum (sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian)”.
Pendekatan sejarah ini juga dimaksudkan untuk memberikan motivasi agar orang-orang beriman tidak merasa berat dalam melaksanan puasa di bulan Ramadan penuh. Karena kewajiban puasa ini bukan kewajiban pertama dalam sejarah agama-agama dan bukan hal baru dalam syariat, tetapi merupakan syariat yang diwajibkan pula oleh Allah kepada umat-umat terdahulu.
Secara psikologis, banyaknya orang yang ikut melaksakan suatu kewajiban bisa meringankan beban yang dirasakan jiwa manusia. Apalagi di antara karakter jiwa manusia ini tidak menyukai ikatan kewajiban, karena jiwa manusia cenderung ingin bebas tidak dibatasi berbagai aturan.
Tidak hanya pendekatan dengan panggilan kasih sayang dan pendekatan sejarah saja, Allah SWT juga melakukan pendekatan psikologi bahasa.
Sebagaimana firmanNya, “Ayyaman ma’dudat (yaitu beberapa hari tertentu…" (QS. Al-Baqarah: 184). Dalam ayat ini Allah SWT menyebut lama pelaksanaan puasa Ramadan dengan "beberapa hari tertentu", tidak dengan "satu bulan", padahal pelaksanaannya selama satu bulan Ramadan penuh.
Dengan demikian ada kesan di dalam jiwa manusia bahwa puasa sebulan Ramadan ini tidak lama, apalagi bagi orang yang bisa menikmati kelezatan spiritualnya.
Ungkapan ini, "beberapa hari tertentu", juga mengisyaratkan agar kita benar-benar memanfaatkan hari-hari Ramadan ini untuk melakukan sebanyak mungkin kebaikan, fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan) dengan ibadah dan ketaatan. Karena hari-hari Ramadhan sangat singkat bagi orang yang ingin mengisi bekal terbaik untuk perjalanan sebelas bulan ke depan. Dia harus melakukan optimalisasi bulan penuh berkah ini.
Selanjutnya Allah SWT menyebutkan tujuan mulia dari ibadah puasa di bulan Ramadan yaitu dengan, “la’allakum tattaqun (agar engkau bertakwa)”.
Ini untuk menjelaskan bahwa puasa ini bukan hanya ujian semata, juga bukan tugas yang tidak punya tujuan.
Dari hal inilah ibadah puasa Ramadan tak ubahnya suatu madrasah istimewa bagi orang beriman yang memiliki beberapa keutamaan dan bisa diraih. Pertama, ibadah puasa Ramadan merupakan latihan pengendalian diri, agar orang beriman tidak dikendalikan oleh hawa nafsu namun justru mengendalikan hawa nafsu.
Kedua, ibadah puasa Ramadan juga merupakan tarbiyah (pendidikan), yaitu proses pembelajaran yang terencana dan sadar untuk mengembangkan potensi melalui berbagi aktivitas ibadah selama bulan Ramadan. Dari sana umat Islam yang belum mahir membaca Al Qur’an bisa belajar hingga menjadi lebih baik, dan sebagainya.
Ketiga, Ramadhan mengajak orang beriman untuk ishlah (perbaikan). Selama Ramadhzn banyak sekali tausiyah dan amal yang bisa di dapat untuk diambil hikmah dan pelajaran. Jiwa-jiwa yang kotor akan menjadi lebih bersih dari sebelumnya. Keempat, Ramadhan adalah bulan peningkatan dan pengembangan, dimana kepribadian orang yang berpuasa akan menjadi manusia yang utama dan memiliki kepribadian yang kuat.
Tujuan atau target ini membuat orang yang berpuasa di bulan Ramadhan bersemangat dan dengan senang hati menjalani puasa, karena ada target mulia yang diharapkan di sisi Allah SWT.
*Dosen Prodi Teknik Sipil, Fakultas Teknik UMY.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement

Hutan Ternyata Bisa Jadi Tempat Terapi untuk Memulihkan Kesehatan Fisik dan Mental
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement