Advertisement

OPINI: Adat dalam Narasi Pembangunan

Azis Khan
Rabu, 14 November 2018 - 07:25 WIB
Budi Cahyana
OPINI: Adat dalam Narasi Pembangunan Upacara adat Ki Ageng Wonolelo di Sleman. - Antara/Andreas Fitri Atmoko

Advertisement

Pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk membangun kesejahteraan masyarakat dan mengurangi jumlah penduduk miskin. Untuk itu perlu investasi guna membuka kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, pendapatan asli daerah (PAD), dan mendongkrak perolehan pajak dan devisa.

Meningkatnya peran investasi menunjukkan adanya pergeseran ke arah struktur pertumbuhan ekonomi yang lebih produktif. Investasi menjadi motor pertumbuhan baru, karena itu investasi penting, dan penghambatnya perlu diatasi. Peningkatan investasi membutuhkan stabilitas keamanan, selain kepastian hukum dan penegakannya.

Advertisement

Begitulah kiranya sejumlah narasi pembangunan yang sering kita dengar dan saksikan selama ini. Kesannya positif dan ideal, sampai kemudian terselip narasi lanjutannya terkait “stabilitas kemanan” yang dibutuhkan demi investasi. Selipan narasi ini sempat viral berupa caption bahan presentasi dari hajatan Dialog Nasional ke 8 “Indonesia Maju” pada 11 Maret 2018 lalu.

Tertulis di situ bahwa salah satu upaya untuk menjaga stabilitas keamanan adalah meredam penolakan pembangunan oleh masyarakat adat. Ini menjadi pelengkap narasi lain yang senada, bahwa lahan masyarakat adat tidak produktif, bernilai ekonomi rendah, sehingga harus diusahakan agar menghasilkan kemakmuran.

Frase “harus diusahakan” itu dalam praktiknya dan dalam banyak kasus di lapangan adalah mengundang investor di lahan masyarakat adat, sedemikan rupa, sampai masyarakat adat tidak saja termarginalisasi tapi secara fisik terusir dari tanahnya sendiri. Dalam bahasa para aktivis pergerakan masyarakat adat, pembangunan menjadi pembenaran atas perampasan wilayah, tanah, dan sumberdaya milik masyarakat adat.

Lalu, pembangunan itu untuk siapa sesungguhnya? Situasi ini menjadi kontradiktif atas bangunan normatif narasi pembangunan itu. Dugaan kuat, ini dimungkinkan antara lain karena kurangnya pemahaman para pembuat kebijakan sekaligus pengkonstruksi narasi pembangunan perihal data dan informasi otentik seputar kehidupan keseharian dan keragaan ekonomi wilayah dan masyarakat adat. Ini dapat diamati, a.l. atas fakta bahwa berbagai data dan informasi masyarakat adat dimaksud belum – kata halus untuk tidak, tertuang dalam statistik resmi pemerintah dan diskursus di internal pemerintah seputar orientasi dan keberpihakan pembangunan.

Komunitas Masyarakat Adat Dayak Seberuang, adalah satu dari ratusan sub suku dayak di Kalimantan. Komunitas ini hidup a.l. di wilayah Desa Riam Batu, Kecamatan Tempunak, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, berjarak berjarak 77 km saja dari Ibu Kota Kabupaten. Luas desa yang hanya 5.000-an hektare dengan penduduk 264 KK ini memiliki potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang berlimpah.

Aliran air dari hutan adat yang ada dengan fungsi lindung sudah mampu melayani setidaknya tiga pembangkit listrik mikro-hidro dengan kapasitas antara 26 – 74 KW dan dapat melayani kebutuhan listrik untuk penerangan dan lainnya sekira 300-400 rumah, penerangan jalan, kantor desa, sekolah dasar, puskesmas, dan polindes di tiga dusun di desa itu. Air dari sumber yang sama juga dimanfaatkan untuk air bersih dengan pipanisasi ke rumah-rumah penduduk.

Keseluruhan proses pembangunan kedua infrastruktur fisik itu dibangun swa-dana dan swa-kelola dengan mitra setempat tanpa uluran tangan pemerintah yang signifikan. Kondisi jalan untuk menuju desa itu, misalnya, masih memerlukan waktu tempuh 4-5 jam terutama saat musim hujan, itupun mesti dengan kendaraan 4x4. Jalan itu masih berupa tanah dengan minimum pengerasan dan kondisi topografi jalan yang tergolong super terjal.

Hasil studi ekonomi di desa itu baru-baru ini menunjukkan hal-hal menarik lainnya relatif atas narasi utama dan selipannya di awal tulisan ini. Keseluruhan komunitas masyarakat adat dayak Seberuang hidupnya bergantung atas keberadaan sumberdaya alam dan lingkungannya. Teridentifikasi seratusan lebih macam manfaat berupa produk komoditas dan jasa lingkungan yang mereka manfaatkan. Dari seratusan ini teridentifikasi beberapa komoditas yang diakui sebagai penggerak utama perekonomian. Air adalah salah satunya. Sesuai pengakuan mereka, air memiliki dua dimensi sekaligus, sebagai komoditas dan jasa dari keberadaan hutan adat mereka: pembangkit listrik mikrohidro dan air bersih.

Hasil valuasi ekonomi atas keseluruhan komoditas penggerak utama ini menunjukkan bahwa proxy nilai ekonomi per kapita wilayah adat dayak Seberuang di Desa Riam Batu ini sebesar Rp36,45 juta /tahun atau Rp3,04 juta/bulan. Perhitungan ini masih bersifat sangat konservatif minimalis, karena banyak sekali hal yang belum masuk hitungan, a.l. manfaat yang sifatnya natura (non-cash revenue). Manfaat tidak langsung lainnya, seperti hutan sebagai pengatur fungsi hidro-orologi dan manfaat non-ekonomi, seperti kearifan lokal dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan, belum dilirik dalam kalkulasi ini.

HARAPAN KE PEMERINTAH

Nilai PDRB per kapita Kabupaten Sintang 2016 adalah Rp27,89 juta lebih kecil dari nilai ekonomi wilayah masyarakat adat dayak Seberuang (Rp36,45 juta/tahun). Upah minimum (UMK) Kabupaten Sintang 2017 sebesar Rp 2,03 juta/bulan lebih kecil dari nilai ekonomi masyarakat adat dayak Seberuang (Rp3,04 juta/bulan). Persandingan angka-angka ini menunjukkan bahwa masyarakat dan wilayah adat Seberuang memiliki keragaan ekonomi yang dalam kadar hitungan konservatif minimalis saja mampu melampaui apa yang maksimal pemerintah dapat siapkan.

Pengabaian atas realita ini menjurus pada kecenderungan pemerintah untuk lebih mendukung investor memanfaatkan lahan “yang nilainya rendah” itu. Artinya, agenda pemerintah sejatinya hanya perlu fokus minimal pada penyiapan prakondisi dan faktor-faktor pemungkin untuk perekonomian masyarakat adat dapat bertumbuh dan berkembang. Prakondisi prioritas yang perlu segera disiapkan a.l. infrastruktur dasar, yakni perbaikan jalan dan jembatan dan penyediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang saat ini masih sangat minim. Dari aspek hukum dan kelembagaan, pengakuan pemerintah atas atas akses dan wilayah masyarakat adat sangat diharapkan untuk memastikan keamanan jangka panjang ruang kelola mereka dan mendorong investasi oleh anggota masyarakat itu sendiri.

Berangkat dari hasil studi itu, dan fakta bahwa ada banyak “Seberuang-seberuang” lain seantero NKRI, pemerintah perlu segera menata ulang narasi pembangunan dengan tidak menegasikan keberadaan dan menganggap rendah keragaan ekonomi wilayah masyarakat adat untuk apapun alasan di balik keistimewaan investasi.

Kebutuhan pembaruan narasi pembangunan juga telah menjadi perhatian global. Salah satunya tercetus dalam Deklarasi Bandung pada Global Land Forum 2018 di Bandung 22 - 27 September lalu. Salah satu poin deklarasi tersebut menegaskan bahwa keberhasilan kita dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan akan sangat bergantung pada kesediaan dan komitmen semua pihak untuk secara fundamental mengubah sistem yang selama ini kental mempromosikan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, memicu konflik dan eksklusif.

Yakinlah bahwa masyarakat adat manapun, seperti masyarakat kebanyakan lainnya, tidak anti pembangunan. Pemerintah perlu memastikan bahwa pembangunan adalah berinvestasi di wilayah dan beriring sejalan dengan masyarakat adat. Pemerintah perlu memastikan perlindungan atas hak-hak ekonomi dan hak kepemilikan masayarakat adat atas lahannya yang sudah beratus tahun mereka miliki jauh sebelum NKRI ada.

Pastikan pula tidak ada unsur pemaksaan dan/atau fasilitasi alih kepemilikan lahan masyarakat kepada korporasi. Itulah bentuk utama dari pembangunan untuk kesejahteraan sejati yang perlu jadi narasi utama pembangungan.

*Penulis adalah Senior Associate pada Conservation Strategy Fund.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Siap-siap Lur, Pemkab Kulonprogo Buka 90 Formasi CPNS dan PPPK untuk 205 Posisi, Berikut Rinciannya

Kulonprogo
| Jum'at, 19 April 2024, 13:57 WIB

Advertisement

alt

Siap-Siap! Ini Jadwal dan Cara Ikut War Tiket Konser Sheila on 7

Hiburan
| Kamis, 18 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement