Advertisement

OPINI: Strategi Memacu Kinerja Ekspor Perikanan

Rezi Hidayat, Peneliti di Rokhmin Dahuri Institute
Rabu, 06 Maret 2019 - 08:00 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Strategi Memacu Kinerja Ekspor Perikanan Nelayan membersihkan kapal 3 GT bantuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan di Kelurahan Lapulu, Kendari, Sulawesi Tenggara, Senin (4/2/2019). - ANTARA/Jojon

Advertisement

Tahun 2018 menjadi catatan buruk bagi kinerja perdagangan internasional Indonesia. Bagaimana tidak? Defisit neraca perdagangan Indonesia terjun bebas ke titik terendah sepanjang sejarah.

Capaian ekspor tahun lalu sebesar US$180,06 miliar atau hanya tumbuh 6,65%, jauh dari target yang ditetapkan pemerintah sebesar 11%. Sementara, nilai impor mencapai US$188,63 miliar atau naik 20,15% dari tahun sebelumnya. Alhasil, defisit sebesar US$8,57 miliar ini melampaui nilai terendah yang pernah dialami sebelumnya pada 2013 sebesar US$4,06 miliar.

Advertisement

Berbagai dalil menyebut kondisi ini terjadi akibat faktor eksternal, seperti adanya perlambatan pertumbuhan ekonomi global maupun pengaruh perang dagang antara China dan Amerika Serikat.

Namun, jika mau menelisik lebih dalam, kondisi ini sebenarnya membuktikan bahwa kinerja perniagaan Indonesia ini tidaklah optimal, utamanya dalam hal ekspor.

Potensi eskpor Indonesia sejatinya mampu menghasilkan kinerja perdagangan yang positif guna mendorong pertumbuhan ekonomi. Sayangnya, selama ini performa ekspor kita masih saja mengandalkan komoditas primer seperti crude palm oil (CPO), bahan bakar mineral maupun minyak dan gas dengan kontribusi sekitar 30% terhadap total nilai ekspor.

Padahal pada prakteknya, komoditas tersebut sangat rentan terkoreksi kinerjanya akibat ketidakpastian fluktuasi harga dan permintaan internasional. Alhasil, ketika harga CPO turun drastis seperti tahun lalu yang berimbas pada anjloknya nilai ekspor CPO Indonesia hingga -11,3%, maka nilai defisit neraca perdagangan menjadi begitu lebar.

Hal ini mestinya menjadi perhatian serius bagi kita untuk mulai fokus mengembangkan sektor unggulan lainnya yang berpotensi besar meningkatkan kinerja ekspor secara optimal.

Pemerintah pun mulai tahun ini telah memilih delapan sektor industri yang akan menjadi andalan baru ekspor nasional, diantaranya sektor industri otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), produk kimia, elektronik, makanan dan minuman, permesinan, furnitur, serta perikanan.

Dari kedelapan sektor tersebut yang masih sangat leluasa untuk dikembangkan dan mampu memberi nilai ekspor yang signifikan adalah sektor perikanan.

Sebagai negara kepulauan dan bahari terbesar di dunia, Indonesia sejatinya memiliki potensi perikanan yang sulit ditandingi. Sayangnya, hingga kini potensi tersebut masih belum banyak dimanfaatkan. Hingga 2016, pemanfaatan potensi lestari sumber daya ikan di perairan laut Indonesia baru mencapai 49% atau 6,11 juta ton ikan dari hasil tangkapan.

Sementara pemanfaatan potensi untuk perikanan budidaya hanya sekitar 7% dari 17,20 juta ha lahan potensial yang dimiliki dengan capaian produksi sebesar 16,68 juta ton.

Dari capaian tersebut, kontribusi terhadap nilai ekspor nasional hanya 2,87% atau sebesar US$4,17 miliar, dimana andil terbesar berasal dari komoditas udang (38%), disusul tuna-tongkol-cakalang (14%), cumi-sotong-gurita (8%), kepiting-rajungan (7%), rumput laut (4%), dan lainnya sebesar 29% (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2016).

Melimpahnya potensi yang belum tergarap tersebut tentunya membuka peluang pengembangan bagi sektor perikanan untuk lebih meningkatkan kinerja ekspor secara optimal. Sebagai gambaran betapa dahsyatnya potensi nilai ekspor sektor perikanan dapat dilihat dari usaha budidaya udang yang menjadi kontributor terbesar ekspor perikanan.

Jika kita estimasi untuk usaha tambak udang vaname secara intensif sekitar 500.000 hektar dengan produktivitas rata-rata 40 ton/hektar/tahun, maka bisa diproduksi 20 juta ton udang/tahun.

Dengan harga udang on-farm rata-rata US$5/kg, bisa dihasilkan US$100 miliar/tahun. Bila diekspor setengahnya saja maka kita akan menghasilkan devisa US$50 miliar/tahun, lebih unggul dari nilai ekspor komoditas unggulan selama ini, seperti CPO (US$20,34 miliar), bahan bakar mineral (US$24,60 miliar) maupun minyak dan gas (US$17,40 miliar) (Kementerian Perdagangan, 2018).

Upaya Pengembangan

Agar sektor perikanan benar-benar mampu meningkatkan kinerja ekspor secara optimal, maka permasalahan klasik yang masih mengadang seperti rendahnya daya saing produk, kualitas SDM, akses permodalan, akses pasar, dan iklim usaha perlu segera dibenahi.

Upaya ini mesti mendapat dukungan dari seluruh komponen usaha, baik pemerintah, pelaku usaha maupun masyarakat lainnya untuk saling bersinergi satu sama lain.

Dalam hal itu setidaknya sejumlah langkah strategis mesti dilakukan. Pertama, penguatan struktur industri perikanan nasional yang terintegrasi dari hulu ke hilir.

Rintisan klaster industri perikanan perlu diperkuat secara sistemik dan dievaluasi secara terukur guna tercipta mekanisme bisnis yang adil diantara penyedia sarana produksi, nelayan/pembudidaya, industri pengolahan, dan pasar.

Kedua, peningkatan daya saing produk perikanan nasional dengan peningkatan mutu sesuai standar internasional melalui sertifikasi. Pemerintah perlu mengintervensi pelaksanaan sertifikasi agar segera terealisasi mulai dari industri hulu hingga hilir.

Ketiga, pemberdayaan SDM diseluruh komponen usaha perikanan melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan, sehingga mampu berkompetisi secara global.

Revitalisasi dan pembangunan baru pusat-pusat pendidikan, pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan perlu dilakukan untuk mengakselerasi peningkatan kualitas SDM, terutama di lokasi-lokasi sentra produksi perikanan.

Keempat, peningkatan investasi secara signifikan dan berkesinambungan sesuai dengan potensi produksi dan daya dukung lingkungan. Skema yang bisa dilakukan diantaranya melalui pendanaan kredit perbankan yang sesuai karakteristik perikanan, kemudahan berinvestasi bagi investor dalam dan luar negeri maupun pemanfaatan dana hibah.

Kelima, peningkatan diplomasi secara intensif dengan negara mitra ekspor komoditas perikanan Indonesia untuk mengurangi hambatan perniagaan seperti beban tarif dan nontarif yang lebih memberatkan dibandingkan dengan beberapa negara pesaing.

Keenam, percepatan pembangunan infrastruktur pendukung yang mampu memenuhi keberlangsungan usaha perikanan hingga ekspor, seperti energi listrik, air bersih, jalan, telekomunikasi, pelabuhan, bandara dan lain sebagainya di lokasi-lokasi sentra produksi perikanan.

Ketujuh, penciptaan iklim usaha perikanan (fiskal, perbankan, moneter, perizinan, keamanan, konsistensi kebijakan, kepastian dan keadilan hukum, dan lainnya) yang sehat dan kondusif.

Melalui sejumlah langkah strategis diatas, diharapkan sektor perikanan mampu meningkatkan kinerja ekspor secara signifikan dan menjadi andalan utama ekspor Indonesia. Lebih jauh lagi, mampu menciptakan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan, menyediakan lapangan kerja dalam jumlah signifikan, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Stok Cabai Melimpah, Harga Cabai di Sleman Anjlok Ancam Petani

Sleman
| Jum'at, 29 Maret 2024, 17:47 WIB

Advertisement

alt

Rela, Ungkapan Some Island tentang Kelam, Ikhlas dan Perpisahan

Hiburan
| Jum'at, 29 Maret 2024, 09:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement