Advertisement

OPINI: BSI & Ekosistem Syariah

Agus Sugiarto, Kepala OJK Institute
Jum'at, 05 Februari 2021 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: BSI & Ekosistem Syariah Direktur Utama Bank Syariah Indonesia Hery Gunardi (tengah) didampingi Wakil Direktur Utama I Ngatari dan Wakil Direktur Utama II Abdullah Firman Wibowo berpose dalam sesi foto usai penandatanganan akta penggabungan tiga bank syariah milik Himbara di Jakarta, Rabu (16/12/2020). - ANTARA

Advertisement

Kehadiran Bank Syariah Indonesia (BSI) yang telah resmi berdiri sebagai pemain baru hasil merger dari Bank Syariah Mandiri, BNI Syariah dan BRI Syariah perlu kita sambut dengan rasa optimisme yang besar.

Merger tersebut memiliki beberapa alasan tertentu, salah satunya adalah sebagai bagian dari ekosistem pendukung untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi dan keuangan syariah di dunia.

Advertisement

Alasan ini sangat masuk akal mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia. Namun sayang sekali, peran ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara lain yang justru populasi muslimnya tidak sebesar Indonesia.

Potensi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia harus digali lebih dalam dan dibangkitkan agar mampu menjadi sumber pertumbuhan ekonomi serta memperkuat ketahanan dan daya saing ekonomi nasional dan. Oleh sebab itu, kehadiran BSI menjadi sebuah harapan yang bisa memberikan kontribusi besar dalam mendukung pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Saat ini pangsa pasar ekonomi syariah di Indonesia baru mencapai 9,68% saja, sedangkan kontribusi perbankan syariah baru sekitar 6,81%. Hal ini sangat ironis sekali mengingat populasi muslim kita mencapai sekitar 229 juta jiwa dari total 270 juta pendudik Indonesia, sehingga sudah saatnya potensi ekonomi dan keuangan syariah perlu terus ditingkatkan agar tumbuh dan berkembang menjadi semakin besar.

BSI didirikan bukan hanya untuk melayani golongan masyarakat muslim saja, melainkan juga untuk semua golongan masyarakat. Pemberian gelar syariah untuk BSI hanya menunjukkan proses bisnis dan produknya saja yang memiliki label syariah tetapi siapapun bisa mengakses dan memanfaatkan layanan keuangan berbasis syariah tersebut.

Bersatunya tiga bank umum syariah BUMN menjadi BSI telah menjadikan bank tersebut masuk ke dalam 10 bank terbesar di Indonesia. Selama ini tidak satupun bank umum syariah yang beroperasi di Indonesia mampu menembus kelompok 10 bank terbesar.

Dengan aset sekitar Rp 228 triliun menempatkan BSI di urutan ke-7 bank terbesar di Indonesia, sehingga berkemampuan lebih besar dalam mendukung pembiayaan ekonomi. Dengan modal inti Rp20,2 triliun, menjadikannya memiliki ketahanan likuiditas dan solvabilitas yang kuat dalam menghadapi berbagai eksposur risiko yang muncul di kemudian hari.

Sebuah studi mengenai perbankan syariah dari Ibrahim dan Rizvi (2017) menunjukkan bahwa semakin besar aset bank syariah, semakin stabil dan bagus kinerjanya. Dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing induk legacy bank sebelum merger, diharapkan BSI dapat menciptakan sinergi baru dengan memberikan berbagai ragam layanan yang lebih luas.

Pasar UMKM tetap bisa dilayani mengingat pengalaman dari BRI yang sudah bertahun-tahun menjadi pemain besar di segmen mikro dan kecil. Pengalaman luas dari BNI dalam mendukung pembiayaan trade finance dalam perdagangan luar negeri menjadi suatu keunggulan tersendiri bagi BSI untuk bersaing dengan bank-bank lain dalam pembiayaan ekspor impor.

Kemampuan dan keahlian dari Bank Mandiri dalam pemberian kredit korporasi tentunya akan diturunkan kepada BSI, sehingga korporasi besar memiliki alternatif pembiayaan yang berbasis syariah.

Selain itu, kemampuan Bank Mandiri dalam memberikan layanan wealth management untuk nasabah priority banking diharapkan mampu mengakomodasi kebutuhan keuangan yang sophisticated untuk kelompok muslim kelas menengah ke atas.

Menurut data Boston Consulting Group diperkirakan ada sekitar 64,5 juta muslim kelas menengah ke atas yang mungkin membutuhkan layanan wealth management yang berbasis syariah.

Di sisi lain, hasil survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 memperlihatkan bahwa inklusi keuangan untuk syariah baru mencapai 9,10%. Artinya, dari setiap 100 penduduk di Indonesia, baru sekitar 9—10 orang saja yang telah memanfaatkan produk dan layanan jasa keuangan syariah.

Dengan kata lain, saat ini baru sekitar 24—25 juta orang saja yang telah mengakses layanan keuangan yang berbasis syariah. Hadirnya BSI diharapkan mampu mendongkrak inklusi keuangan syariah ke level yang lebih tinggi.

Dalam perjalanannya BSI akan memiliki beberapa tantangan yang akan dihadapi. Pertama, hasil penelitian dari Sawitri dan Febrian (2018) menunjukkan bahwa preferensi masyarakat muslim untuk memilih atau tidak memilih layanan berbasis syariah tidak 100% didasarkan atas keyakinan agama.

Sebagian dari mereka justeru melihat aspek kemudahan pelayanan dan produk yang berbasis teknologi sebagai faktor utama yang menentukan dalam memilih suatu bank.

Kedua, transformasi digital yang terjadi di sektor jasa keuangan perlu segera diadopsi guna memberikan layanan yang lebih baik, cepat dan mudah diakses.

Ketiga, masih rendahnya tingkat literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia yang berada di angka 8,93% menjadi tantangan besar mengingat hanya sekitar 9 orang dari setiap 100 penduduk yang sudah memahami produk keuangan syariah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Alert! Stok Darah di DIY Menipis, PMI Dorong Instansi Gelar Donor Darah

Jogja
| Sabtu, 20 April 2024, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Lokasi dan Harga Tiket Museum Dirgantara Jogja, Cek di Sini

Hiburan
| Sabtu, 20 April 2024, 13:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement