Advertisement
75 Tahun Transmigrasi: Dari Revitalisasi Menuju Transformasi
Tunggak santosa , S.H.M.H, Kepala BBPPMT Yogyakarta
Advertisement
Bagi sebagian generasi muda, transmigrasi mungkin terdengar seperti kisah lama. Pertanyaan “Transmigrasi masih ada?” mencerminkan jarak persepsi publik dengan realitas di lapangan. Padahal, sejak masa kolonial hingga Indonesia modern, transmigrasi telah memainkan peran signifikan dalam membuka wilayah baru, memecah ketimpangan pembangunan, dan menciptakan pusat-pusat pertumbuhan di berbagai pelosok negeri. Program ini bukanlah episode kebijakan yang muncul dan lenyap mengikuti ritme politik. Ia adalah perjalanan panjang, sebuah kebijakan publik yang terus berevolusi. Seperti kata Heraclitus, tidak ada yang abadi selain perubahan itu sendiri; demikian pula transmigrasi.
Struktur dan Fungsi yang Berubah
Advertisement
Perubahan besar terjadi pada struktur kelembagaannya. Kini, transmigrasi ditangani oleh sebuah kementerian tersendiri, sebuah keputusan yang menandai komitmen negara dalam menata ulang arah kebijakan ini. Sebelumnya, urusan transmigrasi tersebar di berbagai kementerian, dari Kemendesa PDTT hingga Kemenakertrans, yang sering membuat fokus dan koordinasi tidak optimal. Kehadiran Kementerian Transmigrasi diharapkan membawa kejelasan mandat, penyederhanaan kewenangan, dan perhatian penuh pada penguatan kawasan transmigrasi.
Dari sisi fungsi, transformasi yang lebih substantif tengah dilakukan. Pemerataan penduduk yang dahulu menjadi tujuan utama kini berkembang menjadi orientasi baru: penciptaan pusat pertumbuhan ekonomi berbasis kawasan. Pendekatan ini menempatkan transmigrasi dalam kerangka pembangunan ekonomi yang lebih luas. RPJMN 2025–2029 menetapkan 45 kawasan transmigrasi prioritas nasional yang menjadi sasaran revitalisasi, bukan sekadar lokasi penempatan penduduk baru.
BACA JUGA
Warisan 75 Tahun
Pada 12 Desember 1950, 23 kepala keluarga dari Sukadana menuju Gedong Tataan menandai babak baru dalam sejarah pembangunan bangsa. Peristiwa itu kemudian diperingati sebagai Hari Bhakti Transmigrasi. Sejak saat itu, transmigrasi telah menempatkan 2,2 juta keluarga—lebih dari 9,2 juta jiwa—di berbagai wilayah Indonesia. Tidak hanya itu, program ini telah melahirkan 1.567 desa definitif, 456 ibu kota kecamatan, 116 ibu kota kabupaten/kota, hingga tiga ibu kota provinsi. Jejak geografis dan sosial ini adalah bukti bahwa transmigrasi telah mencetak perubahan struktural yang merata.
Mengapa Transformasi Diperlukan
Namun sejarah panjang tidak otomatis menjamin relevansi. Tanpa transformasi, transmigrasi berisiko dipersepsi sebagai kebijakan usang. Karena itu, Permentrans Nomor 8 Tahun 2025 memperkenalkan konsep transformasi transmigrasi: perubahan paradigma dan tata kelola untuk mewujudkan kawasan ekonomi transmigrasi yang modern, terintegrasi, dan berdaya saing. Konsep ini diwujudkan melalui delapan strategi, mulai dari penguatan SDM unggul, diversifikasi komoditas, mekanisasi aktivitas ekonomi, industrialisasi dan hilirisasi produk lokal, hingga digitalisasi layanan dan pemasaran.
Untuk menjalankannya, pemerintah meluncurkan Program Unggulan 5T:
- Trans Tuntas, menyelesaikan masalah pertanahan sebagai fondasi kepastian hukum;
- Trans Lokal, memastikan partisipasi penduduk lokal dan transmigran penduduk setempat (TPS);
- Trans Patriot, meningkatkan kualitas SDM melalui tim ekspedisi dan beasiswa;
- Trans Karya Nusa, membangun pusat ekonomi baru berbasis industrialisasi kawasan;
- Trans Gotong Royong, menyinergikan perencanaan lintas sektor, pemerintah daerah, dunia usaha, dan perguruan tinggi.
Peran Balai dalam Agenda Transformasi
Dalam konteks inilah Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Transmigrasi memainkan peran strategis. Balai tidak hanya bertugas melatih calon transmigran, tetapi juga menjadi simpul pengetahuan, pusat inovasi, dan penguat jejaring antarsektor. Balai dapat mengembangkan modul pelatihan berbasis komoditas unggulan kawasan, memperluas pendampingan ekonomi melalui demplot dan inkubasi usaha, serta meningkatkan literasi digital dan kewirausahaan. Balai juga dapat menyediakan data lapangan dan kajian tematik yang menjadi masukan penting bagi perumusan kebijakan nasional, sehingga transformasi tidak hanya berjalan dari atas ke bawah, tetapi juga dari bawah ke atas.
Penutup
Transformasi transmigrasi memerlukan kolaborasi nyata. APBN hanya salah satu sumber daya; dukungan APBD, kemitraan dunia usaha, dan partisipasi perguruan tinggi sama pentingnya. Pada saat yang sama, transmigran perlu mengubah pola pikir: tidak menunggu fasilitas dari negara, tetapi aktif memanfaatkan peluang yang tersedia.
Di usia ke-75 tahun ini, transmigrasi tidak sedang mencari validasi. Ia tengah membuktikan kembali posisinya sebagai pendorong pemerataan pembangunan dan pencipta pusat pertumbuhan baru.
Selamat Hari Bhakti Transmigrasi. Semoga transformasi ini menjadi pijakan kuat bagi Indonesia yang lebih inklusif dan sejahtera dari kawasan-kawasan yang pernah dimulai dengan sebuah keberanian untuk berpindah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Warga Bantul Diminta Tak Berlebihan Rayakan Natal dan Tahun Baru
Advertisement
Nekat Panjat Menara, Dua Fans Metallica Kena Banned Seumur Hidup
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement



