Advertisement

OPINI: Urgensi Data Kesehatan Digital

Muhammad Jasrif Teguh, Founder IDN-Pharmacare Institute
Sabtu, 21 Mei 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Urgensi Data Kesehatan Digital Ilustrasi data Covid-19 global, Rabu (15/9). - Worldometers.info

Advertisement

Pesatnya perkembangan teknologi digital dalam satu dekade ini ditambah kondisi pandemi Covid-19 telah menjadi akselerator dalam perubahan cepat tren global menuju era teknologi modern yang berpengaruh pada transformasi gaya hidup, pola kerja, dan strategi bisnis, termasuk pada sektor kesehatan.

Teknologi digital telah menjadi bagian integral dari layanan kesehatan saat ini di mana data digital merupakan output penting bagi provider maupun pasien atau pelanggan. Dengan pengalaman yang diperoleh selama pandemi Covid-19, maka sudah sepatutnya dilakukan evaluasi kembali strategi layanan kesehatan di era digital berbasis data.

Advertisement

Berlimpahnya data kesehatan saat ini memberikan manfaat yang hanya dapat dicapai dengan mengetahui prinsip-prinsip manajemen data; pemanfaatan data untuk penelitian, inovasi dan pembuatan kebijakan; serta memahami teknologi yang membawa wawasan baru ke dalam perawatan kesehatan preventif.

Oleh karena itu, profesional kesehatan harus mengambil tindakan yang diperlukan. Pertama, membangun strategi manajemen data sambil mengembangkan konsep layanan baru berbasis data prediktif. Kedua, membangun kompetensi dalam pengumpulan data, berbagi data, dan pemrosesan data, serta makin banyak berinvestasi dalam mekanisme inovasi berbasis data.

Beragam aplikasi digital health yang berkembang selama pandemi seperti PeduliLindungi, harus diakui telah membantu dalam melakukan skrining dan tracing secara masif dan efektif. Begitu pun peningkatan pesat dalam konsultasi jarak jauh melalui telemedicine untuk meminimalkan penularan infeksi, sehingga berkontribusi dalam pengendalian sebaran Covid-19.

Dalam hal ini dibutuhkan komitmen untuk menerapkan catatan kesehatan pribadi elektronik yang terintegrasi, dengan kemudahan dan kemanan akses untuk pasien, perawat, dan penyedia layanan kesehatan dalam ekosistem.

Pada 2021, Kementerian Kesehatan mencatat terdapat 2.249 rumah sakit, 10.203 puskesmas, 30.199 apotek, dan 9.752 toko obat. Di sisi lain, terdapat lebih dari 400 aplikasi kesehatan yang dikembangkan oleh pemerintah pusat dan daerah.

Dengan banyaknya sarana dan aplikasi kesehatan tersebut tentu akan menghasilkan data kesehatan yang terfragmentasi dan keterbatasan regulasi dalam standardisasi dan pertukaran data. Kondisi tersebut berdampak pada kebijakan kesehatan belum sepenuhnya berlandaskan pada data yang menyeluruh yang pada gilirannya berdampak pelayanan kesehatan yang kurang efisien.

Di sisi lain, apresiasi perlu diberikan kepada jajaran Kemenkes yang telah memulai uji coba platform Indonesia Health Service (IHS) yang menghubungkan seluruh ekosistem pelaku industri kesehatan untuk menciptakan satu data kesehatan nasional. Namun, perlu diperhatikan tentang pemenuhan persyaratan spesifikasi proses bisnis, mekanisme pertukaran data, serta keamanan data yang tidak hanya berhenti pada administrasi dan pelaporan. Lebih dari itu, diharapkan berdampak lebih jauh pada layanan kesehatan yang makin efisien.

PERLINDUNGAN DATA

Pada era industri 4.0, data kesehatan dapat dihasilkan dengan menggunakan teknologi penginderaan melalui perangkat pemantauan kesehatan elektronik, komputasi-pembelajaran mesin, dan komunikasi interaksi antara pusat data kesehatan. Keberadaan data kesehatan mencakup semua informasi yang dapat diidentifikasi secara individual, termasuk data demografis, riwayat medis, hasil tes, informasi asuransi, informasi lain yang digunakan untuk mengidentifikasi pasien atau memberikan layanan kesehatan termasuk cakupan layanan kesehatan.

Beberapa waktu lalu isu tentang kemanan dan perlindungan data digital kembali disorot. Setelah sebelumnya kemanan data menjadi isu pada bocornya data pengguna di BPJS Kesehatan maupun Tokopedia. Terbaru, polemik kembali ramai dibahas di media terkait keamanan data aplikasi PeduliLindungi. Pada sektor kesehatan, mutlak diperlukan kehati-hatian pada semua tahap siklus hidup data karena kebocoran informasi ini akan dapat berpengaruh pada kehidupan pribadi (bullying), premi asuransi yang tinggi, dan kehilangan pekerjaan karena riwayat medis.

Mengingat pentingnya keamanan, privasi, dan kepercayaan atas informasi, perlu adanya regulasi dan pedoman etika yang mengatur keamanan dan privasi data perawatan kesehatan. Selain itu, masyarakat sebagai sumber data perlu memahami aspek keamanan, privasi, dan kepercayaan dari datanya sehingga dapat ikut berkontribusi dalam mewujudkan data kesehatan yang baik.

Pada 2020 pemerintah telah menyampaikan bahwa pelindungan data pribadi di Indonesia telah diatur secara sektoral dan parsial yang tersebar pada 31 peraturan perundang-undangan. Namun, peraturan tersebut belum mengatur secara komprehensif mengenai pelindungan data pribadi (PDP). Lebih lanjut, pemerintah telah mangajukan RUU PDP ke DPR yang sampai dengan tulisan ini dibuat, masih belum juga disahkan menjadi undang-undang.

UU PDP diperlukan sebagai landasan hukum dalam memberikan pelindungan, pengaturan dan pengenaan sanksi atas penyalahgunaan data pribadi, termasuk data kesehatan digital. Dalam konteks inilah penting untuk mendorong DPR agar aturan tersebut dapat segera disahkan sehingga menjadi acuan dan dasar bagi stakeholder terkait, terutama untuk melindungi masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal KA Prameks Jogja-Kutoarjo, Jumat 26 April 2024

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 03:17 WIB

Advertisement

alt

Dipanggil Teman oleh Bocah Berusia 2 Tahun, Beyonce Kirim Bunga Cantik Ini

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement