Advertisement

OPINI: Pembenahan Sistem Lembaga Filantropi Islam

Ali Chamani Al Anshory Research Fellow di Pusat Ekonomi dan Bisnis Syariah (PEBS) Universitas Indonesia
Sabtu, 16 Juli 2022 - 06:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Pembenahan Sistem Lembaga Filantropi Islam Pedagang berada di antara sapi kurban jualannya di Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (29/8). Pemintaan sapi di Makassar meningkat menjelang hari raya Idul Adha 1438 H dan sapi-sapi kurban yang didatangkan dari luar kota Makassar tersebut dijual Rp10 juta hingga Rp50 juta per ekor. ANTARA FOTO - Yusran Uccang

Advertisement

Invasi Rusia terhadap Ukraina berimbas pada lambatnya pemulihan ekonomi global. Krisis energi dan pangan terjadi di banyak negara. Di Indonesia, harga pangan dan energi menjadi tak terkendali hingga inflasi mencapai 3,55% atau tertinggi sejak Desember 2017 silam. Masyarakat prasejahtera menjadi golongan yang paling terdampak dengan keadaan ekonomi sekarang.

Pada momen seperti ini, lembaga filantropi Islam yang diharapkan sebagai pelindung kaum duafa justru tercederai dengan pemberitaan salah satu yayasan yang diduga menyelewengkan dana umat.

Advertisement

Kabar menyedihkan ini tidak hanya berdampak pada yayasan tersebut, tetapi juga menciptakan turbulensi kepercayaan kepada gerakan kemanusiaan Islam secara keseluruhan. Banyak masyarakat yang kemudian berpandangan miring terhadap lembaga Islam dan mempertanyakan fasilitas apapun yang dimiliki amil.

Berdonasi melalui lembaga yang kredibel dan kompeten dapat menyalurkan dana umat dengan manfaat yang lebih luas. Misalnya pada Iduladha tahun ini, studi Baznas menemukan ketimpangan jumlah daging ternak yang tinggi antarpulau. Sebanyak 72% ketersediaan hewan ternak berada di Pulau Jawa. Ini menjadi ironi karena pulau lain jauh lebih membutuhkan asupan dan gizi protein hewani dibandingkan Pulau Jawa yang memiliki tingkat perekonomian yang lebih baik.

Menghadapi isu ini, lembaga kemanusiaan terspesialisasi untuk membantu yang membutuhkan. Dengan program-programnya, kurban bisa disalurkan kepada yang benar-benar berhak.

Pada pengelolaan zakat, adalah Nabi Muhammad SAW yang mendirikan entitas amil pertama kali. Adapun amil juga tercatat di Al-Qur’an sebagai salah satu penerima dana zakat. Ini menunjukan bahwa Islam menegaskan urgensi eksistensi amil dan pentingnya hak amil atas sebagian donasi. Hak amil ini tidak hanya untuk penggajian, tetapi juga mencakupi biaya operasional, manajemen, fundraising, dan lainnya. Dengan demikian seluruh dana zakat dapat dikelola secara maksimal oleh amil yang profesional, sehingga dapat memberi dampak signifikan kepada umat.

Dana donasi yang sebagian dipotong untuk operasional sudah sangat lazim di organisasi nirlaba tingkat dunia. Pada website resminya, UNICEF dan OXFAM dengan jelas menyatakan bahwa sebagian dari donasi akan dipotong untuk operasional mereka, yaitu masing-masing 28% dan 30%.

Di Indonesia, peraturan mengenai potongan berbeda di bawah Kementerian Sosial dan Kementerian Agama. Untuk lembaga di bawah Kemensos, berdasarkan PP No. 29/1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, potongan yang diperbolahkan sebesar 10%. Sedangkan untuk lembaga di bawah Kemenag, berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. 606/2020, dana operasional bisa dipotong berdasarkan jenis donasi yaitu 12,5% untuk zakat dan 20% untuk dana lainnya.

Dengan kata lain, yang seharusnya menjadi substansi dirkusus publik adalah meningkatkan akuntabilitas dari lembaga filantropi Islam. Setidaknya ada dua hal yang bisa menjadi pertimbangan oleh para pemangku kepentingan.

Pertama, meningkatkan sistem akuntabilitas dengan pengawasan secara internal dan eksternal. Secara internal, pemangku kebijakan perlu mewajibkan setidaknya eksistensi komite audit internal dan komite pengawas syariah. Audit internal akan berfungsi untuk mengawasi dan melaporkan adanya indikasi penyimpangan secara berkala. Sedangkan pengawas syariah bertanggung jawab untuk memastikan bahwa karakteristik khusus dari zakat dan wakaf bisa ditegakkan.

Perlu pula penegasan secara regulasi bahwa dana zakat dan wakaf hanya bisa dikelola oleh lembaga di bawah Kementerian Agama sehingga komite pengawas syariah dapat berkoordinasi dan bertanggung jawab atas kepatuhan syariah lembaganya.

Kedua, meningkatkan kesadaran spiritual amil. Meski amil berhak terhadap gaji atas kontribusinya, pengupahan ini jangan sampai hanya bersifat transaksional. Amil perlu menyadari amanahnya kepada umat dan Allah sehingga memiliki idealisme transidental untuk menjadi bagian yang mentransformasi umat. Jangan sampai nilai-nilai Islam dan kepedulian hanya menjadi pemanis lidah atau gimmick.

Peran lembaga filantropi Islam, sebagai perantara antara yang membutuhkan dan yang memiliki kelebihan harta, sangatlah relevan. Dengan keterbatasan yang ada, berbagai program telah berhasil mentransformasikan mereka yang berhak menerima zakat menjadi seseorang yang membayarkan zakat. Kritik yang mengalir deras diharapkan tidak hanya menjadi evaluasi para aktivis Islam, tetapi juga energi baru untuk terus berjuang merealisasikan aspirasi Islam, yaitu rahmatan lil alamin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Cara Membeli Tiket KA Bandara Jogja via Online

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 00:17 WIB

Advertisement

alt

Dipanggil Teman oleh Bocah Berusia 2 Tahun, Beyonce Kirim Bunga Cantik Ini

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement