Advertisement

Mengenal Penyalahgunaan Obat-Obat Tertentu di di Jogja

Dion, Badan POM di Yogyakarta
Senin, 07 November 2022 - 23:47 WIB
Budi Cahyana
Mengenal Penyalahgunaan Obat-Obat Tertentu di di Jogja Ilustrasi - Freepik

Advertisement

Badan POM menggolongkan tramadol, triheksifenidil, klorpromazin, amitriptilin, haloperidol dan dekstromethorphan ke dalam obat – obat tertentu (OOT) sebagai obat yang banyak disalahgunakan. Penyalahgunaan OOT berupa penggunaan tanpa resep dokter dengan dosis yang berlebihan. Penyalahgunaan OOT yang digunakan mengobati sistem susunan syaraf pusat ini dapat menyebabkan adiksi dan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Efek penggunaan yang tidak sesuai indikasi medis dapat bervariasi mulai dari tenggorokan/ mulut kering, gangguan pencernaan, badan lemas, badan terasa melayang hingga sakit kepala.

Triheksilfenidil, salah satu OOT yang sering disalahgunakan, memiliki berbagai sebutan seperti pil sapi, pil trihex, pil double L/LL, pil Y dan lain-lain. Umumnya pil triheksifenidil yang disalahgunakan tersebut tidak memiliki penandaan, hanya berupa pil polosan saja. Sehingga pil tersebut disebut obat illegal tanpa ijin edar.

Advertisement

Pengaturan dan pembatasan ijin edar untuk obat dengan kandungan trihexyphenidyl juga telah dilaksanakan oleh Badan POM. Dimana saat ini ada 12 merk dari produsen Pyridam Farma Tbk, Mersifarma Trimaku Mercusana, Harsen, Indofarma dan Holi Pharma. Bentuk kemasan yang masih diijinkan adalah blister atau strip isi 10 tablet, kecuali produk Harsen dengan kemasan botol 100 tablet. Kemasan botol 1000 tablet sudah tidak diijinkan untuk menekan penyalahgunaan.

Badan POM juga melakukan perketatan pengawasan OOT di sarana produksi, distribusi, dan sarana pelayanan kesehatan dengan menerbitkan Pedoman Pengelolaan OOT di tahun 2016 dan diperbaharui lagi di tahun 2019. Perketatan tersebut dilatarbelakangi oleh seringnya ditemukan penyalahgunaan OOT, adanya kemungkinan kebocoran distribusi OOT di jalur resmi dan kecenderungan mudahnya OOT diperoleh dengan harga relatif murah.

Di provinsi DIY, konsumsi OOT oleh masyarakat khususnya generasi muda ditemukan masih marak. Sesuai dengan pengujian barang bukti kasus kepolisian ke laboratorium pengujian BBPOM di Yogyakarta hingga bulan Agustus 2021 yang 88 % OOT. Dari sampel kasus OOT tersebut adalah trihexiphenidil tunggal 77% dan sisanya berupa Trihexyphenidyl campuran dengan dextromethorphan atau tramadol 7 %, sementara tramadol dan dextromethorphan tunggal hanya 4%. Dari seluruh sampel Trihexiphenidil, 92% sampel memiliki penandaan tablet berwarna putih dengan penandaan Y pada satu sisi dan - pada sisi yang lain, yang kemudian disebut sebagai pil Y.

Ditambah dengan data permintaan ahli obat dan makanan di persidangan oleh pihak kepolisian DIY diketahui terdapat 84 kasus OOT hingga agustus tahun 2021. Barang bukti yang ditemukan dalam tindak pidana tersebut mayoritas merupakan OOT, dengan didominasi oleh pil Y.

Pil Y diduga ilegal dan sering diasumsikan sebagai produk PT YArindo Farmatama. Padahal tablet Trihexypenidyl 2 mg Produksi PT. Yarindo Farmatama telah dibatalkan No. Izin Edarnya oleh Badan POM berdasar Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.04.1.35.04.15.2138 tahun 2015 tentang Pembatalan Izin Edar Trihexypenidyl tablet 2 mg Produksi PT. Yarindo Farmatama.

Oleh karena itu dalam rangka memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, pemerintah telah mengatur terkait penyalahgunaan OOT dan psikotropika dalam Undang – Undang Republik Indonesia (UURI):

  1. Pasal 196 Junto pasal 98 Ayat (2) dan Ayat (3) atau Pasal 198 UURI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: terkait persyaratan mutu produk tidak memenuhi syarat dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
  1. Pasal 197 junto Pasal 106 Ayat (1) UURI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang diperbaharui dalam UU no. 11 tahun 2020 tentang Ciptakerja: terkait perizinan berusaha dalam memproduksi dan mengedarkan dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)
  2. Pasal 198 junto pasal 108 UURI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan: terkait tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian dengan ancaman pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 Semoga penyalahgunaan OOT di Indonesia dapat diberantas hingga ke akarnya, untuk memberikan perlindungan yang optimal bagi masyarakat, terutama generasi muda Indonesia. (ADV)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Advertorial

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Cek Jadwal dan Lokasi Bus SIM Keliling Bantul Sabtu 27 April 2024

Bantul
| Sabtu, 27 April 2024, 06:47 WIB

Advertisement

alt

Giliran Jogja! Event Seru Supermusic Superstar Intimate Session Janji Hadirkan Morfem

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement