OPINI: Apakah Program Guru Penggerak Bermanfaat?
Advertisement
Pendidikan adalah proses yang penting dalam peradaban manusia modern. Keberadaannya menandai era sejarah yang ditandai dengan penemuan aksara. Pentingnya aksara dalam pendidikan adalah sebagai catatan yang bisa dijadikan estafet perkembangan pengetahuan. Sehingga, generasi berikutnya tidak perlu mengulangi proses yang sama untuk lanjut ke level peradaban selanjutnya. Dalam perkembangannya, pendidikan modern dikategorikan menjadi tiga yaitu pendidikan formal, informal dan non-formal.
Namun, topik utama yang selalu menjadi tema hangat adalah pendidikan formal dalam lingkup nasional. Hal ini tidak terlepas dari isu-isu muncul masih selalu sama terkait pemerataan akses, kelengkapan fasilitas, biaya dan ketersediaan guru. Keempat hal ini selalu muncul menghiasi pagi kita ketika membuka berita sembari meneguk secangkir kopi.
Advertisement
Hal menarik yang muncul di era Nadiem Makarim ini adalah begitu masifnya program-program berbasis teknologi yang dihantam pandemi. Pembelajaran online, meskipun dinilai kurang efektif karena banyak hal setidaknya bisa sedikit menjembatani ancaman terputusnya “materi pembelajaran” untuk beberapa generasi. Salah satu program lanjutan dari pengembangan pendidikan sebagai investasi peradaban adalah program Guru Penggerak.
Jika membaca judul programnya, persepsi pertama kita adalah guru yang turun ke daerah 3T (terluar, terdepan, terpencil). Terbayang, betapa repotnya jika guru-guru yang sudah ditempatkan di daerahnya, bersama keluarga harus pergi selama satu atau dua tahun di daerah 3T. Bagi guru-guru muda mungkin tidak terlalu bersamalah, kalau bagi guru yang sudah mendekati purna pasti menjadi masalah yang serius. Selain karena perbedaan penguasaan teknologi informasi, faktor fisik juga jelas menjadi hambatan tersendiri.
Setelah beberapa angkatan berlangsung, ternyata program ini tidak seperti yang dibayangkan di awal tadi. Guru Penggerak bukan guru yang bergerak turun ke daerah-daerah untuk bertukar pengalaman mengajar. Tetapi, menggerakkan komunitasnya di wilayahnya sendiri. Karena selama ini, guru sebagai profesi belum sepenuhnya dilaksanakan sebagaimana variabel di dalamnya yakni kompetensi kepribadian, pedagogi, sosial dan profesional. Guru dinilai masih stagnan dan terpaku pada Lembar Kerja Siswa (LKS) yang bahkan terkadang yang membuat tidak memiliki riwayat pendidikan khusus keguruan. Bukti lainnya, untuk mencapai pangkat lanjutan banyak yang terbentur dengan syarat karya ilmiah atau alat peraga kreatif.
Meskipun datang seperti angin segar perubahan pendidikan, pada kenyataannya program ini masih mendapat tanggapan sinis dari berbagai pihak. Terutama seringnya Guru Penggerak meninggalkan kelasnya untuk mengikuti diklat. Kedekatan yang sudah dibangun dengan anak tentu saja sedikit banyak akan terganggu.
Di samping itu, terkadang Guru Penggerak dinilai terlalu sibuk dengan tugas “Kepenggerakannya” dan malah lupa dengan tugas utama mengajar siswa di kelasnya. Terlebih, dalam berbagai obrolan ringan kualitas anak-anak yang gurunya menjadi penggerak pun cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan.
Pembelaan yang mungkin rasional adalah tergantung pada manajemen waktu masing-masing individu. Ya, tidak bisa dipungkiri guru terutama di tingkat dasar merupakan pendidik yang multifungsi. Harus bisa semua, baik akademik, non akademik, ekstrakurikuler, administrasi, keuangan, pembentukan jaringan masyarakat bahkan hingga perihal mengganti air galon tiap tiga hari sekali. Sehingga, diakui atau tidak “tambahan tugas” menjadi Guru Penggerak memiliki resiko yang tinggi bagi keberlangsungan sekolahnya sendiri.
Terlebih, program-program yang disusun, disimulasikan dan diujikan selama pelatihan tidak akan bisa dilaksanakan apabila tidak terdapat dukungan dari pihak lain seperti rekan kerja, kondisi sekolah dan kondisi siswa itu sendiri. Banyak kepala tentu saja memunculkan banyak pemikiran. Pengalaman dan pengetahuan yang didapat juga mempengaruhi diterima atau tidaknya program yang telah disusun. Sehingga, bisa disimpulkan jika program Guru Penggerak itu tidak hanya menggerakkan guru yang bersangkutan. Tetapi juga bagaimana lingkungan sekolah turut tergerak dan bergerak untuk menerima dan melaksanakan perubahan.
Tanpa adanya dukungan ini, program Guru Penggerak hanya akan berakhir seperti program-program pelatihan lainnya. Berhenti atau bergerak seperti zombie, antara hidup dan tidak hidup tipis batasannya.
Kelas Pergerakan
Bagaimana pun persepsi terhadap Guru Penggerak, program ini harus tetap dilaksanakan. Bergeraknya guru untuk menganalisis, mengevaluasi dan memecahkan permasalahan di kelas khususnya, sangat penting bagi pendidikan nasional. Karena tujuan pendidikan kita sudah jelas tercantum dalam UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Anak-anak kita sudah saatnya mendapatkan pembelajaran-pembelajaran berkualitas di dalam kelas.
Melalui kelas-kelas pergerakan inilah harapan untuk melihat pendidikan kita menghasilkan tokoh-tokoh cerdas dan berperilaku baik akan tetap terjaga.
Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, adalah tempat di mana kita memiliki api harapan dari pembelajar-pembelajar kecil mulai tingkat SD. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah rumah, sekolah dan masyarakat bersatu mendukung pergerakan ini?
Nah, ketika ketiga komponen dasar pendidikan ini bersinergi dalam mendukung program-program Guru Penggerak, barulah kita bisa menjawab pertanyaan judul di atas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Satu-satunya yang Gelar Kampanye Akbar, Heroe-Pena Gandeng 15.000 Kawula Muda
Advertisement
Hanya Satu Hari, Film The Last Dance Jadi Box Office di Hong Kong
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement