OPINI: Membendung Impor Ilegal
Advertisement
Publik kembali diramaikan oleh isu impor ilegal. Hal ini terkuak dari keresahan pedagang kecil terkait maraknya barang impor yang mendominasi online marketplace maupun social e-commerce yang dijual dengan harga sangat murah sehingga penjual konvensional sulit bersaing.
Usut punya usut, tidak sedikit barang impor yang dijual ternyata masuk ke Indonesia secara ilegal. Industri tekstil nasional menjadi salah satu yang paling dirugikan pada isu kali ini, lantaran adanya tren impor baju bekas maupun barang tekstil lainnya yang masuk secara ilegal ke Indonesia sehingga merusak harga pasaran. Indikasi maraknya impor ilegal ini juga tercermin dari data perdagangan Indonesia.
Advertisement
Berdasarkan data yang dilaporkan oleh China, nilai tekstil dan baju yang diekspor ke Indonesia pada 2021 adalah sebesar US$5,86 miliar, sedangkan data dari Pemerintah Indonesia untuk barang yang sama dari Negara Tirai Bambu ini ternyata hanya US$4,06 miliar. Hal ini dapat mengindikasikan adanya impor ilegal pada sektor ini ke Indonesia. Isu impor ilegal bukan hal baru di Indonesia. Sekitar satu dekade lalu, publik juga sempat digemparkan oleh isu produk non-SNI khususnya mainan anak-anak yang merajai pasar Tanah Air dan dapat membahayakan keselamatan mereka. Kemudian selama pandemi, terdapat pula isu impor baja ilegal. Pada 2020, kepolisian telah menyita 4.600 ton baja impor ilegal yang diduga memalsukan SNI.
Lalu pada 2022, Kementerian Perdagangan juga menyita baja impor ilegal sebanyak 2.128 ton atau setara dengan Rp41,68 miliar. Maraknya impor ilegal yang terjadi di Indonesia berpotensi merusak persaingan usaha. Barang-barang impor yang masuk secara ilegal dapat dijual dengan harga miring, di bawah harga normal. Selisih harga ini didapat karena barang ilegal biasanya tidak membayar bea/cukai/pajak atau bahkan memanipulasi nilai ekonomis barang tersebut.
Masuknya barang ilegal dari luar negeri ke Indonesia salah satu motif utamanya adalah menghindari berbagai pungutan pajak semacam ini sehingga mereka bisa menjual barangnya dengan harga yang jauh lebih murah dibanding harga pasaran. Sebagai gambaran, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 199/2019, barang impor tekstil dikenakan bea masuk dengan tarif most favoured nation (MFN) sekitar 15%—25% dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 11%. Apabila terdapat barang tekstil yang masuk secara ilegal atau tidak tercatat secara resmi, hal ini tentunya akan menimbulkan kerugian negara lantaran hilangnya potensi penerimaan bea masuk dan PPN sebesar dari nilai barang tersebut.
Faktor Penyebab
Sebetulnya apa yang menyebabkan maraknya impor ilegal di Indonesia? Pertama, Indonesia merupakan wilayah kepulauan dengan luas 1,9 juta kilometer persegi sehingga mudah untuk menyelundupkan barang tanpa melalui jalur resmi. Kedua, untuk menghindari dikenakannya berbagai tarif perdagangan seperti pajak impor dan bea masuk agar barang yang didapatkan relatif lebih murah dari barang serupa.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara peningkatan tarif perdagangan dengan volume impor ilegal. Ketiga, barang yang diimpor tidak sesuai dengan standar nasional sehingga barang tersebut tidak mungkin bisa masuk apabila melalui jalur resmi. Hilangnya potensi penerimaan pajak akibat impor ilegal merupakan suatu kerugian untuk Indonesia. Terlebih lagi, potensi pajak tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan layaknya untuk pemerataan infrastruktur, peningkatan kesehatan masyarakat, dan mendukung pendidikan.
Oleh karena itu, impor ilegal perlu segera dimitigasi. Pemerintah dapat membentuk satuan tugas khusus pada setiap kantor perbatasan yang secara rutin menyelidiki impor ilegal. Selain itu, pelatihan rutin bagi petugas perbatasan untuk meningkatkan kapasitas dan pengetahuan terkait praktik-praktik tindakan impor ilegal. Penggunaan teknologi digital juga dapat membantu mereduksi praktik impor ilegal.
Digitalisasi memungkinkan otoritas pajak untuk memberikan pengajuan pajak secara elektronik, melakukan pre-populated tax return, juga memverifikasi bea cukai dan entitas bisnis. Hal ini akan meningkatkan kepatuhan dan penegakan pajak dikarenakan otoritas pajak dapat secara realtime memantau pengumpulan pajak, merekonsiliasi perbedaan pembayaran, dan memanfaatkan big data untuk menilai risiko wajib pajak. Dengan diterapkannya beberapa kebijakan ini, diharapkan Indonesia dapat mengurangi praktik-praktik impor ilegal yang merugikan.
Dzulfian Syafrian (Ekonom Indef) & Syifa R Rosyadah (Asisten Peneliti Indef)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Cek Cuaca di Jogja Sabtu 23 November 2024, Waspadai Potensi Hujan Petir di Kota Jogja
Advertisement
Hanya Satu Hari, Film The Last Dance Jadi Box Office di Hong Kong
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement