Advertisement

OPINI: Urbanisasi dan Pembangunan Kota Berbasis Lokal

Noufal Riri Hananta
Selasa, 09 Januari 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Urbanisasi dan Pembangunan Kota Berbasis Lokal Noufal Riri Hananta - Dok Pribadi

Advertisement

Benarkah pertumbuhan pertokoan, kafe, resto kuliner, hotel yang menjamur di kawasan Kota Jogja sebagai pertanda bahwa perdagangan dan jasa sudah jadi identitas?. Pengembangan sentra ekonomi tentu tak terlepas khususnya pada layanan urban. Persoalan tersebut, dapat ditangkap sebagai maksud yang strategis dalam pengembangan Jogja, yakni pentingnya pengembangan sentra-sentra layanan urban justru merebak di jalur-jalur protokol kotanya yang mendorong pengembangan perekonomian masyarakat.

Dalam perkembangan perkotaan, Jogja mengalami kemajuan cukup signifikan, terutama dengan bermunculannya sentra layanan urban. Terlepas dari proses adaptasinya, perkembangan perkotaan merupakan realitas yang strategis dalam kerangka perkembangan perkotaan untuk memunculkan sentra layanan urban dengan mengedepankan potensi lokalnya. Terutama dalam memberi rangsangan menumbuhkan sentra-sentra industri baru dari beragam potensi lokalnya, bukan mengabaikan potensi lokal, sehingga melahirkan persoalan baru (pengangguran, kemiskinan).

Advertisement

Mendasarkan hal-hal di atas, uraian ini menampilkan telaah berkaitan permasalahan bagaimana pembangunan perkotaan yang bertitik tolak dari pengembangan sentra-sentra layanan urban melalui strategi perencanaan berbasis lokal kultur serta pengembangan partisipasi masyarakat lokalnya.
Kemudian, diurai pokok masalah yang dihadapi masyarakat perkotaan, guna menjadi referensi untuk mengembangkan konsep perencanaan strategis berbasis lokal kultur, melalui pengembangan partisipasi masyarakat lokalnya.

Urbanisasi Kota Berkelanjutan
Kota Jogja merupakan satu-satunya wilayah di DIY yang seluruhnya merupakan daerah perkotaan. Gambaran umum tentang kota adalah suatu realitas di mana sebagian besar penghuninya mempunyai tingkat penghidupan di bawah standar. Mengacu dari data Program Permukiman Manusia PBB-UN Habitat sejak 2020, jumlah orang bertinggal di permukiman kumuh perkotaan tepatnya 1,059 miliar jiwa di seluruh dunia.

Badan Pusat Statistik (BPS) 2020 memperkirakan, penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah perkotaan akan terus meningkat menjadi 66,6% pada 2035. Jumlah itu setara dengan 70% dari total populasi Indonesia. Prosentase tersebut menjadi landasan mengasumsikan bahwa tingkat kehidupan di bawah standar maupun tingkat urbanisasi yang relatif tinggi di setiap tahunnya terjadi pada kota-kota di Indonesia (termasuk Jogja). Fenomena tersebut dapat dipastikan berdampak timbulnya berbagai permasalahan di perkotaan.

Kota-kota di negara berkembang (Indonesia) tengah bergulat mengatasi kemiskinan di antara berbagai praktik penumpukan kekayaan di kota. Kota juga berjuang mereformasi permukiman kumuh, persis di mana segala macam bentuk kemewahan ditawarkan, kesehatan, pendidikan, transportasi dan komunikasi. Meskipun kota juga menggambarkan beragam masalah penyakit sosial, kepadatan penduduk, alienasi, kriminalitas, keresahan sosial, pencemaran, dll.

Urbanisasi terjadi bukan sebab meningkatnya permintaan tenaga kerja pada sektor industri di perkotaan terhadap tenaga kerja pertanian di pedesaan. Namun, karena tekanan hidup di desa memaksa penduduknya bermigrasi ke kota (urbanisasi tak melewati fase industri), tetapi langsung menuju ke sektor informal. Urbanisasi semacam ini akan menimbulkan permasalahan kota yang sangat kompleks. Misalnya, bagaimana menghentikan laju urbanisasi dengan cara bagaimana semestinya dilakukan. Ironisnya, justru makin banyak digulirkan beragam kebijakan justru sebanyak itu pula urbanisasi, pengangguran dan krisis perkotaan bergerak cepat, sering kali kebijakan yang diambil justru merugikan.

Kaum urban pinggiran merupakan komunitas yang aspirasi politik dan hak hidupnya terdesak oleh rangkaian represi modal dan pilihan kebijakan yang tidak memihak kepadanya. Dengan demikian, permasalahan urbanisasi, pengangguran dan krisis perkotaan, terlampau naif apabila diselesaikan dengan pendekatan ekonomi belaka.

Berbasis Lokal Kultural
Era keterbukaan sistem demokrasi yang tengah bergulir dalam kehidupan sosial politik, gejala-gejala kebangkitan lokal kultur dengan titik tolak pengembangan partisipasi masyarakat lokal tumbuh sebagai respons positif atas perubahan sosial yang terjadi. Realitas tersebut, sekaligus jadi sarana mengkoreksi dan strategi pembangunan yang selama ini dirasa tidak memberikan ruang terhadap tumbuhnya partisipasi masyarakat lokalnya.
Konteks perkembangan kota, perlu dilakukan perencanaan ulang atas kebijakan perkotaannya dengan melibatkan berbagai potensi masyarakat lokalnya secara partisipatif. Sebagaimana diuraikan sebelumnya, jika masalah paling rumit di perkotaan adalah tingginya laju urbanisasi, pengangguran dan krisis perkotaan dengan beragam masalah lain yang tak kunjung solutif.

Problematika tersebut tumbuh akibat kebijakan pembangunan bersifat elitis, melalui represif modal maupun kebijakan yang tidak memihak sektor masyarakat lokal. Pengembangan sentra layanan urban dengan menitikberatkan strategi pembangunan perkotaan dengan melibatkan partisipasi masyarakat lokalnya diharapkan mampu mengantisipasi laju urbanisasi, mengatasi ledakan pengangguran dan krisis perkotaan yang memunculkan kantong-kantong kemiskinan baru.

Strategi ini mengisyaratkan berbagai potensi lokal yang dimiliki masyarakat mesti diposisikan sebagai basis pengembangan perkotaannya. Ruang untuk tumbuhnya sentra-sentra industri masyarakat lokal (home industry, industri kecil menengah) dibuka melalui regulasi perkotaan secara strategis berpihak pada sektor lokalnya. Strategi ini sekaligus menyambung mata rantai urbanisasi yang terputus, sehingga urbanisasi dapat tumbuh melalui perkembangan dari sektor industri, bukan langsung ke sektor informalnya.

Selain itu, regulasi pengembangan perkotaan harus memperhatikan aspek-aspek ekologis dan beragam potensi lokal perdesaannya. Tidak semua area strategis bagi pengembangan sektor agraria diambil alih, untuk dan atas nama pengembangan wilayah perkotaan. Pada aspek identitas juga penting diperhatikan sebagai brand image berkarakter suatu wilayah perkotaan. Hal ini, sangat berkaitan dengan upaya pengembangan citra kota wisata di masa mendatang.

Noufal Riri Hananta
Arsitek dan Penulis Stensil Arsitektur Proses

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

Kisah Orang-orang Jatuh Cinta Baca Buku Saat di Jogja

Kisah Orang-orang Jatuh Cinta Baca Buku Saat di Jogja

Jogja
| Minggu, 10 Agustus 2025, 10:27 WIB

Advertisement

Bakal Tayang 14 Agustus, Merah Putih One for All Panen Kritik

Bakal Tayang 14 Agustus, Merah Putih One for All Panen Kritik

Hiburan
| Sabtu, 09 Agustus 2025, 20:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement