Advertisement

Harmoni Ramadan: Bijak Mengurangi Sampah, Wujudkan Ramadan Penuh Berkah

Kepala Biro Aset dan Umum Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta, Suprihatin Wijayanti
Kamis, 21 Maret 2024 - 15:47 WIB
Arief Junianto
Harmoni Ramadan: Bijak Mengurangi Sampah, Wujudkan Ramadan Penuh Berkah Kepala Biro Aset dan Umum Universitas Aisyiyah Yogyakarta, Suprihatin Wijayanti. - Istimewa

Advertisement

Puasa Ramadan merupakan puasa yang diwajibkan atas setiap muslim yang baligh dan berakal. Kewajiban berpuasa termuat dalam QS. Al Baqarah ayat 183: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”.

Esensi dari puasa ini adalah ajang melatih diri bagi setiap muslim untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga bisa hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan.

Advertisement

Ramadan merupakan momentum yang tepat untuk memperbanyak amal ibadah yang bertujuan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Bulan suci Ramadan tidak hanya menjadi momentum bagi umat Islam untuk memperkuat hubungan dengan Sang Khalik dan sesama manusia, tetapi juga menjalin hubungan baik dengan alam sekitar yang telah menyediakan berbagai kebutuhan manusia.

Islam tidak hanya mengajarkan Hablum Minallah (kesalehan terhadap Allah), Hablum Minannas (kesalehan kepada sosial), tetapi juga Hablum Minal Alam (kesalehan kepada alam sekitar).

Salah satu manifestasi hubungan baik dengan lingkungan adalah membangun jiwa hidup bersih sebagaimana semua agama mengajarkan bahwa kebersihan adalah ibadah. Islam memberi perhatian pada kelestarian lingkungan.

Dalam surat Ar-Rum ayat 41, Allah berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.

Isi kandungan ayat ini jelas bahwa bencana ekologis disebabkan oleh ulah tangan manusia itu sendiri. Salah satu fenomena yang terjadi saat ini, Ramadan telah mengalami pergeseran.

Bagi sebagian orang, momen Ramadan telah menjelma waktu untuk berpesta makanan. Perilaku konsumtif saat berbuka puasa kerap menjadi kebiasaan yang sebenarnya berlawanan dengan esensi puasa itu sendiri.

Perilaku “Lapar Mata” membuat kita terlalu boros membeli makanan dan minuman. Buka puasa tak jarang menjadi waktu pelampiasan dendam atas larangan makan dan minum pada waktu siang.

Ramadan identik dengan berbagai macam sajian takjil. Baik itu yang dimasak sendiri, beli di pusat jajanan rakyat, atau menikmati sajian takjil bersama-sama di masjid. Ironisnya, sajian makanan atau jajanan tersebut didominasi oleh penggunaan kantong plastik atau bahan lain yang sulit terurai oleh alam. Hal ini menyebabkan volume sampah meningkat signifikan dari biasanya.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah saat Ramadan pada 2023 justru naik 20% akibat sisa makanan dan sampah kemasan. Dampak dari peningkatan timbulan sampah tersebut dapat berbahaya bagi lingkungan.

Meningkatnya volume sampah berbanding lurus dengan tingkat keparahan global warming. Kondisi ini tentu dapat menyebabkan ketidaknyamanan manusia dalam menjalankan ibadah puasa, karena cuaca panas dapat membuat seseorang lebih mudah mengalami dehidrasi.

Ramadan dapat menjadi momentum yang tepat untuk mulai mempraktikkan gaya hidup yang lebih berkesinambungan. Salah satunya dengan mengurangi produksi sampah yaitu tidak menghasilkan sampah sejak dini atau berusaha meminimalkannya sebanyak mungkin.

Ramadan Hijau atau Green Ramadhan menjadi sebuah tagline yang bertujuan mengajak orang lebih peduli pada lingkungan sekitar dan menurunkan emisi karbon yang dihasilkan selama bulan suci ini. Aksi ini dapat dilakukan seperti pembagian takjil sebisa mungkin tidak pakai plastik, tetapi menggunakan wadah yang bisa digunakan lagi.

Masyarakat diimbau setiap hari bawa kotak makan dan tempat minum kosong sendiri untuk wadah takjil dan pengurangan sampah makanan yang dilakukan dengan membeli dan mengonsumsi hidangan berbuka maupun sahur dengan tidak berlebihan.

Sebagai umat Islam yang baik, sudah seharusnya kita senantiasa menerapkan pola hidup yang mencerminkan nilai-nilai hidup ramah lingkungan.

Ramadan adalah waktunya muhasabah (koreksi terhadap perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan pada diri sendiri), fokus kembali terhadap spiritual dan perbaikan diri.

Kesempatan untuk mengevaluasi kembali kita menjalani hidup dan memikirkan kebiasaan buruk yang ingin kita tinggalkan dan kebiasaan baru yang ingin kita terapkan.

BACA JUGA: Hasilkan 12 Ton Sampah Pasar per Hari, Begini Upaya Pemkot Jogja

Memulai sustainable lifestyle dari diri sendiri untuk menunaikan ibadah puasa Ramadan yang bermakna melalui Gerakan Ramadhan Sayangi Bumi. Aksi peduli lingkungan ini perlu dimulai dari perubahan-perubahan kecil dari diri sendiri.

Kesadaran dan tindakan nyata dalam mengurangi sampah, merupakan kontribusi dalam menjaga kebersihan dan kelestarian lingkungan hidup kita.

Langkah konkret ini merupakan implementasi nilai-nilai religius dan ekologis secara keberkelanjutan. Karena sejatinya membangun kesadaran dan perilaku ramah lingkungan menjadi kewajiban bagi umat Islam sebagai Khalifah fil Ardh. Praktik menjaga bumi adalah bagian dari rahmatan lil ‘alamin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Joko Pinurbo di Mata Tetangga, Low Profile dan Aktif Jadi Pengurus RT

Jogja
| Sabtu, 27 April 2024, 13:27 WIB

Advertisement

alt

Giliran Jogja! Event Seru Supermusic Superstar Intimate Session Janji Hadirkan Morfem

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement