Advertisement

OPINI: Pemberdayaan Perempuan sebagai Upaya Penanganan KDRT

Rr. Rachma Octarinaprawastya Putri
Rabu, 19 Juni 2024 - 13:37 WIB
Sunartono
OPINI: Pemberdayaan Perempuan sebagai Upaya Penanganan KDRT Rr. Rachma Octarinaprawastya Putri - Mahasiswa Magister Kebidanan Universitas Aisyiyah Yogyakarta. - Istimewa.

Advertisement

JOGJA—KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) mengacu pada perilaku pasangan intim atau mantan pasangan yang menyebabkan kerugian fisik, seksual atau psikologis, termasuk agresi fisik, pemaksaan seksual, pelecehan psikologis, dan perilaku yang mengendalikan.

Perkiraan yang diterbitkan oleh WHO, 1 dari 3 (30%) perempuan mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dalam hidup mereka, sebagian besar dilakukan oleh pasangannya. Secara global, hampir sepertiga (27%) perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah terikat dalam suatu hubungan, melaporkan bahwa mereka pernah mengalami beberapa bentuk kekerasan fisik dan/atau seksual oleh pasangan mereka (WHO, 2024).

Advertisement

UU no. 23 Tahun 2004, mendefinisikan kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kasus kejadian KDRT di Indonesia sendiri menurut data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) sepanjang tahun 2023 menunjukkan 18.466 kasus kekerasan, dengan 16.351 korban adalah perempuan. Dan dari jumlah kasus yang ada, 11.324 merupakan kasus KDRT.

Hal ini menjadi pengingat yang jelas akan skala ketidaksetaraan gender dan diskriminasi terhadap perempuan. yang diakibatkan karena ketimpangan kekuasaan yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan, Perempuan diposisikan secara marginal dalam masyarakat karena struktur biologisnya yang lemah. Perempuan dianggap tidak memiliki kekuatan fisik, lemah, atau emosional, sehingga mereka hanya berhak atas hak-hak tertentu.

Mengerjakan tugas halus, seperti pekerjaan rumah, mengasuh anak, dan sebagainya. Sedang laki-laki adalah penentu relasi dan interaksi sosial. Dengan perbedaan ini, perempuan selalu tertinggal dalam peran dan kontribusi mereka dalam keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara. Perempuan dan laki-laki memiliki nilai sosial yang berbeda karena struktur sosial.

Masyarakat dan budaya mengkonstruksi perbedaan hubungan antara laki-laki dan perempuan tersebut untuk membedakan peran dan tugasnya. Berdasarkan struktur biologisnya, laki-laki diuntungkan dan mendominasi perempuan, sehingga dalam rumah tangga sering kali kekerasan dilakukan oleh orang yang memiliki kekuasaan lebih kepada korban yang lemah, baik secara individu, sosial budaya maupun ekonomi.

Bentuk kekerasan pada perempuan lebih spesifik dialami dengan berbagai bentuk kekerasan, baik fisik, psikologis, seksual, atau ekonomi. Penyebab kekerasan yang sering dijumpai adalah karena faktor ekonomi, perselingkuhan, sosial, budaya, dan masalah anak yang memengaruhi kejadian kasus KDRT di masyarakat

Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan pelanggaran hak asasi perempuan. Yang tidak hanya berdampak secara fisik dan sosial, korban KDRT juga mengalami dampak psikologis dan emosional, dampak ekonomi, dampak pada anak dan keluarga serta dampak kesehatan bahkan keselamatan jiwa.

Sebagai upaya pemerintah, perlindungan hukum pada perempuan korban tindak kekerasan khusunya KDRT telah ditetapkan melalui berbagai instrument hukum sebagai upaya menghilangkan diskriminasi terhadap perempuan. Dalam KUHP yaitu pasal 351-356 terkait langsung dan dikualifikasikan sebagai tindak kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu Undang-undang Republik Indonesia pasal 44 Nomor 23 Tahun 2004 telah mengatur tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga beserta dengan sanksi pidana bagi pelaku, paling berat yaitu ancaman 15 tahun penjara atau denda Rp 45.000.000 bila menyebabkan hingga hilangnya nyawa.

Sedangkan ditingkat masyarakat berbagai upaya perlu dilakukan untuk menekan kejadian KDRT maupun kekerasan pada perempuan, dimulai dari pencegahan melalui edukasi dan penyuluhan, pendekatan sebagai identifikasi dan deteksi dini, penanganan dan pendampingan korban baik konseling maupun upaya hukum dengan berkerjasama lintas sektor, serta pemulihan dan pemberdayaan diri.

Pemberdayaan diri dalam hal ini merupakan langkah awal sebagai upaya preventif pada perempuan dalam menghadapi kejadian KDRT. Istilah pemberdayan sendiri mengacu pada langkah-langkah untuk meningkatkan derajat otonomi dan mampu mengenali, menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk memenuhi kepentingannya dalam rangka mewujudkan kehidupan perempuan yang berkemajuan tanpa adanya hambatan diskriminasi dan kekerasan.

Pemberdayaan diri pada korban KDRT bertujuan untuk kembali membangun rasa percaya diri, menghargai diri sendiri karena perasaan tidak berdaya, menciptakan kekuatan, kemandirian dan kemampuan untuk menghadapi serta keluar dari berbagai dampak yang timbul akibat situasi kekerasan.

Peran Masyarakat

Keterlibatan masyarakat secara luas dianggap perlu untuk menangani kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan melibatkan organisasi-organisasi masyarakat yang tersebar di wilayah di Indonesia yang membahas dan menagani kasus kekerasan perempuan dalam rumah tangga.

Penulis selaku Bidan dan Mahasiswa Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta (UNISA) yang kerap memberikan pelayanan dan berinteraksi dekat dengan perempuan di masyarakat melakukan kegiatan praktik pemberdayaan perempuan dengan didampingi Dr. Ismarwati, S.KM., S.ST., M.P.H sebagai pembimbing Akademik, bersama-sama Organisasi ‘Aisyiyah dengan Dra. Umi Hidayati, M. Pd sebagai pembimbing lahan, melakukan kegiatan nyata melalui program di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan pemberdayaan masyarakat, untuk mencapai perempuan yang bebas diskriminasi, kekerasan dan mampu berdaya.

Kegiatan pendidikan ini menekankan betapa pentingnya memahami kebutuhan masyarakat dan cara memecahkan masalah dengan mempertimbangkan potensi di lingkungannya. Pendidikan berbasis komunitas yang diselenggarakan dan diletakkan bersama organisasi masyarakat dengan didasarkan pada kekuatan masyarakat dimaksudkan adalah untuk memenuhi kebutuhan yang timbul di masyarakat.

Beberapa kegiatan dilakukan dalam kegiatan praktik ini sebagai upaya terhadap perempuan yang mengalami kekerasan, dimana kesehatan mental memiliki peran penting dalam menyediakan layanan kesehatan yang komprehensif, dan sebagai pembukan pintu untuk merujuk perempuan korban kekerasan ke layanan dukungan lain yang mungkin mereka butuhkan. Selain itu kemandirian ekonomi melalui edukasi pendidikan dan pelatihan, pemulihan psikologis dan emosional juga menjadi fokus utama.

Namun demikian, kegiatan ini memiliki tantangan tersendiri dimana baik pelaku ataupun korban kekerasan domestik biasanya cenderung diam dan tertutup. Adapun untuk menghadapi tantangan tersebut antara lain dengan pendekatan secara holistik, komunikasi efektif, membangun kepercayaan, kolaborasi dan partisipasi pihak terkait dengan menekankan pentingnya nilai-nilai positif dan memberikan dukungan yang penuh empati. Sehingga perubahan perilaku dan keterbukaan dapat tercapai guna menentukan intervensi penanganan KDRT secara berkesinambungan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jadwal KA Prameks dari Stasiun Tugu Jogja ke Kutoarjo, Minggu 29 September 2024

Jogja
| Minggu, 29 September 2024, 03:17 WIB

Advertisement

alt

Sunsetphoria Festival Dipenuhi Ribuan Penikmat Musik

Hiburan
| Sabtu, 28 September 2024, 22:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement