Advertisement

NGUDARASA: Robot Mulai Geser Peran Dokter Gigi

Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja, Ahmad Djauhar
Minggu, 11 Agustus 2024 - 22:37 WIB
Arief Junianto
NGUDARASA: Robot Mulai Geser Peran Dokter Gigi Ketua Dewan Redaksi Harian Jogja, Ahmad Djauhar. - Harian Jogja/Hengky Kurniawan

Advertisement

JOGJA—Pekan lalu, untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia, robot dokter gigi berkecerdasan buatan (artificial intelligence—AI) melakukan tindakan medis berupa operasi gigi.

Sebelum mengoperasi, ia melakukan pemindaian 3 dimensi (3D) terhadap sang pasien, sehingga ia memahami kesehatan mulut dan mengetahui secara akurat apa yang sedang diderita pasien tersebut.

Advertisement

Perceptive, sebuah perusahaan rintisan di Boston, AS, pada 8 Agustus lalu, dengan menggunakan teknologi robotika menyelesaikan prosedur operasi gigi secara otomatis terhadap pasien manusia hanya dalam tempo relatif. Operasi seperti itu, biasanya, memerlukan dua kali kunjungan ke klinik dokter gigi konvensional.

Robot dokter gigi itu telah memperoleh persetujuan operasional oleh FDA, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang paling otoritatif di AS. Robot ini dipandu oleh AI (kecerdasan buatan) dengan perangkat lunak pemindaian 3D dan mengoperasikan lengan robotika untuk melakukan tugas-tugas operasi mulut dan gigi.

Sistem ini dapat menyelesaikan pekerjaan restorasi gigi, seperti penggantian mahkota, hanya dalam 15 menit, yang biasanya memerlukan dua kali kunjungan ke klinik. Sistem ini juga dapat mendeteksi masalah potensial dengan gigi dan gusi secara akurat.

"Perkembangan medis ini meningkatkan ketepatan dan efisiensi prosedur kedokteran gigi, membuat perawatan gigi berkualitas tinggi lebih mudah diakses dan meningkatkan pengalaman pasien serta hasil klinis," ujar Chris Ciriello, pendiri dan CEO Perceptive.

Robot Perceptive menggunakan data volumetrik 3D untuk merencanakan diagnosis dan perawatan. Robot ini melakukan pemindaian teknologi koherensi optik (OCT) di mulut pasien dengan pemindai intraoral genggam.

Pemindai ini menangkap gambar 3D yang amat rinci, termasuk yang berada di bawah garis gusi, untuk memberikan gambaran keseluruhan tentang kesehatan mulut. Pasien dapat melihat gambar-gambar ini untuk membantu dokter gigi robotika itu memahami kebutuhan perawatan mereka.

Selain itu, algoritma AI menganalisis data ini untuk merencanakan perawatan, sehingga lengan robotik yang dilengkapi dengan alat kedokteran gigi dapat melakukan prosedur secara otomatis.

Menurut Perceptive, sistem robotika mereka memungkinkan dokter gigi untuk mendiagnosis dan merawat lebih banyak pasien dengan perawatan yang berkualitas lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, mengurangi tenaga kerja manual dan meminimalkan kesalahan manusia.

Perceptive telah mengumpulkan dana sekitar US$30 juta dari para investor, termasuk di antaranya Y. Combinator, PDS Health, dan Ed Zuckerberg, seorang dokter gigi terkenal yang juga ayah dari Mark Zuckerberg—CEO Meta/pendiri Facebook.

Pendapat dokter gigi dari seluruh dunia pun beragam menanggapi kehadiran “pesaing” mereka tersebut. Seorang dokter bedah gigi yang diwawancari sebuah media India, misalnya, mengatakan dokter gigi robot berbasis AI akan menjadi bagian penting dalam dunia kedokteran gigi.

"Saya percaya bahwa robot gigi AI mungkin terlihat menakutkan bagi pasien saat ini atau bahkan bagi para profesional gigi untuk menerimanya dalam praktik mereka, tetapi saya yakin seiring berjalannya waktu, praksis ini akan menjadi bagian integral dari praktik dokter gigi," kata dokter bedah gigi tersebut.

Ia menambahkan meskipun sebelumnya terdapat beberapa mesin robot “ahli” gigi yang digunakan, dengan pemanfaatan teknologi AI tersebut, dokter gigi robot akan lebih berhasil. Ini juga dapat mengurangi beban kerja secara signifikan.

Karim Zaklama, seorang dokter gigi umum dan anggota dewan penasihat klinis Perceptive, juga memuji sistem tersebut. Dia menekankan bahwa kemampuan pencitraan canggih, terutama pemindai intraoral, memberikan detail yang tak tertandingi, memungkinkan diagnosis lebih awal dan lebih akurat. Efisiensi ini memungkinkan dokter gigi untuk lebih fokus pada perawatan pasien yang dipersonalisasi dan mengurangi waktu kursi, yang pada akhirnya menguntungkan lebih banyak pasien.

Sebenarnya, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas New York (NYU Dentistry) sempat menerapkan operasi implan gigi dengan bantuan robot. Mereka memperoleh dan menggunakan sistem Yomi—dikembangkan oleh Neocis, perusahaan dari Florida, AS, berfokus pada pengembangan dan inovasi teknologi robotika untuk kedokteran gigi—yang memberikan panduan secara real time selama prosedur implan gigi.

Yomi meningkatkan presisi dan akurasi, melengkapi keahlian dokter gigi. Sistem ini memungkinkan perencanaan pra operasi dan penyesuaian dinamis selama operasi, memastikan hasil yang optimal bagi pasien. 

Keamanan Pasien

Operasi gigi oleh robot dokter gigi di AS itu dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, termasuk etika. Beberapa pertimbangan etis yang tampaknya perlu memperoleh perhatian khalayak adalah keamanan pasien dan kualitas perawatan. Hal ini penting untuk mengevaluasi seberapa efektif dan aman robot tersebut dalam melakukan prosedur operasi gigi dibandingkan dengan dokter gigi manusia. Jika robot dapat melakukan prosedur dengan lebih presisi dan mengurangi risiko kesalahan medis, maka hal ini dapat dipandang sebagai perkembangan positif.

Pasien juga memiliki hak untuk mengetahui siapa yang akan melakukan prosedur medis terhadap diri mereka. Jika prosedur dilakukan oleh robot, pasien harus disertakan dalam pengambilan keputusan dan diberi informasi yang cukup tentang risiko dan manfaatnya. Ini menyangkut prinsip otonomi dan persetujuan yang diinformasikan.

Dengan meningkatnya penggunaan teknologi, peran dokter gigi mungkin berubah. Hal ini memunculkan pertanyaan tentang bagaimana profesional kesehatan akan beradaptasi dan melanjutkan peran mereka dalam memberikan perawatan yang bersifat empatik dan memperhatikan kebutuhan pasien.

Penerapan teknologi robotik dalam kedokteran gigi harus dipastikan tidak menciptakan kesenjangan dalam akses perawatan. Hal ini penting untuk menjamin bahwa semua kelompok dalam masyarakat dapat memperoleh manfaat dari inovasi ini.

Dalam situasi ketika robot melakukan kesalahan, perlu ada kejelasan tentang siapa yang bertanggung jawab. Apakah itu produsen robot, pemilik praktik, atau dokter gigi yang mengawasi? Pertanyaan ini berhubungan dengan akuntabilitas dalam praktik medis.

Penggunaan robotika dalam perawatan kesehatan dapat memengaruhi hubungan antara pasien dan penyedia layanan. Aspek hubungan interpersonal, empati, dan komunikasi tetap penting dalam konteks medis, dan ada kekhawatiran bahwa peningkatan otomatisasi dapat mengurangi interaksi manusia yang vital.

Sementara itu, dari aspek pembiayaan, ongkos operasi gigi oleh robot dokter gigi dibandingkan dengan operasi oleh dokter gigi manusia akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan tidak selalu dapat dipastikan bahwa biaya tersebut akan menjadi lebih murah atau sebaliknya yakni menjadi jauh lebih mahal.

Karena, penggunaan robot dalam prosedur medis gigi memerlukan investasi awal yang signifikan dalam perangkat keras dan perangkat lunak. Selain itu, biaya pemeliharaan dan pembaruan teknologi juga dapat mempengaruhi total biaya. Jika biaya investasi dan pemeliharaan tinggi, klinik mungkin mengenakan biaya lebih tinggi kepada pasien.

Seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi robotika dalam kedokteran gigi, biaya produksi dan operasional dapat turun karena skala ekonomi. Ini mungkin dapat membuat prosedur lebih terjangkau di masa depan. Jika banyak klinik praktik gigi mengadopsi teknologi robotik, persaingan dapat mendorong harga turun. Sebaliknya, jika hanya beberapa praktik yang menawarkan layanan ini, mereka mungkin dapat mengenakan biaya lebih tinggi.

Hal yang mungkin menjadi pertanyaan lanjutan bagi fenomena robot dokter gigi adalah akankah hal ini akan menyebabkan penutupan fakultas kedokteran gigi di universitas-universitas di seluruh dunia? Terdapat sejumlah pertimbangan yang dapat memengaruhi dinamika ini tentunya.

Fakultas kedokteran gigi kemungkinan akan menyesuaikan kurikulum mereka untuk memasukkan lebih banyak pelajaran tentang teknologi robotika, pemrograman, dan penggunaan sistem berbasis AI dalam praktik kedokteran gigi. Ini dapat memastikan bahwa lulusan siap untuk bekerja dengan teknologi baru ketimbang menjadi tidak relevan.

Meskipun teknologi dapat mengotomatisasi beberapa aspek dalam praktik kedokteran gigi, permintaan terhadap dokter gigi manusia untuk melakukan prosedur yang lebih kompleks dan memberikan interaksi manusia tetap ada. Banyak pasien masih menghargai hubungan interpersonal dan eksplorasi emosional yang ditawarkan oleh profesional kesehatan.

Beberapa aspek dari praktik kedokteran gigi, seperti diagnosis, konsultasi, dan interaksi sosial dengan pasien, memerlukan keterampilan dan empati yang sulit ditiru oleh robot. Ini menunjukkan bahwa peran dokter gigi manusia masih sangat penting, bahkan jika teknologi terus berkembang. Di masa depan, mungkin akan ada lebih banyak kolaborasi antara dokter gigi manusia dan teknologi robotik. Dokter gigi mungkin akan bekerja berdampingan dengan robot, memanfaatkan keunggulan masing-masing untuk meningkatkan hasil perawatan.

Munculnya robot dokter gigi dapat mengubah metode bagaimana pekerjaan dilakukan, tetapi itu tidak berarti bahwa seluruh profesi dokter gigi akan dihilangkan. Sebaliknya, ini dapat membuka peluang baru di bidang kesehatan yang terkait dengan teknologi baru dan pengembangan sistem. Betapapun, fakultas kedokteran gigi juga berperan penting dalam penelitian dan pengembangan inovasi dalam bidang kesehatan gigi. Mereka akan tetap relevan dalam menciptakan penelitian baru dan pengembangan teknologi yang lebih baik dalam kedokteran gigi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dampak Perubahan Iklim, Tanaman Cabai-Melon Petani Pesisir Kulonprogo Banyak Roboh

Kulonprogo
| Senin, 16 September 2024, 13:27 WIB

Advertisement

alt

Glamor! Ini Deretan Selebritas Terkaya

Hiburan
| Jum'at, 13 September 2024, 21:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement