Advertisement

OPINI: Akuntan Publik Milenial di Era Revolusi Industri 4.0

Anggreni Dian Kurniawati
Kamis, 22 November 2018 - 07:25 WIB
Budi Cahyana
OPINI: Akuntan Publik Milenial di Era Revolusi Industri 4.0 Ilustrasi generasi milenial. - techcrunch.com

Advertisement

Akuntan publik merupakan sebuah profesi yang berkembang dari abad ke abad dan telah mengalami pasang surut dalam mempertahankan eksistensinya. Profesi ini semakin berkembang menjadi sebuah bisnis pencipta kepercayaan masyarakat dan dielu-elukan sebagai profesi yang menjanjikan.

Layaknya seorang konsultan dan detektif, akuntan publik atau biasa juga disebut sebagai auditor memberikan jasa auditnya sebagai pihak ketiga yang independen dengan tujuan memperoleh keyakinan yang layak atas obyek yang diaudit.

Advertisement

Auditor dapat dibagi menjadi beberapa tipe sesuai dengan objek pemeriksaan yang dilakukan baik di perusahaan swasta, badan usaha milik negara, pemerintah, dan sektor publik lainnya. Auditor dalam melakukan pemeriksaan selalu berpedoman kepada standar audit baik dalam bertindak dan berperilaku etis dalam bekerja. Keberadaan profesi auditor ini dipicu oleh adanya skandal keuangan terbesar di dunia dan keberpihakan masyarakat kepada antikorupsi.

Saat ini, profesi akuntan publik sendiri perlu menyadari adanya kebutuhan untuk regenerasi ke akuntan publik milenial. Generasi milenial atau yang biasa disebut juga echo boomers yang lahir di tahun 1980-1990 atau awal tahun 2000-an merupakan generasi yang memiliki perilaku yang berbeda dari generasi yang sebelumnya.

Anak milenial sangat melek teknologi karena ketika lahir telah akrab dengan perkembangan teknologi di masyarakat. Alhasil generasi milenial ini tidak dapat lepas dari gawai, jejaring internet, dan produk teknologi yang lainnya. Pergeseran generasi inilah yang kemudian menyebabkan bisnis pun mulai mengakomodasi kebutuhan generasi milenial ini. Generasi milenial banyak menghabiskan waktunya dengan gawai dan melakukan transaksi melalui jejaring internet.

Banyak pula generasi milenial yang kemudian membuka usaha jual beli secara daring maupun menjadi pelanggan laman-laman bisnis daring tersebut. Hal ini semakin kuat dengan adanya pergeseran era di mana industri saat ini dalam menjalankan bisnisnya bukan lagi hanya mengandalkan kecerdasan manusia saja namun juga kecerdasan teknologi yang disebut era Revolusi Industri 4.0. Era ini mengakomodasi business intelligence yang merupakan kembangan dari adanya diskurptif teknologi akibat adanya generasi milenial.

Adaptasi

Banyak perdebatan muncul terkait dengan isu digantikannya kecerdasan manusia dengan kecerdasan artifisial yang mengakibatkan banyak profesi yang akan mati di era ini, termasuk isu bahwa profesi akuntan juga akan mati dengan adanya era ini. Kekhawatiran ini kemudian menjadi bahan diskusi para akuntan di Indonesia saat ini, banyak pelatihan dan edukasi terkait dengan isu era Revolusi Industri 4.0 ini baik di level sekolah sampai dengan perguruan tinggi.

Perlu disadari bahwa pada hakikatnya, manusia merupakan ciptaan Tuhan yang lebih sempurna dibandingkan dengan ciptaan Tuhan yang lain, berkaca dari pernyataan ini, kekhawatiran ini seharusnya bisa diubah menjadi sebuah peluang. Teknologi merupakan ciptaan manusia yang diciptakan untuk mempermudah melakukan banyak hal dan mempersingkat waktu yang dibutuhkan oleh tenaga manusia, sehingga manusia bisa melakukan banyak hal dalam waktu yang hampir bersamaan.

Apabila kita kaitkan kembali teknologi ini dengan profesi akuntan publik, teknologi dapat digunakan oleh akuntan publik untuk mengatasi permasalahan klasik yang selalu dihadapi yaitu terkait masalah waktu. Prosedur audit yang dilakukan dengan mengandalkan tenaga dan pikiran manusia saja dapat dilakukan dalam waktu yang lama terutama hal-hal klerikal dan administratif, namun dengan adanya teknologi, akuntan publik dapat mengandalkan urusan administratif dan mengolah data yang banyak secara akurat dalam waktu yang lebih singkat. Continuous audit merupakan alat yang saat ini banyak digunakan dan dikembangkan oleh auditor intern untuk mengeluarkan laporan audit bersamaan dengan segera setelah ada kejadian yang dipertanyakan. Alat ini merupakan salah satu produk penggunaan artificial intelligence dalam bidang akuntansi yang diciptakan untuk mencegah kegagalan-kegagalan perusahaan dan kesalahan laporan keuangan di masa mendatang. Walaupun alat ini digadang-gadang minim kesalahan dan dapat diandalkan, namun continous audit ini juga memiliki beberapa kelemahan. Alat ini membutuhkan dana yang besar untuk memilikinya, selain itu masih ada kesulitan yang dihadapi alat ini untuk memperoleh data yang besar dan kompleks dengan sistem keuangan perusahaan yang berbeda-beda.

Alat ini juga tidak dapat mengakomodasi perubahan regulasi atau aturan-aturan pemerintah dan standar akuntansi keuangan yang berlaku. Di sinilah peran kecerdasan manusia untuk melengkapi kelemahan tersebut. Walaupun teknologi sudah memiliki sistem cloud untuk menyimpan data yang sangat besar, namun untuk pengolahan data tersebut, pastinya masih dibutuhkan pemikiran, rasional, dan logika manusia dalam melakukan analisanya.

Kemampuan analisis teknologi pun terbatas sehingga untuk hal yang sifatnya kompleks, teknologi tidak sanggup untuk melakukannya. Beberapa prosedur audit yang kompleks juga membutuhkan logika untuk membuat sebuah judgment yang tepat yang mengandalkan kecerdasan manusia yang tak terbatas. y dan perilaku manusia juga dapat diandalkan dalam membuat keputusan untuk mengakomodasi perubahan aturan dan standar akuntansi, sehingga keputusan dapat diambil dengan lebih tepat baik akuntan maupun kliennya.

Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa sebenarnya di era Revolusi Industri 4.0 ini jangan menjadikan teknologi sebagai musuh atau telalu khawatir dengan musnahnya profesi akuntan, tetapi perlu dipikirkan supaya regenerasi akuntan publik ke generasi milenial ini segera berjalan. Bukan sesuatu yang sulit bagi generasi milenial untuk bisa sukses di era ini dengan keakraban mereka terhadap teknologi, maka justru peluanglah yang akan mereka hadapi di era ini, lantas perlu adanya refleksi tersendiri tentang kemauan generasi lama untuk memberikan estafet ini kepada generasi milenial dan tidak menolak perkembangan teknologi yang ada di dunia saat ini.

*Dosen Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gamelan: Problematika, Ekosistem, dan Kemajuan Kebudayaan

Jogja
| Rabu, 04 Desember 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

1 Kakak 7 Ponakan Jadi Film Terbaru Yandy Laurens, Adaptasi dari Sinetron Tahun 1990-an

Hiburan
| Rabu, 04 Desember 2024, 17:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement