Advertisement

OPINI: Normal Baru Reksa Dana

Bambang Siswaji, Direktur Utama PT PNM Investment Management
Selasa, 28 Juli 2020 - 05:02 WIB
Galih Eko Kurniawan
OPINI: Normal Baru Reksa Dana Direktur PT Bursa Efek Indonesia I Gede Wayan Yetna menyampaikan sambutan pada peluncuran Reksa Dana Indeks Premier ETF MSCI Indonesia Large Cap (XIML) di Jakarta,Rabu (4/3/2020). Bisnis - Dedi Gunawan

Advertisement

Ibarat waktu, kita tidak bisa berputar kembali ke hidup normal masa lalu. Wabah corona menegaskan hal itu, bahkan mempercepat kesadaran akan realitas baru. Pandemi Covid-19 mengantar kita ke era normal baru.

Paradigma new normal mendorong perubahan perilaku manusia di berbagai sendi kehidupan. Termasuk di sektor finansial. Bisnis keuangan ‘dipaksa’ untuk lebih cepat mengarah ke layanan digital.

Advertisement

Demikian pula aktivitas investasi di reksa dana. Layanan reksa dana digital yang sudah terjadi sebelum pandemi, kini bakal lebih masif lagi. Sejak 2017, transaksi reksa dana khususnya ritel mulai gencar dilakukan secara online seiring meningkatnya penggunaan media sosial di masyarakat.

Dari data Otoritas Jasa Keuangan, jumlah penjual reksa dana berbasis platform digital tumbuh 66,67% dari 30 platform pada 2017 menjadi 50 platform per April 2019.

Ke depan diyakini platform reksa dana digital kian berkembang pesat. Optimisme ini didasarkan pada dua alasan. Pertama, sudah terbukti korelasi pertumbuhan platform digital dengan peningkatan pesat jumlah investor reksa dana.

Dalam periode 2017–April 2019, jumlah investor reksa dana melonjak hampir dua kali menjadi 1,2 juta orang. Angka ini terus naik hampir 60% mencapai 1,9 juta pada Maret 2020. Tentunya peningkatan ini akan memperkuat tekad manajer investasi untuk mengembangkan layanan digital.

Kedua, perubahan pola hidup karena pandemi Covid-19 seperti work from home semakin mengakselerasi adopsi reksa dana digital. Salah satu penyedia platform reksa dana digital melaporkan dana kelolaan dan jumlah nasabah justru naik

20%—30% di tengah situasi pandemi. Data ini menegaskan keniscayaan bahwa reksa dana digital menjadi tren di masa depan. Pasalnya, reksa dana digital ini mampu menjawab tantangan zaman, yakni memberikan kemudahan, kenyamanan dan efisiensi dalam bertransaksi.

Aktivitas beli–jual reksa dana bisa dilakukan secara paperless dan fleksibel. Kapan saja dan di mana saja, bahkan jarak jauh dari konter fisik layanan selama ada fasisilitas internet. Selain itu nasabah semakin mudah dan cepat memperoleh informasi kinerja produk reksa dana.

Sejumlah faktor itu menjadi daya tarik bagi investor untuk berinvestasi, sehingga pasar reksa dana di Indonesia bakal semakin berkembang. Namun di sisi lain, fenomena itu membawa konsekuensi. Setiap produk reksa dana akan dikompetisikan kinerjanya setiap saat. Nasabah akan makin bebas, tak bisa lagi dibatasi untuk berpindah reksa dana demi memaksimalkan keuntungan investasinya.

Dengan kata lain, reksa dana digital akan mendorong industri reksa dana lebih transparan, kompetitif, efisien, dan berorientasi reputasi kinerja. Inilah wajah normal baru reksa dana ke depan. Menghadapi hal itu, manajer investasi dituntut mampu memberikan nilai terbaik bagi investasi nasabahnya. Termasuk, meningkatkan kemampuan komunikasi untuk menciptakan ikatan yang lebih erat (engagement) dengan investornya.

Tuntutan itu tidak bisa ditawar lagi. Apalagi, investor reksa dana saat ini makin didominasi oleh generasi milenial. Hingga Mei 2020, investor milenial mencapai 70% dari total investor di Bursa Efek Indonesia. Belakangan ini investor milenial tumbuh cepat. Pasalnya, Hillary Hoffower (2020) menunjukkan bahwa pandemi corona memberi pelajaran penting dan mengubah perilaku keuangan di kalangan milenial.

Mereka secara dramatis mulai mengurangi kebiasaan berbelanja menjadi berinvestasi untuk antisipasi krisis atau pandemi di masa mendatang. Salah satu yang paling banyak diserbu adalah investasi terkait saham, termasuk reksa dana.

Di kalangan investor milenial juga terjadi pergeseran orientasi nilai investasi. Tidak hanya soal hasil return-risk optimal, kini mereka fokus pada nilai keberlanjutan investasi reksa dana.

Pergeseran ini ditunjukkan oleh Morgan Stanley (2019) bahwa 8 dari 10 investor individu lebih tertarik pada investasi berkelanjutan. Menariknya, investor milenial lebih tinggi, mencapai 95% dan dua pertiganya aktif pada investasi berkelanjutan.

Agaknya, mereka tidak ingin investasinya ‘ambyar’ akibat salah kelola (bad governance). Fenomena ini juga dapat ditengarai dari lambatnya peningkatan unit penyertaan reksa dana pada saat muncul sejumlah kasus salah kelola investasi reksa dana.

Konsep investasi berkelanjutan (sustainable investing) pada reksa dana berupa portofolio investasi dengan underlying assets pada perusahaan berciri ramah lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan yang kuat. Investasi berkelanjutan juga lebih memiliki horizon jangka panjang. Karena itu, mengukur kinerja reksa dana berkelanjutan semestinya bukan dalam periode 1– 2 tahun tetapi setidaknya tiga tahun atau lebih lama.

Singkatnya, pertumbuhan cepat investor milenial merupakan peluang bagi manajer investasi. Ini bisa dimanfaatkan bila manajer investasi dapat menyediakan produk dan layanan yang sesuai preferensi dan perilaku investasi milenial. Salah satunya adalah investasi berkelanjutan yang didukung dengan sarana investasi digital yang unggul.

Dengan demikian, generasi milenial akan lebih mewarnai investasi reksa dana di era new normal. Seiring meningkatnya pendapatan dan daya beli pasca pandemi, mereka akan menjadi penggerak utama bagi tumbuh kuatnya industri reksa dana ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Lulusan Pertanahan Disebut AHY Harus Tahu Perkembangan Teknologi

Sleman
| Kamis, 25 April 2024, 20:37 WIB

Advertisement

alt

Dipanggil Teman oleh Bocah Berusia 2 Tahun, Beyonce Kirim Bunga Cantik Ini

Hiburan
| Kamis, 25 April 2024, 19:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement