Advertisement

Promo November

OPINI: Melirik Mobil Listrik Logistik untuk Pasar Domestik

Andry Satrio Nugroho, Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Indef
Sabtu, 05 Februari 2022 - 06:37 WIB
Maya Herawati
OPINI: Melirik Mobil Listrik Logistik untuk Pasar Domestik Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengendarai mobil listrik usai Penyerahan Mobil Listrik untuk Mendukung Kegiatan Presidensi G20 di Indonesia tahun 2022 di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu (24/11/2021). Hyundai menyerahkan 42 unit mobil listrik, yang akan digunakan sebagai kendaraan resmi delegasi Presidensi G20 Indonesia pada tahun 2022. ANTARA FOTO - M Risyal Hidayat

Advertisement

Beberapa waktu lalu kita menyaksikan perdebatan dan diskursus mobil listrik berbasis baterai (battery electric vehicle/BEV) yang dipertontonkan oleh para pembantu Presiden hingga pejabat publik.

Tentu ini menjadi sesuatu yang menggembirakan karena mobil listrik sebagai bagian dari masa depan industri otomotif kini mulai jadi perbincangan yang cukup hangat dan serius.

Advertisement

Perdebatan mulai membahas untung-rugi dan layak tidaknya mengembangkan mobil listrik di dalam negeri. Ketika berbicara mobil listrik tentu tidak akan terlepas dari keunggulan Indonesia sebagai penghasil nikel terbesar dunia.

Pemerintah bermimpi mengembangkan industri hulu hingga hilir yang terintegrasi bagi komoditas nikel ketimbang melakukan ekspor bijih nikel tanpa melalui proses pemberian nilai tambah.

Perlu perencanaan matang dan panjang untuk membiayai ekosistem kendaraan listrik yang terintegrasi, mulai dari pertambangan, pengolahan biji nikel menjadi baterai, perakitan mobil listrik, infrastruktur pendukung, hingga daur ulang limbah baterai.

Dari sisi ekosistem produksi mobil listrik, pengembangan jenis yang terjangkau dianggap menjadi pintu masuk bagi transisi mobil berbahan bakar bensin (internal combustion engine vehicle/ICEV) menjadi BEV. Tantangan saat ini adalah bagaimana menurunkan ongkos dari kepemilikan mobil listrik (total cost of ownership/TCO) sembari memacu tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Terlebih, membandingkan harga jual BEV beberapa pabrikan ternama harganya masih tergolong mahal ketimbang ICEV meski berada di kelas yang sama. Persoalan ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja tetapi juga secara global.

Saat ini pemerintah memberikan dukungan melalui insentif fiskal berbasis emisi meskipun dirasa belum cukup untuk dapat mendorong TCO BEV menjadi lebih rendah. Pasalnya, biaya komponen terbesar dalam TCO saat ini yaitu baterai sebagai nyawa dari mobil listrik masih cukup mahal.

Lalu di mana Indonesia akan berperan dalam konstelasi mobil listrik global? Indonesia Battery Corporation (IBC) sebagai holding BUMN untuk pengembangan ekosistem mobil listrik tentu menjadi bentuk keseriusan pemerintah dalam pengembangan ekosistem ini.

Sasaran berikutnya adalah mengembangkan ekosistem mobil listrik sebagai bagian dari penciptaan permintaan (demand creation) bagi baterai yang sudah diproduksi.

Target ambisius ini setidaknya perlu dipikirkan matang jika pada akhirnya akan mengejar mobil listrik untuk penumpang. Persaingan mobil listrik untuk penumpang akan sangat berat manakala Indonesia ingin mengembangkan mobil listrik dari awal. Pasalnya, kita akan berhadapan dengan pabrikan besar yang sudah menjadi raja mobil listrik seperti Volkswagen, Tesla, Wuling, dan Hyundai.

Sebetulnya Indonesia masih dapat menggarap mobil dengan segmen yang berbeda, yakni mobil listrik non-penumpang atau komersial (electric light commercial vehicle/eLCV). Segmen mobil listrik komersial untuk keperluan logistik masih dirasa bisa berkembang. Setidaknya hingga 10 tahun ke depan, eLCV masih akan tumbuh dengan CAGR 40% di pasar AS dan Eropa.

Bahkan di Jerman segmen ini sudah kompetitif sebagai moda pengantaran akhir (last mile delivery). Tentunya hal ini belum termasuk pasar Asia dan Indonesia yang saat ini masih fokus pada pengembangan kendaraan penumpang. Meskipun cukup menjanjikan, pemerintah perlu memperhitungkan strategi pengembangannya.

Pertama, kerja sama dengan penyedia teknologi dan pabrikan mobil listrik. BUMN perlu segera didorong untuk melakukan joint venture dengan pabrikan mobil besar. Setidaknya untuk dapat saling bekerjasama dalam aspek know-how dan konsep mobil listrik.

Kedua, memastikan keberadaan offtaker bagi eLCV yang diproduksi. Apabila menyasar pasar ekspor AS dan Eropa perlu waktu panjang. Di sisi lain, apabila diarahkan untuk pengantaran logistik domestik akan menjadi tantangan karena last mile delivery di Indonesia berbeda. Kita banyak menggunakan sepeda motor, sehingga pengembangan motor listrik untuk pengantaran lebih dipandang ideal.

Selain karakteristik yang berbeda, TCO mobil listrik masih belum cukup kompetitif. Perusahaan pengantaran dan logistik menjadi enggan menggunakan eLCV dan akan tetap menggunakan kendaraan konvensional jika tidak ada insentif.

Tentunya keberadaan offtaker ini perlu diinisiasi oleh BUMN. BUMN dapat membentuk holding logistik yang terdiri dari perusahaan-perusahaan logistik di lingkungan grup korporasi pelat merah sembari mengupayakan agar TCO dan cost per parcel dari eLCV dapat terus menurun.

Jika berhasil maka pemain besar akan ikut berinvestasi di eLCV sebagai moda last mile delivery mereka. Dalam 4—5 tahun ke depan, ekspor ke beberapa negara Asia Tenggara bukan lagi hal yang mustahil.

Terakhir, infrastruktur penunjang yang memadai. PLN melalui Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) merencanakan 31.859 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum pada 2030. Alhasil, diperlukan kerja sama dengan pihak swasta dan BUMN lainnya untuk ikut serta.

Upaya Indonesia berkejaran dengan waktu. Momentum ini perlu segera digarap oleh Indonesia agar mampu menjadi tuan rumah mobil listrik di negaranya sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Masa Tenang Pilkada 2024, Satpol PP Jogja Bidik 5.000 APK di Semua Wilayah

Jogja
| Sabtu, 23 November 2024, 18:07 WIB

Advertisement

alt

Hanya Satu Hari, Film The Last Dance Jadi Box Office di Hong Kong

Hiburan
| Rabu, 20 November 2024, 08:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement