OPINI: Obituari Buya Syafii Maarif dan Kritik Berkemajuan
Advertisement
Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah sekaligus tokoh bangsa dan cendekiawan muslim Indonesia Ahmad Syafii Maarif atau Buya Syafii Maarif yang tutup usia pada Jumat (27/5) sebagaimana dilansir harianjogja.com (27/5). Sebelumnya, beliau yang juga merupakan tokoh bangsa ini dirawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Semoga almarhum husnul khatimah.
Buya Ahmad Syafii Maarif merupakan salah satu cendekiawan muslim Indonesia, yang selain dikenal sebagai mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah. Beliau juga merupakan sosok yang banyak menyumbangkan pemikirannya terhadap negara dan agama. Beliau termasuk orang yang kritis terhadap suatu isu ataupun kebijakan pemerintah. Namun, beliau tetap santun mengedepankan moral-etika, mengkritik tanpa caci maki. Kritik beliau lebih mengedepankan upaya perbaikan dan arah kemajuan
Advertisement
Kritik adalah hak setiap warga negara, karenanya kritik boleh, namun provokasi jangan! Budaya kritik Buya Syafii Maarif tersebut tentunya patut kita jadikan teladan, mengingat saat ini banyak kritikus yang menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan demokrasi dan juga anti-Pancasila, bahkan dengan narasi provokasi. Sebenarnya tujuan oknum tersebut bukan perbaikan, akan tetapi menjatuhkan pihak pemerintah yang dikritik. Benalu demokrasi seperti ini tentu harus kita basmi. Negara butuh kritik yang cerdas agar pembangunan lebih terarah. Bukan kritik yang mencari-cari kesalahan untuk menjatuhkan bernuansa provokasi dan adu domba.
Sebagai contoh, sebagaimana dilansir news.detik.com (15/11/2019), salah satu kritik Buya Syafii Maarif yang meminta pemerintah tidak hanya memakai pendekatan hukum seperti militer atau polisi dalam menangani terorisme di Tanah Air. Beliau menyarankan pendekatan yang digunakan lebih variatif. Misalnya saja bisa mengadopsi sistem yang telah diterapkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Dalam hal ini BNPT tidak hanya memakai pendekatan hukum saja. Namun, pendekatan lain seperti pendekatan hati, sosial, dan ekonomi.
Kalau kita telaah, memang budaya kritis Buya Syafii Maarif sedikit banyak terinspirasi oleh Mohammad Hatta. Misalnya di beberapa tulisannya sebagaimana disebutkan dalam Mencari Autensitas dalam Dinamika Zaman (2019). Buya Syafii Maarif memberikan apresiasi yang cukup tinggi terhadap pemikiran dan aktivisme Hatta. Syafii Maarif juga menyebut Hatta sebagai seorang moralis sejati. Darinya, Syafii Maarif mendapatkan spirit di mana nilai-nilai moral mesti ditegakkan walaupun harus berhadapan dengan kekuasaan yang cukup kokoh.
Daya dobrak yang dihasilkan dari dinamika intelektual Syafii Maarif mendapatkan momentumnya setelah ia terpilih sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada tahun 2000 di Jakarta. Apabila kita telisik lebih jauh, intelektualisme Syafii Maarif tidak hanya sebatas gagasan-gagasan normatif, melainkan terwujud dalam aktivitasnya secara riil yang nyata adanya.
Bahkan M. Amin Abdullah mensejajarkan sosok Maarif dengan Ali Syari’ati (1933-1977), intelektual Iran. Alasannya, ialah bahwa sosok Syafii Maarif merupakan intelektual sekaligus aktivis pergerakan yang memiliki kapasitas sosial amat tinggi. Dengan perspektif ini, ia lebih tepat disebut intelektual organik (Qorib, 2017).
Selanjutnya, menurut Buya Syafii Maarif kehadiran demokrasi akan mempertegas nilai keagamaan. Agama sebagai sebuah jalan untuk menyelesaikan segala persoalan, termasuk problem bangsa. Tidak seperti yang dituduhkan oleh kelompok sekuler yang memposisikan agama sebagai sumber konflik, agama bisa mengatakan bahwa merekalah yang aktual dalam kekacauan yang diciptakan sekulerisme. Ahmad Syafii Maarif menentang adanya ketidakadilan negara adalah sebuah perjalanan untuk semakin menghayati Islam, bukan hanya sebagai seorang yang menjunjung keadilan dan demokrasi (Sholikhin, 2013).
Pengkajian Historis
Salah satu metode yang digunakan oleh Buya Syafii Maarif sebagaimana disebutkan Asroni adalah melakukan pengkajian secara historis, Sirah Nabawiyah. Nabi Muhammad SAW merupakan pemimpin agama sekaligus pemimpin negara. Beliau memahami betul bahwa masyarakat muslim adalah masyarakat yang pluralistik dan dinamis. Apabila hanya ada satu bentuk atau sistem pemerintahan yang harus diimani oleh umat Muslim, maka secara politis akan menyulitkan umat Islam itu nantinya. Sebab, umat Muslim di satu negara dengan negara yang lain memiliki mekanisme politik yang beragam (Wahdini, 2020).
Oleh karenanya berkaitan dengan budaya kritik ala Buya Syafii Maarif, kita sebagai bangsa yang menganut sistem demokrasi, sudah sepatutnya mencontoh metode kritik beliau. Harapannya, dengan berbagai prinsip dalam menyuarakan kritik yang santun, kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini menjadi rukun. Hal itulah yang patut kita teladani dari sosok Buya Syafii Maarif untuk mengantarkan perbaikan dan pembangunan bangsa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement