Advertisement
OPINI: Masalah Sampah di Jogja Jangan Dibuat Rumit

Advertisement
Penyelesaian masalah sampah sebenarnya sederhana, sebaiknya jangan dibuat menjadi rumit.
Kebijakan dan penanganan sampah di DIY saat ini menurut saya mahal, rumit dan berisiko tinggi. Yakni mengumpulkan sampah ke satu tempat yang jauh, menjadi satu dan tidak dimusnahkan.
Advertisement
Wilayah di DIY akhirnya berrgantung dengan satu tempat yang sama yakni Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan. Dampaknya, masyarakat lokal menanggung risiko sampah se-DIY. Akibatnya masyarakat lokal terganggu luar biasa, ketika overload lokasi tersebut, masyarakat se-DIY juga terganggu karena tidak bisa membuang sampah seperti biasanya.
Kuncinya menurut saya sampah dalam taraf tertentu harus dimusnahkan di lokasi yang tersebar, tidak di satu tempat. Saat ini banyak sekali teknologi pemusnah sampah yang terjangkau dan bisa memusnahkan sampah secara massal. Bisa diselenggarakan oleh Pemda DIY atau kabupaten/kota, strategi ini bisa sangat membantu mengatasi persoalan sampah.
Dalam situasi seperti saat ini, semua pihak tidak perlu berwacana idealis untuk mengolah sampah menjadi energi listrik atau jadi komoditas mahal, sehingga perlu investasi triliunan rupiah, tetapi akhirnya tidak dapat dilaksanakan.
Pemusnah Sampah
Sementara alat pemusnah sampah bisa dicari, asalkan bersih, ramah lingkungan, memenuhi standar kesehatan dengan tujuan memusnahkan sampah, bukan membuat energi atau komoditas baru dengan alat canggih.
Alat pemusnah tersebut saat ini bisa didapat dengan mudah. Banyak anak bangsa bisa membuat dengan harga terjangkau dan operasionalnya juga mudah. Misalnya saja alat seharga Rp30 miliar hingga Rp50 miliar bisa memusnahkan sampah sebanyak 300 meter kubik per hari dan semi portabel.
Angka itu bisa menyelesaikan volume sampah di Jogja yang menjadi masalah bertahun-tahun belakangan. Bila perlu, lokasi alat pemusnah sampah ini didekatkan dengan wilayah kota/kabupaten karena semi portabel sehingga tidak memakan tempat besar. Bisa juga memakai depo pengepul sampah selama ini. Bila alat pemusnah sampah ini diadakan di lima atau enam tempat di DIY potensial menyelesaikan masalah sampah secara permanen.
Di sisi lain, biaya transportasi bisa ditekan, sehingga sebagian dana bisa digunakan untuk biaya operasional alat pemusnah sampah. Masyarakat tetap harus dibebani tipping fee atau biaya pembuangan sampah supaya sadar bahwa sampah butuh biaya dan agar masyarakat meminimalisir sampah sejak dari rumah tangga. Dalam pelayanan sampah, pemerintah hendaknya memilih cara yang paling sederhana dan murah.
Dibandingkan saat ini, TPST piyungan tahun ini dibangun perluasan lahan menggunakan anggaran hingga Rp30 miliar di luar tanah dan biaya operasional serta hanya bisa menampung sampah untuk tujuh bulan ke depan karena sampah tidak dimusnahkan. Setelah itu sampah akan menjadi masalah lagi.
Lainnya rencana kebijakan kerja sama antar-pemerintah dan badan usaha (KPBU) atau pihak ketiga dengan investasi triliunan. Pemerintah dalam KPBU ini mesti membayar ke pihak ketiga dalam jangka panjang per tahun senilai puluhan hingga ratusan miliar. Kebijakan ini justru menjadi komoditas bisnis pihak ketiga.
Kuncinya menurut saya musnahkan dan dekatkan pembuangan sampah dengan masyarakat. Teknologi dipakai sesuai standar saja tidak perlu muluk-muluk dan mahal. Sampah jangan dianggap komoditas ekonomi bisnis mahal tapi sebagai risiko bersama yang butuh biaya untuk pemusnahannya.
Masyarakat harus paham sampah itu berbiaya sehingga harus diminimalkan. Pemerintah menyediakan layanan dengan cara seefisien mungkin, bisa kerja sama pihak ketiga atau bisa diselenggarakan sendiri.
Jika paradigma kebijakan sedikit diubah dengan mendekatkan dan memusnahkan sampah secara efisien, yakinlah masalah sampah ini selesai dalam waktu beberapa bulan saja. Tidak perlu bertahun tahun.
Adapun masalah TPST Piyungan yang sudah menumpuk sampah puluhan tahun diselesaikan terpisah. Dilakukan reklamasi, dipersempit untuk lokasi pemusnahan atau malah ditutup lebih baik. Infrastruktur di masyarakat sekitar perlu dibangun sebagai balas budi karena selama ini terganggu karena cemaran sampah.
Sedangkan dalam jangka pendek ini diharapkan, pelayanan persampahan tetap berjalan dengan koordinasi antar-kabupaten kota dan Pemda DIY, jangan berhenti karena pembangunan TPST Piyungan transisi yang kini tengah dikerjakan.
Setelah itu selesaikan permanen masalah sampah dengan mengubah paradigma menjadi dekatkan dan musnahkan secara efisien. Pemda memusnahkan sampah dengan teknologi memadai, sehat tapi murah. Di sisi lain edukasi ke masyarakat tetap wajib dilakukan untuk meminimalkan sampah. TPS3R, bank sampah tetap digalakkan untuk meminimalisir sampah yang harus dimusnahkan.
Huda Tri Yudiana
Wakil Ketua DPRD DIY dari Fraksi PKS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement