Advertisement

OPINI: Faktor Motivasi dan Turunnya Angka Pernikahan di Indonesia

Dismas Persada Dewangga Pramudita
Kamis, 25 April 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Faktor Motivasi dan Turunnya Angka Pernikahan di Indonesia Dismas Persada Dewangga Pramudita - Dok. Pribadi

Advertisement

Beberapa negara di Kawasan Asia, menginformasikan dalam 10 tahun terakhir angka pernikahan penduduk menunjukkan penurunan. Tren penurunan angka pernikahan tidak hanya dilaporkan terjadi di negara Jepang, Singapura, Tiongkok, hingga Korea Selatan, Indonesia juga mengalami hal serupa. Berdasarkan data yang dihimpun dari Badan Pusat Statistik (BPS, 2024), angka pernikahan di Indonesia terus menurun.

Angka pernikahan pada 2021 dilaporkan sebesar 1.742.049, kemudian turun menjadi 1.705.348 pada 2022, dan kembali turun menjadi 1.577.255 pada 2023. Pada 2024, angka pernikahan di Indonesia dilaporkan terus menurun (BPS, 2024).

Advertisement

Fenomena turunnya angka pernikahan di Indonesia tidak hanya terjadi pada tiga tahun belakangan ini, namun sudah berlangsung sejak 2013 (Databoks, 2024).

Faktor ekonomi, sosial, budaya seringkali dianggap sebagai penyebab yang signifikan pada fenomena turunnya angka pernikahan. Namun demikian, jika kita melihat sudut pandang lain, terdapat faktor yang cukup kompleks dimana menjadi akar penyebab penundaan pernikahan. Dalam kesempatan ini, penulis berupaya memberikan sudut pandang dengan melibatkan beberapa teori klasik terkait motivasi dan hal-hal yang bersifat kontekstual seiring perkembangan zaman.

Menurut berbagai teori terdahulu, terdapat berbagai macam faktor kontingensi yang dapat memotivasi individu untuk melakukan sebuah tindakan. Konteks sosial merupakan salah satu faktor kontingensi yang dapat memengaruhi intensi individu dalam melangsungkan pernikahan.

Sebuah teori motivasional klasik, yakni Theory of Planned Behavior (TPB) merumuskan bahwa intensi dipengaruhi oleh tiga hal mendasar, yakni evaluasi tentang seberapa baik atau buruk dampak sebuah tindakan, pengaruh dukungan sosial, dan persepsi tentang tingkat kesulitan dalam melakukan suatu tindakan (Ajzen, 1991).

Pengalaman diri sendiri maupun orang lain di masa lampau yang dianggap berpengaruh, mempunyai potensi dampak pada aspek evaluatif dalam diri individu. Ketiga faktor motivasional dalam TPB merupakan aspek evaluatif.

Kemudian, terdapat teori motivasi yang populer dan dikaitkan dengan kebutuhan individu, yakni teori hierarki kebutuhan Maslow (Daft, 2019). Menurut Maslow (1970), kebutuhan manusia tersusun atas lima hierarki, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, hubungan sosial, penghargaan, dan aktualisasi diri. Aktualitasasi diri merupakan kebutuhan dengan tingkat tertinggi yang dapat dipenuhi oleh hal-hal yang sifatnya tersier.

Berbagai hal yang menjadi kebutuhan dalam Teori Maslow (1970) dapat mengalami pergeseran akibat perubahan zaman. Jika pernikahan semula hanya dipandang sebagai pemenuhan untuk tingkat kebutuhan akan rasa aman (baik secara fisik dan emosi), saat ini dapat mengalami pergeseran ke tingkat yang lebih tinggi (misal kebutuhan atas penghargaan, pencapaian, bahkan aktualisasi diri).

Sementara itu, asumsi dalam teori tersebut adalah setiap individu harus memenuhi tingkat kebutuhan yang rendah terlebih dahulu, yakni kebutuhan fisiologis, rasa aman, dan hubungan sosial sebelum memenuhi kebutuhan dengan tingkatan lebih tinggi, yaitu penghargaan dan aktualisasi diri. Jika rasa aman, dukungan sosial, penghargaan serta aktualisasi diri dapat diperoleh tanpa adanya pernikahan, maka sangat wajar apabila angka pernikahan di Indonesia terus mengalami penurunan.

Pengaruh Teknologi
Pada era saat ini di mana teknologi memudahkan kita untuk memperoleh dan berbagi informasi tentunya juga turut menyumbang pengaruh. Sekumpulan informasi digital baik foto maupun video yang disertai dengan berbagai macam caption pada platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Tiktok dapat secara cepat dikonsumsi oleh generasi muda saat ini.

Generasi muda dianggap merupakan kelompok yang paling dekat dengan gadget dan berbagai platform di dalamnya. Berbagai pengalaman tentang persiapan pernikahan dan pengalaman kehidupan pascapernikahan dapat dengan cepat dikonsumsi generasi muda baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Sifat dari informasi ini mempunyai dampak berbeda-beda bagi setiap individu yang mengonsumsinya.

Pada dasarnya, informasi yang cukup dan tepat tentu dapat membantu meningkatkan kualitas keputusan yang akan diambil, dalam konteks ini adalah keputusan untuk melangsungkan pernikahan. Namun demikian, informasi yang berlebihan dan tidak tepat serta tidak relevan dapat membuat individu yang mengonsumsinya menjadi overthinking sehingga merasa khawatir secara berlebihan. Hal ini dapat semakin memperburuk situasi ketika karakteristik individu yang mudah overthinking mempunyai stabilitas emosi pada tingkat rendah.

Sementara itu, mayoritas generasi muda sangat jarang diberikan pengarahan tentang cara menyikapi berbagai konten yang tersebar di beragam media sosial sehingga kesehatan fisik dan mental mereka tetap terjaga dengan baik.

Berbagai macam hal yang mempengaruhi turunnya angka pernikahan dapat disikapi secara positif sebagai bekal untuk dapat lebih baik mempersiapkan diri bagi generasi muda dalam menghadapi berbagai tantangan hidup, yakni tantangan kemandirian finansial, serta memastikan agar kesehatan fisik dan mental dapat tetap kondusif.

Dismas Persada Dewangga Pramudita
Dosen FBE Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Berita Lainnya

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Gamelan: Problematika, Ekosistem, dan Kemajuan Kebudayaan

Jogja
| Rabu, 04 Desember 2024, 23:07 WIB

Advertisement

alt

1 Kakak 7 Ponakan Jadi Film Terbaru Yandy Laurens, Adaptasi dari Sinetron Tahun 1990-an

Hiburan
| Rabu, 04 Desember 2024, 17:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement