Advertisement
OPINI: Kebijakan Fiskal 2025: Titik Tolak Menuju Indonesia Emas
Advertisement
Pada 20 Mei 2024, Ibu Menkeu atas nama pemerintah, menyampaikan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2025, yang merupakan dokumen pembicaraan pendahuluan RAPBN 2025. KEM-PPKF 2025 mempunyai nilai strategis: Pertama, merupakan kebijakan yang disusun di masa transisi dari pemerintahan saat ini ke pemerintahan selanjutnya.
Sejalan dengan hal tersebut substansi kebijakan berupa keberlanjutan program prioritas yang selama ini telah berjalan dan penguatan dalam koridor menuju visi Indonesia Emas 2045. Kedua, kebijakan fiskal 2025 merupakan buah dari lesson learned serangkaian perjalanan panjang kebijakan fiskal yang selama ini mampu meredam berbagai goncangan, a.l. 2008/2009 dihadapkan pada global financial crisis, 2010 dihadapkan pada krisis utang Eropa, 2013: Tapertantrum, 2018: perang dagang USA vs China, 2020: pandemi Covid-19, 2022: geopolitik (perang Ukraina-Rusia).
Advertisement
Ketiga, kebijakan fiskal 2025 juga menjadi bagian dari kebijakan untuk senantiasa menjaga momentum reformasi dan transformasi ekonomi agar berlanjut sebagai upaya keluar dari middle income trap, menuju Indonesia Emas 2045. Untuk itu dalam rangka merespons dinamika perekonomian, menjawab tantangan dan mendukung agenda pembangunan untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045, maka kebijakan fiskal 2025 diarahkan untuk “Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan”.
Strategi Kebijakan
Untuk mendukung hal itu, strategi kebijakan fiskal ditempuh melalui dua strategi utama, yaitu strategi jangka menengah-panjang dengan fokus untuk mendukung transformasi ekonomi sosial melalui penguatan SDM unggul, penghiliran dan transformasi ekonomi hijau untuk meningkatkan nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penguatan inklusivitas untuk menghadirkan kesejahteraan yang berkeadilan, melanjutkan pembangunan infrastruktur serta penguatan kelembagaan dan simplifikasi regulasi, pengembangan ekonomi kreatif dan kewirausahaan, penguatan pertahanan dan keamanan serta kemandirian (energi dan pangan), memperkokoh nasionalisme, demokrasi dan HAM.
Sementara itu, strategi jangka pendek ditempuh dengan menjaga keberlanjutan program prioritas saat ini, sekaligus penguatan berbagai program unggulan yang difokuskan untuk akselerasi pertumbuhan ekonomi, penguatan well being, serta penguatan konvergensi antardaerah. Untuk mewujudkan pertumbuhan yang inklusif, peningkatan kesejahteraan dan pemerataan antardaerah akan dapat berjalan efektif apabila ditopang APBN yang sehat dan kredibel. Sejalan dengan hal tersebut, reformasi fiskal yang selama ini sudah berjalan perlu dilanjutkan dan terus diperkuat efektivitasnya melalui collecting more, spending better, dan innovative financing. Kebijakan optimalisasi pendapatan negara (collecting more) dilakukan dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan usaha serta kelestarian lingkungan.
Sementara itu, optimalisasi PNBP dilakukan melalui optimalisasi pengelolaan SDA, perbaikan tata kelola, inovasi layanan publik, serta mendorong reformasi pengelolaan aset negara. Dengan berbagai kebijakan dan upaya perbaikan administrasi dan layanan, pendapatan negara diperkirakan mencapai kisaran 12,14% hingga 12,36% dari PDB.
Sementara itu, kebijakan belanja negara diarahkan untuk penguatan spending better agar belanja lebih efisien dan efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus peningkatan kesejahteraan. Pada sisi lain, pemerintah juga berkomitmen untuk penguatan sinergi dan harmonisasi kebijakan pusat dan daerah yang diarahkan untuk peningkatan kualitas belanja di daerah agar lebih produktif, peningkatan kualitas layanan publik dan kemandirian daerah. Melalui penguatan spending better tersebut belanja negara diperkirakan di kisaran 14,59%—15,18% PDB.
Untuk mendukung percepatan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan, kebijakan fiskal didesain ekspansif, terarah dan terukur dengan defisit di kisaran 2,45%—2,82% dari PDB. Sementara itu, upaya untuk menutup defisit tersebut dilakukan dengan mendorong pembiayaan yang inovatif, prudent dan sustainable ditempuh, antara lain dengan mengendalikan rasio utang dalam batas manageable di kisaran 37,98% hingga 38,71% PDB.
Dengan Kebijakan fiskal yang sehat dan kredibel serta terobosan kebijakan, diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi 2025, diperkirakan berada pada kisaran 5,1%—5,5%, ditopang oleh terkendalinya inflasi, kelanjutan dan perluasan penghiliran SDA, dan digitalisasi yang didukung oleh perbaikan iklim investasi dan kualitas SDM. Laju pertumbuhan ini diharapkan akan menjadi fondasi yang kuat untuk pertumbuhan yang lebih tinggi dalam beberapa tahun ke depan. Dengan mempertimbangkan risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global yang masih tinggi, yield SBN tenor 10 tahun diperkirakan berada pada kisaran 6,9%—7,3%, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diperkirakan berada di rentang Rp15.300—Rp16.000.
Sementara itu, inflasi diperkirakan dapat dikendalikan di kisaran 1,5%—3,5%. Dengan mencermati tensi geopolitik yang saat ini masih berlanjut maka harga minyak mentah Indonesia diperkirakan US$75—US$85 per barel, lifting minyak Bumi 580.000—601.000 barel per hari, dan lifting gas 1.004.000—1.047.000 barel setara minyak per hari.
Semoga buah pemikiran yang tertuang dalam KEM-PPKF 2025 ini dapat menjadi fondasi yang kokoh untuk menghantarkan terwujudnya cita-cita mulia bangsa Indonesia yaitu Indonesia yang Gemah Ripah loh Jinawi Toto Titi Tentrem Kerto Raharjo.
Wahyu Utomo
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : JIBI/Bisnis Indonesia
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
Pengadaan Lahan Tol Jogja-Solo Ruas Trihanggo-Junction Sleman Nyaris Tuntas
Advertisement
Film 2nd Miracle In Cell No. 7 Tayang di Bioskop Mulai 25 Desember 2024
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement