OPINI: Mengenal Akuntansi Forensik dan Auditor Forensik
Advertisement
Istilah forensik nampaknya bukan hal yang awam untuk masyarakat saat ini. Paling tidak, masyarakat pasti mengenal istilah dokter forensik dan laboratorium forensik yang berhubungan dengan pemeriksaan terhadap mayat atau jenazah (melalui kegiatan autopsi) untuk mengetahui segala hal yang menjadi penyebab kematian. Lalu, apakah sebenarnya ilmu forensik tersebut?
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan forensik sebagai cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penerapan fakta-fakta medis pasa masalah-masalah hukum. Dari penjelasan tersebut, jelas bahwa segala macam hal yang terkait dengan forensik berarti segala sesuatu yang terkait dengan penggalian data dan fakta untuk keperluan bukti secara hukum. Memang tidak hanya terbatas dalam ilmu kedokteran saja tetapi forensik juga dapat diimplementasikan pada ilmu yang lain seperti akuntansi, antropologi, geologi dan bahkan pada fotografi.
Advertisement
Secara khusus di ranah akuntansi, Tuanakotta (2017) dalam bukunya Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif mendefinisikan akuntansi forensik sebagai penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk dalam bidang auditing pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau di luar pengadilan, di sektor publik maupun privat. Akuntansi forensik dapat dipraktikkan pada bidang seperti: penyelesaian sengketa antarindividu, di perusahaan swasta, di perusahaan milik negara, maupun di departemen atau kementerian, pemerintah pusat atau daerah.
Menurut Tuanakotta (2017), akuntansi forensik awalnya menggabungkan antara akuntansi dan hukum, contohnya adalah penggunaan akuntansi forensik dalam pembagian harta gono-gini dalam sebuah kasus perceraian. Kemudian, akuntansi forensik berkembang ke bidang lainnya yaitu auditing. Dalam hal yang terkait dengan bidang auditing secara umum, seorang auditor akan mengevaluasi kelemahan Sistem Pengendalian Internal (SPI) perusahaan. Apabila ada “kebocoran” pada SPI perusahaan, maka rawan terjadinya kecurangan keuangan (financial fraud), termasuk di dalamnya kerawanan terjadinya korupsi di perusahaan.
Dugaan terjadinya fraud bisa juga diberikan oleh para whistleblowers (karyawan yang mengetahui atau menyaksikan terjadinya fraud). Selain itu, temuan audit bisa mengarah ke petunjuk adanya fraud. Auditor akan menanggapi hal tersebut dengan melakukan audit investigatif untuk melakukan pemeriksaan terhadap nominal atau transaksi yang tidak wajar. Di sini nampak bahwa audit investigatif menjadi kendali yang lebih kuat terhadap kecurangan yang terjadi. Audit investigatif sendiri merupakan awal dari akuntansi forensik.
Gambaran penugasan seorang auditor forensik secara visual mungkin dapat disaksikan melalui akting menawan Ben Affleck dalam film The Accountant. Dalam film tersebut dikisahkan tokoh Christian Wolff yang diperankan Ben Affleck membongkar kasus financial fraud berupa penggelapan uang dengan menganalisa secara mendalam terhadap suatu “keanehan” yang disajikan pada angka-angka laporan keuangan klien auditnya.
Memang, seorang auditor forensik secara nature (sifat atau kondisi) dalam bekerja akan berbeda dengan auditor eksternal yang melakukan audit laporan keuangan. Output yang dihasilkan dari kedua hal tersebut berbeda, auditor eksternal akan menghasilkan opini terhadap kewajaran penyajian laporan keuangan, sementara output auditor forensik adalah pembuktian kecurangan. Selain itu, berbeda dengan auditor eksternal, auditor forensik bekerja dalam lingkungan adversarial dimana ada dua pihak akan melakukan perdebatan.
Segitiga Akuntansi Forensik
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa akuntansi forensik menggabungkan antara ilmu akuntansi, hukum dan audit. Tuanakotta (2017) mengistilahkan Segitiga Akuntansi Forensik sebagai salah satu model untuk melihat akuntansi forensik. Ada tiga titik dalam Segitiga Akuntansi Forensik ini: Perbuatan melawan hukum, kerugian, dan hubungan kausalitas. Kerugian merupakan titik awal dalam Segitiga Akuntansi Forensik. Kerugian akan ditetapkan dan kemudian dihitung seberapa besar kerugian yang timbul akibat fraud.
Disebutkan dalam Tuanakotta (2017) bahwa Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang berbunyi tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut menjadi landasan hukum terkait dengan kerugian tersebut.
Titik yang kedua menurut Tuanakotta (2017) adalah perbuatan melawan hukum. Pihak yang melakukan perbuatan melanggar hukum akan dituntut sebagai pihak yang mengganti kerugian. Dalam suatu kasus yang menimbulkan kerugian, termasuk juga kasus kecurangan finansial, tentunya ada pihak yang bertanggung jawab karena melanggar suatu peraturan atau hukum dan ia akan menjadi pihak yang dapat dituntut untuk mengganti kerugian.
Titik ketiga dalam Segitiga Akuntansi Forensik adalah keterkaitan (atau hubungan kausalitas) antara kerugian dan perbuatan melawan hukum. Menurut Tunakotta (2017), praktisi atau ahli hukum mengambil bagian pada penilaian terhadap perbuatan melanggar hukum dan hubungan kausalitasnya dengan kerugian yang terjadi. Para akuntan forensik mengambil bagian pada perhitungan besarnya kerugian. Akuntan forensik juga bisa membantu ahli dan praktisi hukum untuk mengumpulan barang bukti untuk menentukan kausalitas.
*Penulis merupakan dosen Program Studi Akuntansi Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
Advertisement
KPU Sleman Memprediksi Pemungutan dan Perhitungan Suara di TPS Rampung Maksimal Jam 5 Sore
Advertisement
Hanya Satu Hari, Film The Last Dance Jadi Box Office di Hong Kong
Advertisement
Berita Populer
Advertisement
Advertisement