Advertisement

OPINI: Menghayati Pola Hidup Minimalis

John de Santo
Selasa, 30 April 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Menghayati Pola Hidup Minimalis John de Santo - Dok. Pribadi

Advertisement

Dunia mengenal Marie Kondo, seorang penulis, penyiar televisi, dan pengusaha asal Jepang yang menemukan metode Konmari. Bukunya yang berjudul, The Life-Changing Magic of Tidying (2011), terjual jutaan kopi di lebih dari 30 negara. Melalui metode Konmari, Kondo mengajak orang untuk merapikan barang-barang yang ada di rumah dengan pedoman sederhana yakni, menyingkirkan barang-barang yang sudah tidak diperlukan lagi, dan hanya menyimpan barang-barang yang masih diperlukan.

Proses rapi-rapi atau tidying up itu dimulai dari pakaian, buku, hingga barang-barang sentimental. Konsep dasar yang disematkan dalam metode Konmari ini adalah pola hidup minimalis. Hemat penulis, dunia yang berorientasi serba mewah dan megah ini menjadikan konsep pola hidup minimalis semakin relevan.

Advertisement

Pola hidup minimalis artinya hidup dengan menggunakan atau mengonsumsi lebih sedikit. Prinsipnya, less is more. Prinsip yang senada dengan gagasan E.F.Schumacher yang pernah dia tuangkan dalam buku, Small is Beautiful (1973). Ini tak sekadar berarti menyingkirkan harta benda, tetapi dengan mengurangi barang-barang yang tidak diperlukan lagi, orang justru mengurangi beban mental. Berdasarkan pola pikir less is more, orang dapat memiliki lebih banyak kesempatan untuk merenungkan hidup dan mengindentifikasi hal-hal yang benar-benar diperlukan dalam hidup.

Dengan cara itu, orang tersebut menjadi lebih seimbang, damai, dan bebas. Menurut Kondo, kehidupan minimalistik, bisa kita mulai berdasarkan tiga langkah berikut. Pertama, memeriksa seberapa banyak barang yang kita miliki. Misal kata, dengan mengeluarkan semua pakaian dari lemari dan ditumpuk, kita bisa melihat seberapa tinggi tumpukan itu, kemudian menghitung seberapa banyak pakaian yang masih kita pakai dan berapa banyak yang sudah tak terpakai lagi.

Kedua, merapikan (decluterring), artinya dengan tegas memutuskan barang apa yang dapat kita simpan dan apa yang harus kita singkirkan. Mungkin karena beberapa pakaian yang masih bagus dan layak pakai, dapat kita sumbangkan. Ketika sulit untuk memutuskan, Kondo menganjurkan supaya kita menggunakan pertanyaan berdasarkan nilai fungsi atau nilai sentimentalnya. Misalnya, apakah pakaian tersebut masih akan kita pakai? Atau apakah pakaian ini bernilai sentimental, seperti sweater peninggalan kakek atau syal warisan nenek.

Ketiga, pengaturan. Marie Kondo menyarankan kita supaya menata barang-barang berdasarkan kategori, bukan berdasarkan lokasi. Ini berarti, kita menyimpan kelompok barang sejenis secara bersama-sama dan bukan membiarkan barang-barang itu berserakan di mana-mana.

Misalnya, semua handuk masuk ke satu kotak, dan semua kaus kaki dikumpulkan di laci yang sama. Bila perlu, diurutkan berdasarkan warna. Cara ini membantu, ketika kita perlu mencari barang-barang itu dengan cepat dan pengaturan ini juga memberikan kita gambaran yang jelas tentang jumlah barang sejenis, sehingga dapat mencegah kita membeli lebih banyak.

Untuk mempertahankan momentum, Kondo menganjurkan supaya kita secara rutin memeriksa apakah ada barang yang berlebihan atau tidak berfungsi lagi. Ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan: apakah saya benar-benar masih membutuhkan barang itu?
Dalam hal berbelanja, prinsip metode Konmari yang dipegang teguh adalah "satu-masuk-satu-keluar" yang berarti, ketika kita menambahkan barang baru, barang lama harus pergi untuk memberinya tempat.

Menata Kesemrawutan Digital
Dibandingkan dengan barang-barang nyata (tangible) yang terlihat membebani, di dunia digital mungkin jauh lebih sulit untuk diperhatikan karena bebannya tidak terjamah (intangible). Coba tengok ponsel Anda sekarang dan hitung berapa banyak aplikasi yang diinstal, atau buka album foto, dan lihat jumlah foto yang tersimpan. Mungkin saja Anda memiliki 187 aplikasi dan 19.220 foto. Pertanyaannya, apakah Anda memerlukan semua aplikasi atau foto di album itu?

Hal yang sama berlaku juga terhadap informasi. Hampir setiap saat kita terpapar tsunami informasi yang muncul dari segala arah. Semua informasi selalu datang dalam kemasan lebih canggih, lebih mutakhir, lebih akurat, dan lebih andal. Hal ini dapat menyebabkan overthinking.

Maka dari itu, mengurangi jumlah informasi yang kita hadapi setiap hari adalah hal yang perlu kita lakukan untuk menyederhanakan hidup. Langkah pertama misalnya dengan membatasi penggunaan gadget, kalau selama ini waktu penggunaan gadget bisa enam jam, sekarang kita batasi hanya tiga jam sehari.
Perlu kita ketahui bahwa, minimalisme tidak berarti menghindari sesuatu selamanya, melainkan upaya mencapai keseimbangan antara keinginan dan kapasitas kita. Artinya, kita boleh menikmati kehidupan digital kita, tetapi kita juga perlu menimbang kapasitas informasi yang bisa kita terima dan kelola untuk kepentingan pengembangan diri.

Oleh karena itu, kita boleh menikmati kehidupan digital kita, tetapi pada saat yang sama kita juga berusaha menimbangnya sesuai kapasitas informasi yang dapat kita tampung dan kita kelola. Dengan demikian, kita misalnya tak perlu menginvestasikan waktu dan energi terlalu banyak untuk artikel dengan judul bombastis, konten murahan, berita-berita hoaks.

Jejaring pertemanan pun perlu kita batasi. Karena prinsipnya, semakin besar ukuran jejaring, semakin banyak waktu yang kita luangkan dan semakin kita kelelahan. Semakin peduli kita terhadap seberapa banyak simbol “like” yang kita dapatkan dari postingan baru di media sosial, semakin kita merasa ketagihan dan cemas.

John de Santo
Pendidik dan Pengasuh Rumah Belajar Bhinneka

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Jaga Perikanan di Kulonprogo, Pemkab KP Libatkan Calon Pengantin

Kulonprogo
| Kamis, 16 Mei 2024, 16:57 WIB

Advertisement

alt

Variety Show Terbaru Lee Hyori Berwisata dengan Ibunya Tuai Simpati dari Warganet

Hiburan
| Kamis, 16 Mei 2024, 15:57 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement