Advertisement

OPINI: Bijak Menyikapi Melemahnya Rupiah

Firman Hidayat
Jum'at, 03 Mei 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Bijak Menyikapi Melemahnya Rupiah Firman Hidayat - JIBI

Advertisement

You will continue to suffer if you have an emotional reaction to everything that is said to you. True power is sitting back and observing things with magic. True power is restraint. If words control you that means everyone else can control you. Breathe and allow things to pass. Warren Buffet. 

Apa yang dikatakan oleh Warren Buffet ini relevan dengan perkembangan saat ini. Di tengah meningkatnya ketidakpastian, bermunculan komentar pengamat mengenai prediksi nilai tukar rupiah ke depan. Sebagian pengamat memperkirakan pelemahan rupiah akan berlanjut hingga ke level di atas Rp16.200, antara lain karena faktor The Fed menunda penurunan suku bunga dan memanasnya geopolitik.

Advertisement

Terdapat pula pandangan pengamat yang mengaitkan pelemahan rupiah dengan program pemerintah mendatang yang akan membebani anggaran fiskal. Pandangan ini tentu saja memengaruhi ekspektasi masyarakat. Padahal, argumen yang disampaikan tidak sepenuhnya benar. Misalnya, terkait dengan anggaran fiskal, Kementerian Keuangan tentu akan menjaga dan mencari keseimbangan anggaran sehingga program kerja pemerintah mendatang tidak akan membebani anggaran fiskal. Bagaimana kita menyikapi pemberitaan yang berlebihan mengenai rupiah tersebut?

Di tengah kondisi seperti ini, sebaiknya kita tetap tenang dan tidak reaktif terhadap pemberitaan yang ada. Kita perlu mengonfirmasi pemberitaan tersebut dengan berbagai data dan indikator. Setidaknya terdapat tiga alasan kenapa kita tidak perlu khawatir terhadap kondisi rupiah saat ini. 

Pertama, pelemahan mata uang adalah fenomena global. Dengan kata lain, rupiah tidak sendirian melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Mata uang berbagai negara juga melemah terhadap dolar AS. Bahkan, beberapa mata uang seperti yen, won, dan baht melemah lebih dalam dibandingkan rupiah. 

Kedua, ekonomi Indonesia memiliki ketahanan yang kuat. Di tahun ini, ekonomi Indonesia diperkirakan tumbuh pada kisaran 4,7%—5,5%. Prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ini lebih baik dibandingkan beberapa negara maju dan berkembang lainnya di dunia. Inflasi IHK diperkirakan terjaga di kisaran 2,5%±1% pada 2024. Sementara itu, neraca perdagangan barang triwulan I/2024 kembali mencatat surplus. Ketahanan perbankan juga sangat solid tecermin dari indikator capital adequacy ratio yang tinggi mencapai 27,73% dan nonperforming loan yang rendah sebesar 2,35% pada Februari 2024. 

Daya tahan juga terlihat dari nilai cadangan devisa Indonesia yang mencapai US$140,4 miliar pada Februari 2024. Cadangan devisa ini cukup untuk membiayai impor selama 6,4 bulan atau membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 6,2 bulan. Angka ini jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor. 

Ketiga, Bank Indonesia masih memiliki ruang kebijakan yang cukup untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pada Rapat Dewan Gubernur pada 23—24 April 2024, Bank Indonesia menaikkan BI Rate sebesar 25 bps menjadi 6,25%. Langkah ini dimaksudkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1%. 

Selain itu, Bank Indonesia melakukan sejumlah langkah, antara lain peningkatan stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi di pasar valas, penguatan strategi operasi moneter yang promarket, dan penguatan implementasi kebijakan makroprudensial longgar untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. 

Sinergi Kuat

Kebijakan tersebut diperkuat dengan sinergi yang erat antara Bank Indonesia dengan pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga dan otoritas di Indonesia khususnya untuk mengendalikan inflasi di dalam negeri. Melihat berbagai faktor di atas, diyakini bahwa sinergi antara otoritas moneter dan otoritas fiskal akan dapat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Keyakinan tersebut juga didukung oleh figur pemimpin dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan yang memiliki leadership yang kuat. Dalam hal ini, Gubernur Perry Warjiyo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani telah banyak ‘makan asam garam’ karena telah melewati berbagai krisis sebelumnya. Dua tokoh ini memiliki know how yang dapat membawa Indonesia mengarungi ketidakpastian global dengan selamat. 

Meski demikian, upaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah memerlukan dukungan dari pelaku usaha dan masyarakat. Pelaku usaha dan masyarakat disarankan mulai mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS dengan menggunakan mata uang lokal untuk pembayaran transaksi perdagangan luar negeri. 

Saat ini, Indonesia sudah memiliki kerja sama local currency transaction dengan beberapa negara, yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, China, Korea Selatan, dan India. Selain itu, pelaku usaha hendaknya melakukan lindung nilai atau hedging sehingga dapat terhindar dari risiko volatilitas nilai tukar. Dengan berbagai upaya ini, penulis optimistis stabilitas rupiah, ekonomi dan keuangan Indonesia ke depan akan tetap terjaga. 

Firman Hidayat

Deputi Direktur, Bank Indonesia Provinsi Jawa Timur

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Nadiem Luncurkan Indonesian Heritage Agency Di Vredeburg

Jogja
| Jum'at, 17 Mei 2024, 13:47 WIB

Advertisement

alt

Keren! Mahalini dan Voice of Baceprot Masuk Penghargaan Orang Berprestasi Forbes

Hiburan
| Kamis, 16 Mei 2024, 22:17 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement