Advertisement

OPINI: Beban Berat Profesor

Wahyudi Sutopo, Guru Besar Bidang Ilmu Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Jum'at, 23 Agustus 2024 - 05:07 WIB
Maya Herawati
OPINI: Beban Berat Profesor Wahyudi Sutopo, Guru Besar Bidang Ilmu Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS)

Advertisement

Undang-Undang No.14/2005 tentang Guru dan Dosen, khususnya Pasal 1 butir 3, menyatakan guru besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Di Indonesia saat ini jumlah guru besar atau profesor masih kurang dari 3% dari total dosen yang lebih dari 325.000 orang.  Jumlah tersebut sangat jauh di bawah ideal, yakni sebanyak 10% dari total dosen.

Advertisement

Walaupun masih kurang, pengisian jabatan guru besar harus dipastikan berorientasi pada kualitas.  Kepakaran harus linier terhadap target pencapaian visi organisasi serta didasarkan pada analisis peta jabatan dan sesuai peta jalan penelitian (roadmap research)  perguruan tinggi.

Profesor memiliki beban berat. Ia harus mampu menjadi pemimpin akademis (academic leader), yakni mengembangkan ilmu pengetahuan dan pembinaan komunitas keilmuan dosen pada jenjang di bawahnya. Profesor juga menjadi  panutan moral bagi masyarakat akademis dan masyarakat luas.

Sekitar dua bulan terakhir ini media massa, seperti surat kabar, majalah, televisi, dan Internet menyajikan banyak berita negatif tentang profesor. Ada berita tentang profesor abal-abal, profesor discontinued, skandal rekayasa guru besar, jual beli jabatan guru besar, pejabat publik dengan gelar guru besar janggal, dan berbagai pelanggaran etika dan integritas akademis karena kebelet jadi profesor.

Bagi para sejawat dosen, marilah berita ini diterima dengan sikap lapang dada, dijadikan bahan evaluasi diri dan koreksi, bahkan  pemicu membangun budaya akademis yang kukuh di perguruan tinggi.

Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (tridarma perguruan tinggi).

Setiap dosen harus punya career planning menjadi profesor dalam menjalankan tridarma perguruan tinggi. Pengelolaan dan pengembangan karier dosen dapat menghasilkan keunggulan dalam pengajaran, penelitian, dan inovasi (excellence in teaching, research, and innovation).

Program studi dapat mencapai scientific vision dan menghasilkan lulusan yang relevan dengan kebutuhan pasar. Peta jabatan dan formasi jabatan akademis ditetapkan oleh pimpinan perguruan tinggi untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan perguruan tinggi.

Mencapai gelar profesor perlu dari proses yang berintegritas tinggi. Gelar tersebut menjadi pengakuan negara atas kiprah, dedikasi, dan kontribusi dosen dalam pengembangan disiplin ilmu melalui tridarma perguruan tinggi.

Pertumbuhan jumlah profesor yang beragam bidang kepakaran atau ranting ilmu akan mengakselerasi perguruan tinggi dalam menciptakan keunggulan (excellences) dan kompetitif secara global (globally competitive).

Ada ungkapan profesor adalah setengah dewa. Bisa jadi ini representasi dari tingginya ekspektasi masyarakat luas pada profesor. Budaya akademis di perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mengembangkan budaya serta peradaban masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.

Profesor menjadi garda terdepan dalam membangun budaya akademis yang kukuh. Profesor selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademis dalam masyarakat serta mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis, rasional dan objektif, serta diikuti membangun kebiasaan menulis.

BACA JUGA: Pagar di Gedung DPR, Siang Dirobohkan Demonstran Malam Dibetulkan Tukang

Media Massa

Profesor mempunyai kewajiban menulis buku dan karya ilmiah serta menyebarluaskan gagasannya untuk mencerdaskan masyarakat. Bukan hanya menulis artikel di jurnal atau buku, tetapi juga menulis opini di media massa dan media sosial dapat dimanfaatkan dalam menyebarluaskan gagasan untuk mencerdaskan masyarakat.

Menulis opini di media massa dapat didukung dengan satu atau dua teori dan kemudian diberikan argumen yang ringkas dan mudah dipahami. Dalam penulisan artikel di media massa, penting memahami bahasa jurnalistik.

Menulis setiap hari di media sosial bisa juga bermanfaat untuk menyampaikan gagasan,  imajinasi terus berkembang, dan mengembangkan kreativitas serta inovasi. Menulis di media massa/sosial harus  dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi disinformasi dan mispersepsi karena melekatnya jabatan akademis profesor.

Barangkali gagasan/tulisan di media massa/sosial oleh masyarakat dianggap telah didasarkan atas data, terkonfirmasi, diuji, dan dipertanyakan sebelum ditulis. Jangan sampai  tergelincir  justru tulisan tersebut menjadikan profesor tidak menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan.

Jangan sampai konten atau tulisan tergelincir dan  dianggap mengandung unsur suatu tindak pidana, misalnya pencemaran nama baik, menyinggung suatu suku, agama, ras, golongan, dan pelanggaran kesusilaan.

Kebiasaan menulis  tetap harus dilandasi etika, integritas, kolaborasi, dan keterbukaan terhadap ide baru sebagai ciri budaya akademis. Profesor menjadi  panutan moral sehingga harus selalu menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang.

Profesor adalah pemimpin akademis yang selalu mengembangkan ilmu pengetahuan, menghasikan lentera kehidupan, berkontribusi memperjelas yang samar menjadi terang pada berbagai masalah yang kompleks pada disiplin ilmu atau kepakaran.

Beban kolektif profesor menjadi lebih ringan jika semakin banyak jumlahnya. Mereka menjadi pemimpin akademis yang memiliki visi keilmuan yang sangat jelas, menginspirasi, unggul dalam menghasilkan karya inovatif, serta mendapat pengakuan nasional maupun internasional.

Profesor yang produktif menghasilkan lulusan doktor yang terbukti mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta menghasilkan karya kreatif, orisinal, dan teruji. Semoga banyak berita positif tentang profesor beredar di media massa. Semoga profesor dapat menginspirasi rekan sejawat, dosen muda, mahasiswa, bahkan masyarakat umum.

Profesor bukanlah gelar akademis seperti sarjana, magister, atau doktor, melainkan jabatan akademis tertinggi yang bisa dan/atau harus diraih oleh setiap dosen. Gelar profesor dengan sendirinya harus ditanggalkan ketika tidak lagi menjadi dosen dan tidak menjalankan kewajiban  tridarma perguruan tinggi. (JIBI/Solopos)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Solopos

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Dampak Perubahan Iklim, Tanaman Cabai-Melon Petani Pesisir Kulonprogo Banyak Roboh

Kulonprogo
| Senin, 16 September 2024, 13:27 WIB

Advertisement

alt

Glamor! Ini Deretan Selebritas Terkaya

Hiburan
| Jum'at, 13 September 2024, 21:27 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement