Advertisement

OPINI: Kota Tanpa Ruang Kontemplatif

Noufal Riri Hananta
Sabtu, 30 Maret 2024 - 06:37 WIB
Bhekti Suryani
OPINI: Kota Tanpa Ruang Kontemplatif Noufal Riri Hananta - Dok. Pribadi

Advertisement

Dinamika Jogja sangat dipengaruhi perkembangan masyarakat. Hal ini terungkap dalam perkembangan kotanya. Perubahan wajah Jogja terlihat sesuai dengan perkembangan zaman yang menuntut adanya penyesuaian pada setiap sektor yang menunjang perkembangannya. Berbagai kemajuan diraih, (sektor formal-informal), fasilitas-fasilitas publiknya, terus dibenahi bertambah.

Dalam sejarahnya, Jogja diilustrasikan keseluruhan tak bersifat statis sebab memiliki hubungan erat dengan kehidupan pelakunya yang dilaksanakan dalam dimensi waktu. Dari dimensi waktu, dinamika perkembangan kotanya pada prinsipnya baik, alamiah, sebab merupakan ekspresi dari perkembangan masyarakatnya.

Advertisement

Markus Zahnd dalam Perancangan Kota Secara Terpadu (1999), menyebutkan tiga istilah teknis yakni, Pertama, perkembangan horizontal. Artinya, daerah bertambah, ketinggian dan kuantitas lahan terbangun (coverage) sama. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pinggir kota, lahan masih murah dan dekat jalan raya yang mengarah ke kota (keramaian).

Kedua, perkembangan vertikal. Hal ini, daerah pembangunan dan kuantitas lahan terbangun (coverage) sama, ketinggian bangunan bertambah. Cara ini sering terjadi di pusat kota serta pusat perdagangan, harga lahan mahal.

Ketiga, perkembangan interstisial. Hal ini, daerah dan ketinggian bangunan rata-rata sama, kuantitas lahan terbangun (coverage) bertambah. Perkembangan dengan cara ini sering terjadi di pusat kota, antara pusat dan daerah pinggiran yang kawasannya dibatasi dan hanya dipadatkan.

Perkembangan sebagaimana di atas, tak hanya terjadi satu per satu, melainkan secara simultan. Kini, dengan dinamika sangat cepat, implikasi kualitas perkembangannya sering "kurang begitu baik". Sebab, Jogja butuh sentuhan tangan-tangan yang menggugah hati, pikiran dan manusia yang mau serta mampu untuk bertindak.

Keterlibatan itu (harus) terjadi dalam dua skala (prespektif) dari atas dan bawah. Skala dari atas memperhatikan aktivitas ekonomis-politis (sistem keuangan, kebijakan), bersifat agak abstrak.

Skala dari bawah fokus secara konkret pada perilaku manusia (kegiatan, perbuatan). Kolaboratif lembaga secara "monoaspek" dapat dijadikan sarana tata-kelola persoalan internal perkotaannya lebih serius dan terfokus.

Sebab, Jogja merupakan kota hasil suatu karya seni sosial. Maka, menilik realitas Jogja dengan adanya perbedaan kultur, agama, etnis, geografis, iklim, teknologi, ideologi dll, selayaknya mendorong terciptanya tipologi wajah kota berkarakter, kendati menyangkut benturan antar pendekatan teknokratik-komersial-ekonomis dan demokratik-humanis-ekologis.

Keseragaman wajah kotanya mengakibatkan tidak adanya identitas kota yang menjadi ciri khas dan akan disusul dengan menghilangnya kultur-kultur asli karena pergeseran nilai dengan yang disebut modernism. Dampak seriusnya adalah terjadinya kejenuhan dalam sikap masyarakat, yang akhirnya berdampak ke masalah urbanisasi dan harapan peningkatan kualitas hidup.

Kota Berkarakter
Jogja layak membuat betah, menyejahterakan penduduk, nyaman dihuni serta elok dilihat. Ibarat pertunjukan orkestra menyentuh setiap dawai-dawai emosi dengan segala ungkapan-ungkapan serta cerminan suara hati yang ditransformasikan dalam desain. Dapat dibayangkan, Jogja yang kaya sumber ilham seni tradisional (budaya) jika diwujudkan dengan harmonisasi kedua unsur tersebut terintegrasi dalam perancangan arsitektur kotanya!.

Arsitek urban dan perencana lingkungan binaan tidak boleh menyerah dan membela diri. “Kita sekadar merancang, tetapi keputusan akhir ditentukan oleh penentu kebijakan [penguasa]. Kita juga tidak boleh terjebak kepada isme-isme yang melanda dan berasal dari negara adidaya dalam menentukan arah perencanaan dan pengembangan kota, kata Prof Eko Budihardjo.

Sebab, Jogja adalah panggung kenangan, cerminan sejarah dari masyarakatnya secara visual. Antara city dan citizen terdapat keterkaitan dekat, saling menjalin, memengaruhi. Keunikan perilaku warga kotanya, kekhasan adat-istiadat, lokasi geografis dan iklimnya serta variasi seni-sosial yang diciptakan, semua berkontribusi terhadap citra kotanya.

Adagium, "Tak kenal maka tak sayang", ternyata berlaku sebagai rasa memiliki. Sebesar apapun mengenal anatomi kotanya (tinggal, bekerja, dll). Makin detail menyelami seluk-beluknya tentu, memperdalam rasa cinta (memiliki) atas kotanya dan merasa menjadi bagian kehidupan seluruh masyarakatnya.

Kebutuhan ruang kontemplatif ini muncul sebagai gagasan membangun jiwa warga kotanya siapapun yang ingin terlibat. Sebab, Jogja tanpa "jiwa" apalah artinya?.

Perubahan paradigma pembangunan dapat ditelusuri dari konsep otonomi daerah. Kendati, paradigmanya berubah, terkadang pola lama masih dijalankan dari sistem sentralistik dan bersifat top down menuju pembangunan yang menekankan partisipasi aktif masyarakatnya menentukan kebijakan pembangunan.

Untuk mencapai tujuannya, “software” dan "hardware" akan dibutuhkan untuk pengembangan ke depannya. Pemikiran ini, sebagai pendorong mengkaji ulang relevansi teori pembangunan (ekonomi modern) dan pembangunan yang cenderung praktis-pragmatis untuk kelangsungan hidup masyarakat (nyaman, damai, tenteram dan berkeadilan).

Berbagai teori ekonomi dan pembangunan yang selama ini dikenal, lebih mendorong manusia hidup serakah dengan menguras habis sumber daya. Tujuan strategisnya agar dengan durasi singkat dapat menikmati segala fasilitas hidup dan cenderung mendorong sikap ketidakpedulian situasi selanjutnya.

Sehingga, peran masyarakat secara aktif ikut menentukan tata kawasan kotanya, merupakan partisipasi juga wadah bersosialisasi, sebagai kontribusi atas tanggung jawab jejak sejarah dan kelestarian Jogja yang menyimpan potensi besar (sektor wisata budaya dan sektor lainnya). Pada akhirnya, Jogja dapat menjadi kawasan yang partisipatif, mudah diakses bagi semua, dan tetaplah menggeliat!.

Noufal Riri Hananta
Arsitek dan Penulis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Joko Pinurbo Berpulang, Okky Madasari : Karyanya Akan Selalu Relevan

Bantul
| Sabtu, 27 April 2024, 15:37 WIB

Advertisement

alt

Giliran Jogja! Event Seru Supermusic Superstar Intimate Session Janji Hadirkan Morfem

Hiburan
| Jum'at, 26 April 2024, 17:07 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement