Advertisement

Menghadapi Pertanyaan Stigmatif Saat Lebaran

Ratna Yunita Setiyani Subardjo
Selasa, 16 April 2024 - 06:07 WIB
Bhekti Suryani
Menghadapi Pertanyaan Stigmatif Saat Lebaran Ratna Yunita Setiyani Subardjo - Dok. Pribadi

Advertisement

Momen Lebaran menjadi momen pulang kampung yang melegenda. Seharusnya, momen pulang kampung saat Lebaran menjadi momen membahagiakan, bukan menegangkan. 

Tetapi realitanya terkadang tidak demikian. Kebahagiaan yang menurut Seligman (tokoh psikologi positif) adalah hasil dari kontribusi lingkungan dan faktor internal ini, menjadi ukuran bahwa konsep “bahagia” saat Lebaran menjadi nisbi manakala pertanyaan stigmatif bermunculan. Mereka yang akan pulang ke kampung halaman, pasti merasakan hal ini. Mulai dari ditanya “Kapan lulus?”, “Kapan nikah?”, “Kapan punya momongan?”, “Kapan kerja?”, maupun kapan, kapan yang lainnya. Begitulah, kebiasaan peduli kebablasan menjadi curiosity. 

Advertisement

Berdasarkan survei terbatas yang dilakukan oleh penulis, pertanyaan paling dihindari saat Lebaran bagi mahasiswa adalah “Kapan lulus?”, sedangkan bagi mereka yang sudah lulus, tetap saja akan muncul pertanyaan lainnya dengan “Kapan kerja”. Tidak berhenti di situ saja, pertanyaan lainnya setelah lulus adalah "Kapan nikah?", dan malangnya, bagi yang sudah menikah tetap dicecar pertanyaan dengan “Kapan punya momongan?”. 

Ini sering ditanyakan ketika berkumpul dengan keluarga saat Lebaran. Walau terdengar sepele, pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi "momok" bagi sebagian orang sehingga mereka merasa tertekan. 

Dampak pertanyaan tersebut bahkan dapat memunculkan gangguan psikologis. Lantas, kenapa orang Indonesia senang menanyakan pertanyaan-pertanyaan stigmatif tersebut saat lebaran? Lalu, bagaimana cara menjawabnya?

Pertanyaan “Kapan lulus?”, “Kapan nikah?”, “Kapan punya momongan?”, “Kapan kerja?”, dan kapan yang lain, muncul karena dorongan dari keluarga dan lingkungan dalam budaya Indonesia. Terutama saat mudik Lebaran, di mana keluarga, sanak saudara, dan teman hingga komunitas yang kita miliki sebelumnya, saling bertemu. 

Ada beberapa faktor yang menyebabkan orang Indonesia sering bertanya beberapa pertanyaan sakti tersebut. Pertama, pertanyaan tentang menikah, lulus, mendapatkan pekerjaan adalah bentuk kedewasan dan tanggung jawab. Orang yang sudah lulus, menikah, bekerja dinilai dewasa dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Tidak lagi menggantungkan hidup pada orang lain terutama orang tua. 

Orang tua pada masyarakat Jawa misalnya, belum merasa menjadi "wong tuwo" atau orang tua yang sebenarnya, jika anaknya belum menikah. Perbedaan gap antargenerasi, pergeseran unggah ungguh etika, juga perbedaan kita sebagai individual differences sebenarnya cukup menjawab mengapa fenomena ini terjadi. Jadi, pertanyaan ini sebetulnya adalah manifestasi dari kecemasan orang tua terhadap kondisi kita sekarang, dalam sudut pandang mereka. Sayangnya, tidak semua orang mengerti dinamika psikologis ini. 

Kedua, lebih banyak dialami oleh perempuan daripada laki-laki. Pada beberapa kasus, pertanyaan stigmatif, terutama pertanyaan “Kapan nikah?” dapat ditujukan kepada perempuan yang usianya sudah dinilai matang namun tidak kunjung berkeluarga. Perempuan akan didorong untuk segera menikah karena membawa nama baik keluarga. 

Ketiga, dianggap tidak laku. Pertanyaan terutama “Kapan nikah?” erat kaitannya dengan kontrol sosial dalam masyarakat. Orang yang belum menikah kemudian dianggap tidak laku, entah karena penampilan fisik atau perilakunya. Jika hal ini dikaitkan dengan kekerabatan dalam keluarga, maka orang tua anak merasa tertekan karena anaknya mendapat stigma tidak laku dari orang di sekitarnya. Hal ini dapat membawa dampak psikologi baik bagi anak maupun orang tuanya sendiri. 

Keempat, keluarga besar merasa ikut tanggung jawab. Dari stigma tidak laku dari masyarakat, keluarga besar bisa ikut merasa bertanggung jawab jika salah satu anggota keluarganya yang sudah dewasa belum segera menikah. Tidak mengherankan jika dalam keluarga besar, ada satu atau beberapa orang yang menanyakan kapan nikah kepada mereka yang sudah dewasa tapi belum berkeluarga. Jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mengarah pada salah satu gangguan psikologis seperti kecemasan, bahkan hingga depresi.  

Cara Menjawab

Berikut beberapa tips menghadapinya. Pertama, bangun topik pembicaraan yang umum. Tidak disarankan untuk menyinggung obrolan yang menjurus ke ranah pribadi supaya tidak memancing pertanyaan dari orang lain. 

Kedua, alihkan topik pembicaraan. Jika cara pertama belum berhasil, cobalah untuk mengaalihkan topik obrolan dengan lawan bicara ke hal-hal yang umum. Pertanyaan sensitif yaang kurang etis ditanyakan apalagi kepada mereka yang memang secara kondisi memiliki keterbatasan atau permasalahan pribadi. 

Ketiga, hadapi dengan senyuman. Tidak ada salahnya menghadapi pertanyaan stigmatif ini dengan senyuman saat berkumpul bersama keluarga ketika Lebaran. Pertanyaan itu jangan terlalu dipikirkan karena obrolan ini hanya dibahas oleh orang yang tidak memiliki topik pembicaraan. Terkadang orang bertanya tanpa berpikir, mereka bertanya sebatas ya biasanya itulah pertanyaan yang juga dilontarkan orang lain. Selain itu, senyuman terbukti dapat membawa dampak positif bagi diri kita dan orang lain. 

Keempat, balas dengan lelucon. Pertanyaan stigmatif ini seringkali membuat “bad mood” atau emosi meledak. Untuk mengatasinya, balas pertanyaan ini dengaan lelucon atau candaan, agar kita pun dapat menurunkan tegangan kita. Kelima, menjauh. Cara terakhir adalah menjauh dari lokasi jika merasa risih atau tidak betah karena ditanya dengan pertanyaan stigmatif ini oleh keluarga dan sanak saudara.

Ratna Yunita Setiyani Subardjo

Psikolog dan Dosen Psikologi Unisa Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Nobar Lesehan bareng Warga, Sultan Bilang Begini Usai Timnas Kalah di Semifinal Piala Asia U-23

Jogja
| Senin, 29 April 2024, 23:37 WIB

Advertisement

alt

Lirik Lagu SPOT, Duet Zico dengan Jennie BLACKPINK yang Hebohkan BLINK

Hiburan
| Senin, 29 April 2024, 12:37 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement