HIKMAH RAMADAN: Idulfitri: Menjaga Kemenangan dalam Takwa

Saat hari raya kemenangan Idulfitri 1445 H, gema takbir terdengar di mana-mana dari sejak berbuka puasa hari terakhir Ramadan sampai dilaksanakannya Salat Idulfitri. Kaum muslimin berbahagia menyambutnya dari berbagai kalangan usia baik laki-laki dan perempuan. Benarkah kita mendapatkan kemenangan itu di hari raya Idulfitri, bukan sekadar simbol.

Kemenangan itu bernama ketakwaan sebagaimana dalam QS Al-Baqarah 183. Indikator kemenangan tersebut dalam firman Allah QS Ali Imran ayat 133 “Bersegeralah menuju ampunan dari Tuhanmu dan surga [yang] luasnya [seperti] langit dan Bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”

Seorang muslim tidak akan mau mengerjakan perbuatan yang dilarang, tetapi kadang-kadang karena kuatnya godaan dan tipu daya setan dia terjerumus ke dalam jurang maksiat. Kemudian ketika sadar akan kesalahannya dan menyesal atas perbuatan itu dia lalu bertobat dan mohon ampun kepada Allah, maka Allah akan mengampuni dosanya. Allah adalah maha penerima tobat dan maha pengampun serta maha penyayang.

Bila seorang muslim selalu menaati perintah Allah dan Rasul-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan segera bertobat bila jatuh ke jurang dosa dan maksiat, maka Allah akan mengampuni dosanya dan akan memasukkannya nanti di akhirat ke dalam surga yang amat luas sebagai balasan atas amal yang telah dikerjakannya di dunia yaitu surga yang disediakan-Nya untuk orang yang bertakwa.

Selanjutnya QS Ali Imran ayat 134 menjelaskan indikator ketakwaan yang mampu mengendalikan harta dan dirinya dalam kebaikan. Dari tafsir Tahlili pada ayat tersebut ada empat hal yang disebutkan, yaitu berinfak, mengendalikan amarah, memaafkan, dan suka kebaikan.

Empat Kebaikan
Pertama, orang yang selalu menafkahkan hartanya baik dalam keadaan berkecukupan maupun dalam keadaan kesempitan (miskin), sesuai dengan kesanggupannya. Menafkahkan harta itu tidak diharuskan dalam jumlah yang ditentukan sehingga ada kesempatan bagi si miskin untuk memberi nafkah.

Bersedekah boleh saja dengan barang atau uang yang sedikit nilainya, karena itulah apa yang dapat diberikan tetap akan memperoleh pahala dari Allah SWT.

Kedua, orang yang menahan amarahnya. Biasanya orang yang memperturutkan rasa amarahnya tidak dapat mengendalikan akal pikirannya dan ia akan melakukan tindakan-tindakan kejam dan jahat. Sehingga apabila dia sadar pasti menyesali tindakan yang dilakukannya itu dan dia akan merasa heran mengapa ia bertindak sejauh itu.

Apabila seseorang telah melatih diri seperti itu maka dia tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang melampaui batas. Bahkan dia akan menganggap bahwa perlakuan yang tidak adil terhadap dirinya itu mungkin karena khilaf dan tidak disengaja dan ia akan memaafkannya. Allah menjelaskan bahwa menahan amarah itu suatu jalan ke arah takwa.

Ketiga, orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan kesalahan orang lain sedang kita sanggup membalasnya dengan balasan yang setimpal, adalah suatu sifat yang baik yang harus dimiliki oleh setiap muslim.

Mungkin hal ini sulit dipraktikkan karena sudah menjadi kebiasaan bagi manusia membalas kejahatan dengan kejahatan. Tetapi bagi manusia yang sudah tinggi akhlak dan kuat imannya serta telah dipenuhi jiwanya dengan ketakwaan, maka memaafkan kesalahan itu mudah saja baginya.

Keempat, orang yang berbuat baik. Berbuat baik termasuk sifat orang yang bertakwa maka di samping memaafkan kesalahan orang lain hendaklah memaafkan itu diiringi dengan berbuat baik kepada orang yang melakukan kesalahan.

Sudah sepatutnya di Hari Raya Idulfitri kaum muslimin menjadi pemenangnya karena melanjutkan kebaikan yang telah dilaksanakan pada bulan Ramadan. Yaitu mengendalikan diri dari yang halal maka menghindari yang haram tentunya lebih kuat dan bisa melakukannya.

Talqis Nurdianto
Dosen Pendidikan Bahasa Arab UMY

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News